...semoga semua pihak yang terlibat dengan tulisan ini medampat pahala dari Allah, penulis maupun yg membaca Nya...Insya Allah...amin....

freej

Sunday, 16 October 2016

Surat An-Nas (QS 114)

Sukses dan barokah buat kita semua, semoga Allah subhanahu wata’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua,
Syaithan!!! siapa diantara kita yang tidak pernah mendengar kata ini. Sudah terlalu banyak orang yang terperosok dalam lembah kemaksiatan dan tenggelam dalam syhawat akibat ulahnya. Penebar “racun” di seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Menyeret manusia menjadi penghuni An Naar. Penampakannya yang kasat mata semakin membuat leluasa gerakannya. 


 Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya syaithan dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al A’raaf: 27)
 

Syaithan adalah sumber dari segala kejelekan yang ada, perancang dari segala makar, peramu segala racun, menghembuskan was-was ke dalam hati-hati manusia, mengemas perbuatan jelek sebagai perbuatan yang baik. Sehingga kebanyakan manusia terpedaya dengan makar dan racunnya.

Namun kita tidak boleh gegabah dengan mengatakan ‘celaka kamu wahai syaithan’, justru syaithan semakin membesar seperti besarnya rumah. Tetapi bacalah basmalah (bismillah) niscaya syaithan semakin kecil seperti lalat. (HR. Abu Dawud no. 4330)
Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah memberikan penawar bagi “racun” yang ditimbulkan oleh syaithan tersebut. 


Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Al Isra’: 82)


Dan tidaklah Allah subhanahu wata’ala menurunkan suatu penyakit kecuali Allah subhanahu wata’ala telah menyediakan penawarnya. Salah satu dari penawar tersebut adalah surat An Naas, salah satu surat yang terdapat di dalam Al Quran dan terletak di penghujung atau bagian akhir darinya serta termasuk surat-surat pendek yang ada di dalam Al Quran.
Pada kajian kali ini, kami akan mengajak pembaca untuk mengkaji tentang keutamaan surat An Naas dan apa yang terkandung di dalamnya.


Keutamaan surat An Naas
Surat ini termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum hijrah) menurut pendapat para ulama di bidang tafsir, diantaranya Ibnu Katsir Asy Syafi’i dan Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’dy.
Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq. Kedua surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أُنْزِلَ أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ

“Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944)

Setelah turunnya dua surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mencukupkan keduanya sebagai bacaan (wirid) untuk membentengi dari pandangan jelek jin maupun manusia. (HR. At Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu)

Namun bila disebut Al Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat Al Ikhlash. Al Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:

اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ

“Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
Al Mu’awwidzat juga dijadikan wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Barangsiapa yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud no. 4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At Tirmidzi no. 3399)

Demikian pula disunnahkan membaca Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga surat ini lalu meniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR. Al Bukhari 4630

Al Muawwidzat juga bisa dijadikan bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan ala islami dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an). Dipenghujung kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau dalam keadaan sakit. Beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat, ketika sakitnya semakin parah, maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al Muawwidzat tersebut. (HR. Al Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)

Tafsir Surat An Naas

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada Rabb manusia.”

مَلِكِ النَّاسِ

“Raja manusia.”

إِلَهِ النَّاسِ

“Sembahan manusia.”


Sebuah tarbiyah ilahi, Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya sekaligus Khalil-Nya untuk memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Karena Dia adalah Rabb (yaitu sebagai pencipta, pengatur, dan pemberi rizki), Al Malik (pemilik dari segala sesuatu yang ada di alam ini), dan Al Ilah (satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi). Dengan ketiga sifat Allah subhanahu wata’ala inilah, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memohon perlindungan hanya kepada-Nya, dari kejelekan was-was yang dihembuskan syaithan.

Sebuah pendidikan Rabbani, bahwa semua yang makhluk Allah subhanahu wata’ala adalah hamba yang lemah, butuh akan pertolongan-Nya subhanahu wata’ala. Termasuk Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah manusia biasa yang butuh akan pertolongan-Nya. Sehingga beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah, bukan tempat untuk meminta pertolongan dan perlindungan, dan bukan tempat bergantung.
Karena hal itu termasuk perbuatan ghuluw (ekstrim), memposisikan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bukan pada tempat yang semestinya. Bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam melarang dari perbuatan seperti itu. 


Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersada:

لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ ، فَقُوْلُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian berbuat ghuluw kepadaku sebagaimana Nashara telah berbuat ghuluw kepada Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya”. (Muttafaqun ‘Alaihi)

Akan tetapi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang nabi dan rasul yang wajib ditaati dan diteladani.

مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ

“Dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi.”
Makna Al was-was adalah bisikan yang betul-betul tersembunyi dan samar, adapun al khannas adalah mundur. Maka bagaimana maksud dari ayat ini?
Maksudnya, bahwasanya syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang menyesatkan manusia disaat manusia lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya):


“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka syaithan bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia. Sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya syaitan itu tidak mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya.” (An Nahl: 99)
Jawaban ini dikuatkan oleh Al Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membawakan penafsiran dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu ‘Abbas, yaitu: “Syaithan bercokol di dalam hati manusia, apabila dia lalai atau lupa maka syaithan menghembuskan was-was padanya, dan ketika dia mengingat Allah subhanahu wata’ala maka syaithan lari darinya.

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ

“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”
Inilah misi syaithan yang selalu berupaya menghembuskan was-was kepada manusia. Menghiasi kebatilan sedemikian indah dan menarik. Mengemas kebenaran dengan kemasan yang buruk. Sehingga seakan-akan yang batil itu tampak benar dan yang benar itu tampak batil.


Cobalah perhatikan, bagaimana rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam dan istrinya. Allah subhanahu wata’ala kisahkan dalam firman-Nya (artinya):
“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya, dan syaitan berkata: “Rabb-mu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam al jannah/surga)”. (Al A’raf: 20)


Demikian pula perhatikan, kisah ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang beri’tikaf. Shafiyyah bintu Huyay (salah seorang istri beliau shalallahu ‘alaihi wasallam) mengunjunginya di malam hari. Setelah berbincang beberapa saat, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengantarkannya pulang ke kediamannya. Namun perjalanan keduanya dilihat oleh dua orang Al Anshar. Kemudian syaithan menghembuskan ke dalam hati keduanya perasaan was-was (curiga). Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melihat gelagat yang kurang baik dari keduanya. 

Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam segera mengejarnya, seraya bersabda:

عَلَى رِسْلِكُمَا, إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيّ فَقَالاَ: سُبْحَانَ الله يَارَسُولَ الله. فَقَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدََّم, وَإِنِّي خَشِيْتُ أَنْ يُقْذَفَ فِي قُلُوبِكُمَاشَيْئاً, أَوْشَرًّا.

“Tenanglah kalian berdua, dia adalah Shafiyyah bintu Huyay. Mereka berdua berkata: “Maha Suci Allah wahai Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya syaithan mengalir di tubuh bani Adam sesuai dengan aliran darah, dan aku khawatir dihembuskan kepada kalian sesuatu atau keburukan.” (H.R Muslim no. 2175)

Demikianlah watak syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan jahat ke dalam hati manusia. Apalagi Allah subhanahu wata’ala dengan segala hikmah-Nya telah menciptakan ‘pendamping’ (dari kalangan jin) bagi setiap manusia, bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga ada pendampingnya. Sebagimana sabdanya shalallahu ‘alaihi wasallam:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاّ َقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِيْنُهُ مِنَ الجِنِّ, قَالُوا: وَإِيَّاكَ يَارَسُولَ الله ؟ قَالَ: وَإِيَّايَ, إِلاَّ أَنَّ الله أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ, فَلاَ يَأْمُرُنِي إِلاَّبِخَيْرٍ.

“Tidaklah salah seorang dari kalian kecuali diberikan seorang pendamping dari kalangan jin, maka para shahabat berkata: Apakah termasuk engkau wahai Rasulullah? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Ya, hanya saja Allah telah menolongku darinya, karena ia telah masuk Islam, maka dia tidaklah memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan”. (HR. Muslim no. 2814)

مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ

“Dari (golongan) jin dan manusia.”
Dari ayat ini tampak jelas bahwa yang melakukan bisikan ke dalam dada manusia tidak hanya dari golongan jin, bahkan manusia pun bisa berperan sebagai syaithan. Hal ini juga dipertegas dalam ayat lain (artinya):
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)” (Al An’am: 112)
Maka salah satu jalan keluar dari bisikan dan godaan syaithan baik dari kalangan jin dan manusia adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” (Fushshilat: 36)


Penutup
Maka sudah sepantasnya bagi kita selalu memohon pertolongan dan perlindungan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Mengakui bahwa sesungguhnya seluruh makhluk berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya subhanahu wata’ala. Semua kejadian ini terjadi atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala. Dan tiada yang bisa memberikan pertolongan dan menolak mudharat kecuali atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala pula.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa meminta pertolongan, perlindungan dan mengikhlaskan seluruh peribadahan hanya kepada-Nya.




Friday, 14 October 2016

Surat Al-Falaq (QS 113)



Surat al-Falaq terdiri dari lima ayat dan tergolong makkiyyah (diturunkan sebelum hijrah). Bersama surat an-Nas, ia disebut al-Mu’awwidzatain. Disebut demikian karena keduanya mengandung ta’widz (perlindungan).  Keduanya termasuk surat yang utama dalam Al-Qur’an. Keutamaan surat al-Falaq selalu disebut bersamaan dengan surat an-Nas.

Keutamaan al-Mu’awwidzatain
Dalam Shahih-nya, Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(( أَلَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ؟))
“Tahukah engkau ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini, tidak pernah ada yang menyerupainya sama sekali? Kemudian beliau mengatakan:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Sedangkan at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu hadits berikut,
((كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَوَّذُ مِنْ عَيْنِ الْجَانِّ وَعَيْنِ الإِنْسِ, فَلَمَّا نَزَلَتْ الْمُعَوِّذَتَانِ أَخَذَ بِهِمَا, وَتَرَكَ مَا سِوَى ذَلِكَ))
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari mata jahat jin dan manusia. Ketika turun alMu’awwidzatain, beliau memakainya dan meninggalkan yang lain. (dihukumi shahih oleh al-Albani)
Kedua surat ini disunatkan dibaca setiap selesai shalat wajib. Dalam hadits lain, ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,
(( أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ))
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan saya untuk membaca alMu’awwidzat tiap selesai shalat.” (HR. Abu Dawud, dihukumi shahih oleh al-Albani)
Disunatkan juga membacanya sebelum dan sesudah tidur, sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Uqbah yang lain:
(( ياَ عُقْبَةُ ! اِقْرَأْ بِهِمَا كُلَّمَا نِمْتَ وَقُمْتَ، مَا سَأَلَ سَائِلٌ وَلاَ اِسْتَعَاذَ مُسْتَعِيْذٌ بِمِثْلِهِمَا))
“Wahai ‘Uqbah, bacalah keduanya setiap kamu tidur dan bangun. Tidaklah seseorang bisa meminta atau berlindung dengan seperti keduanya.”  (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah, dihukumi hasan oleh al-Albani)
Hadits-hadits shahih juga menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan membacanya pada dzikir pagi dan sore. Beliau juga membacanya saat meruqyah diri beliau saat sakit dan disengat kalajengking. Demikian juga malaikat yang meruqyah beliau saat disihir Labid bin al-A’sham.

Tafsir Surat al-Falaq
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (Penguasa) waktu Subuh.”
Dalam bahasa Arab, al-falaq berarti sesuatu yang terbelah atau terpisah. Yang dimaksud dengan al-falaq dalam ayat ini adalah waktu subuh, karena makna inilah yang pertama kali terdetik dalam benak orang saat mendengar kata al-falaq. Ia disebut demikian karena seolah-olah terbelah dari waktu malam.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk berlindung (isti’adzah) kepada Allah semata. Isti’adzah termasuk ibadah, karenanya tidak boleh dilakukan kepada selain Allah. Dia yang mampu menghilangkan kegelapan yang pekat dari seluruh alam raya di waktu subuh tentu mampu untuk melindungi para peminta perlindungan dari semua yang ditakutkan.
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
“Dari kejahatan apa-apa yang telah Dia ciptakan.”
Ayat yang pendek ini mengandung isti’adzah dari kejahatan semua makhluk. Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Jahannam dan iblis beserta keturunannya termasuk apa yang telah Dia ciptakan.” Kejahatan diri kita sendiri juga termasuk di dalamnya, bahkan ia yang pertama kali masuk dalam keumuman kata ini, sebagaimana dijelaskan  Syaikh al-‘Utsaimin. Hanya Allah yang bisa memberikan perlindungan dari semua kejahatan, karena semua makhluk di bawah kekuasaanNya.
Setelah memohon perlindungan secara umum dari semua kejahatan, kita berlindung kepada Allah dari beberapa hal secara khusus pada ayat berikut; karena sering terjadi dan kejahatan berlebih yang ada padanya. Di samping itu, ketiga hal yang disebut khusus berikut ini juga merupakan hal-hal yang samar dan tidak tampak, sehingga lebih sulit dihindari.
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
“Dan dari kejahatan malam apabila telah masuk dalam kegelapan.”
Kata ghasiq berarti malam, berasal dari kata ghasaq yang berarti kegelapan. Kata kerja waqaba mengandung makna masuk dan penuh, artinya sudah masuk dalam gelap gulita.
Kita berlindung dari kejahatan malam secara khusus, karena kejahatan lebih banyak terjadi di malam hari. Banyak penjahat yang memilih melakukan aksinya di malam hari. Demikian pula  arwah  jahat  dan binatang-binatang yang berbahaya. Di samping itu, menghindari bahaya juga lebih sulit dilakukan pada waktu malam.
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada tali-tali ikatan.”
Para tukang sihir biasa membaca mantra dan jampi-jampi, kemudian mereka tiupkan pada tali-tali yang di ikat. Inilah yang di maksud dengan ruqyah syirik. Sihir merupakan salah satu dosa dan kejahatan terbesar, karena disamping syirik, ia juga samara dan bisa mencelakakan manusia di dunia dan akhirat. Karenanya kita berlindung secara khusus kepada Allah dari kejahatan ini.
Penyebutan wanita tukang sihir dalam bentuk muannats (feminin) dikarenakan jenis sihir ini yang paling banyak melakukannya adalah wanita. Dalam riwayat tentang sihir Labid bin al-A’sham yang ditujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga disebutkan bahwa puteri-puteri Labid yang menghembus pada tali-tali.
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan orang dengki apabila ia dengki.”
Dengki (hasad) adalah membenci nikmat Allah atas orang lain dan menginginkan hilangnya nikmat itu darinya. Yang dimaksud dengan ‘apabila ia dengki’ adalah jika ia menunjukkan kedengkian yang ada di hatinya dan karenanya terbawa untuk membahayakan orang yang lain.  Kondisi yang demikianlah yang membahayakan orang lain. Orang yang hasad akan menempuh cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan keinginannya. Hasad juga bisa menimbulkan mata jahat (‘ain) yang bisa membahayakan sasaran kedengkiannya. Pandangan mata dengkinya bisa mengakibatkan orang sakit, gila, bahkan meninggal. Barang yang dilihatnya juga bisa rusak atau tidak berfungsi. Karenanya, kitapun berlindung kepada Allah dari keburukan ini secara khusus.
Ada juga orang dengki yang hanya menyimpan kedengkiannya dalam hati, sehingga ia sendiri gundah dan sakit hati, tapi tidak membahayakan orang lain, sebagaimana dikatakan Umar bin Abdil Aziz: “Saya tidak melihat orang zhalim yang lebih mirip dengan orang terzhalimi daripada orang yang dengki.”
Jadi, untuk melindungi diri dari semua kejahatan kita harus menggantungkan hati kita dan berlindung hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa, dan membiasakan diri membaca dzikir yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini adalah salah satu wujud kesempurnaan agama Islam. Kejahatan begitu banyak pada zaman kita ini, sementara banyak umat Islam yang tidak tahu bagaimana cara melindungi diri darinya. Adapun yang sudah tahu banyak yang lalai, dan yang membacanya banyak yang tidak menghayati. Semua ini adalah bentuk kekurangan dalam beragama. Andai umat Islam memahami,mengamalkan dan menghayati sunnah ini, niscaya mereka terselamatkan dari berbagai kejahatan.

 Kesimpulan:
  1. Surat ini adalah surat yang utama, dan dianjurkan dibaca setelah shalat, sebelum dan sesudah tidur, dalam dzikir pagi dan sore, juga dalam ruqyah.
  2. Kita memohon perlindungan hanya kepada Allah dari semua kejahatan secara umum, dan beberapa hal secara khusus karena lebih sering terjadi, lebih samar atau karena mengandung bahaya yang lebih.
  3. Mewaspadai kejahatan malam, tukang sihir dan pendengki.
  4. Sihir dan ‘ain adalah perkara yang hakiki.
  5. Kesempurnaan agama Islam yang mengajarkan cara melindungi diri dari berbagai kejahatan.
  6. Kekurangan sebagian umat Islam dalam memahami, mengamalkan dan menghayati ajaran Islam.

Thursday, 13 October 2016

Surat Al-Ikhlas (QS 112)

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki Anshar pernah menjadi imam di masjid Quba. Setiap kali hendak membuka surat yang akan dibacakan kepada makmum dalam shalat, dia selalu memulai dengan membaca qul huwallahu ahad… Setelah selesai membacanya, barulah dia membaca surat yang lain. Dia melakukan hal itu di setiap rakaat. Terjadilah perbincangan di kalangan para sahabat. Mereka mengatakan, “Engkau membuka bacaan dengan surat ini, kemudian engkau tidak cukup membaca surat ini saja, tetapi engkau baca pula surat yang lain. Yang harus kamu lakukan adalah membaca surat itu, atau meninggalkannya dan diganti dengan surat yang lain.” Dia mengatakan, “Aku tidak akan meninggalkannya. Bila kalian suka aku mengimami kalian seperti itu, maka aku akan melakukannya, bila tidak maka aku tidak akan lagi mengimami kalian.” Sedangkan mereka ketika itu berpendapat bahwa dia adalah orang utama di kalangan mereka dan mereka tidak suka bila diganti oleh orang lain. Ketika Nabi datang menjumpai mereka, lalu mereka ceritakan semuanya kepada beliau. Setelah itu beliau bersabda, “Hai fulan, apa sebabnya engkau tidak mau mengikuti perintah kawan-kawanmu. Dan, apa yang menyebabkan kamu mesti membacanya dalam setiap rakaat?” Orang itu menjawab, “Aku sangat menyukainya.” Kemudian Rasulullah bersabda lagi, “Kecintaanmu terhadap surat ini akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Dalam riwayat Imam Bukhari dari Abu Sa’id diceritakan, “Ada seseorang mendengar orang lain membaca surat al-Ikhlas dan dia mengulang-ulangnya. Ketika waktu pagi tiba, dia ceritakan hal itu kepada Nabi Saw.. Seolah-olah laki-laki itu merasa kurang puas dengan satu kali baca. Maka Nabi pun bersabda, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Surat itu sama dengan sepertiga al-Quran.”
Sahabatku, surat al-Ikhlas itu pendek, hanya terdiri dari tiga ayat. Membacanya saja membutuhkan waktu tidak lebih dari sepuluh detik. Tapi, kandungan dan keutamaannya sungguh luar biasa besarnya. Menurut sebuah riwayat, sepuluh kali membaca surat ini, Allah akan membangunkan baginya istana di surga. Bahkan, isinya adalah sepertiga al-Quran. Mengapa bisa demikian? Karena, al-Quran sendiri terdiri dari tiga bagian utama: Aqidah, syariat, dan ibadah. Surat al-Ikhlas mengangkat tema aqidah ini. Dakwah tauhid adalah dakwah yang abadi, para Nabi sejak Nabi Adam As. hingga Nabi Muhammad Saw. tidak pernah merubah dakwah ini.
Mungkin saja ada yang berkata, “Jika demikian adanya, lebih baik aku membaca surat al-Ikhlas saja setiap kali shalat.” Perkataan ini berpulang pada dirinya, apakah membacanya karena cinta atau karena malas. Kalau karena cinta, ia akan meresapi maknanya, antusias dalam membacanya, dan mengejewantahkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita mencermati kisah di atas, kita akan melihat bahwa sahabat Nabi itu – ketika dalam shalatnya – membaca al-Ikhlas kemudian membaca surat yang lain. Jika kita mengikuti syariat ini, maka, seharusnya, surat yang lain juga dibaca. Kita jangan mencukupkan diri hanya dengan membaca atau menghafal surat al-Ikhlas, karena al-Quran terdiri dari 114 surat dan semuanya bermanfaat untuk dibaca. Kalau niat kita karena malas dalam beramal dan ingin cepat menyelesaikan kewajiban shalat, kita tidak akan mampu untuk khusyu dan meresapi bacaan itu.
Mari kita resapi makna surat al-Ikhlas berikut ini:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa.” Artinya, Dia adalah Satu dan Tunggal, yang tidak mempunyai bandingan, wakil, saingan, yang menyerupai dan menyamai-Nya. Dan, lafal ini tidak boleh digunakan kecuali hanya kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Maha Sempurna dalam semua sifat dan perbuatan-Nya.
اللَّهُ الصَّمَدُ “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Ibnu Abbas Ra. mengatakan, “Ash-Shamad ialah Yang semua makhluk menyandarkan diri kepada-Nya dalam setiap kebutuhan dan permasalahan mereka.” Dan mereka mengatakan bahwa ash-shamad itu adalah Yang Dipertuan. Dan, yang tidak mempunyai kerongkongan. Tidak makan dan tidak minum. Dialah yang akan tetap ada setelah makhluk-Nya tiada. Semua makna ini adalah benar. Karena, ke semuanya itu merupakan sifat Tuhan kami Yang Maha Gagah lagi Perkasa.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,” yaitu tidak mempunyai anak, ayah, dan istri.
Mujahid mengatakan, وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia,” yaitu tidak ada satu pun tandingan dari makhluk-Nya yang akan menyaingi-Nya, atau yang mendekati kedudukan-Na. Allah Maha Tinggi dan Maha Suci dari semua itu. “Pencipta langit dan bumi. Bagaimana mungkin Dia mempunyai seorang putra, padahal Dia tidak mempunyai seorang pun istri. Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu.”
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا {88} لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا {89} تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ اْلأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا {90} أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا {91} وَمَايَنبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا {92} إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ إِلآ ءَاتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا {93} لَّقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا {94} وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.’ Sesungguhnya, kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Tidak layak bagi Allah Yang Maha Pemurah mempunai anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah selaku hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan, tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 88-95)
Dikemukakan dalam shahih Bukhari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada yang paling sabar atas ucapan yang menyakitkan yang melebihi kesabaran Allah. Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak, tetapi Allah tetap memberikan rezeki dan memaafkan mereka.” (Dr. Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jil. 4, hlm. 1076-1077, Cet. V 2005, GIP).
Membaca al-Ikhlas berulang kali dengan segenap jiwa dan perasaan, membantu kita untuk bertauhid, lebih dekat dan mengenal Allah Swt.. Karena dengan dekat dan mengenal-Nya, keinginan kita untuk beramal semakin kuat dan keimanan kita semakin naik. Tauhid adalah landasan pertama kita berpijak dan berangkat. Tanpa masuk ke dalam tauhid, amal kita sia-sia, seperti halnya debu yang berada di batu yang licin kemudian ditiup angin.
Mulai hari ini, marilah kita biasakan membaca surat al-Ikhlas setiap hari, minimal pada pagi dan sore (al-Ma’tsurat). Barangsiapa yang mencintai Allah, tentu dia mencintai al-Ikhlas. Dan, barangsiapa yang mencintai al-Ikhlas, tentu dia mencintai Allah, sebagaimana yang terjadi pada diri para sahabat Rasulullah Saw..

Tuesday, 11 October 2016

Surah Al-Lahab (QS 111)



tulisan arab alquran surat al lahab ayat 1-5
“1. Binasalah kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. 2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. 3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. 4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. 5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”
(al-Lahab: 1-5)

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi saw. pernah pergi ke tanah lapang, lalu beliau mendaki bukit seraya berseru: “Wahai sekalian kaum.” Kemudian orang-orang Quraisy berkumpul mendatangi beliau, kemudian beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian jika aku memberitahu kalian bahwa musuh akan menyerang kalian di pagi atau sore hari, apakah kalian mempercayaiku?” “Ya,” jawab mereka. Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian akan adzab yang sangat pedih.”

Lalu Abu Lahab berkata: “Apakah untuk ini engkau kumpulkan kami? Kebinasaanlah bagimu.” Lalu Allah menurunkan tabbat yadaa abii lahabiw watabb (binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa). Yang pertama sebagai kutukan baginya, sedangkan yang kedua sebagai pemberitahuan mengenai keadaannya.

Abu Lahab adalah salah seorang paman Rasulullah saw. yang nama aslinya adalah ‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdul Muththalib dan nama kun-yahnya adalah Abu ‘Utaibah. Disebut Abu Lahab karena wajahnya yang memancarkan cahaya. Dia termasuk orang yang menyakiti, membenci, mencaci, dan merendahkan Rasulullah saw. dan juga agama beliau.

Imam Ahmad meriwayatkan, Ibrahim bin Abil ‘Abbas memberitahu kami, ‘Abdurrahman bin Abiz Zinad memberitahu kami, dari ayahnya, dia berkata: “Ada seseorang yang bernama Rabi’ah bin ‘Abbad dari bani ad-Dail –yang dulunya dia seorang Jahiliyyah yang kemudian masuk Islam- memberitahuku, dimana dia berkata: ‘Aku pernah melihat Nabi saw. pada masa jahiliyah di pasar Dzul Majaz, beliau bersabda: ‘Wahai sekalian manusia, katakanlah: ‘Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, niscaya kalian beruntung.’ Dan orang-orang pun berkumpul menemuinya sedang di belakangnya terdapat seseorang yang wajahnya bersinar terang, yang memiliki dua tanda mengatakan: ‘Sesungguhnya dia (Rasulullah) adalah seorang pemeluk Shabi’ah lagi pendusta.’ Dia mengikuti beliau kemana saja beliau pergi. Kemudian aku tanyakan mengenai dirinya, maka orang-orang menjawab: ‘Ini adalah pamannya, Abu Lahab.’ Kemudian diriwayatkan dari Syuraih dari Ibnu Abiz Zinad dari ayahnya, lalu dia menyebutkannya. Abuz Zinad berkata: “Aku katakan kepada Rabi’ah, ‘Apakah pada saat itu engkau masih kecil?’ Dia menjawab: ‘Tidak, demi Allah. Sesungguhnya pada saat itu aku sudah berakal.’” Diriwayatkan oleh Ahmad seorang diri.

Dengan demikian, firman Allah Ta’ala: tabbat yadaa abii lahabiw watabb, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” Yakni benar-benar merugi lagi gagal, amal perbuatan dan usahanya pun telah tersesat. ‘Watabb’ yakni binasa lagi benar-benar terbukti kerugian dan kebinasaannya.

Firman-Nya: maa aghnaa ‘an humaa luhuu wamaa kasab (tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan). Ibnu ‘Abbas dan lainnya mengatakan, wa maa kasab (dan apa yang ia usahakan) yakni anaknya. Dan hal senada juga diriwayatkan dari ‘Aisyah, Mujahid, ‘Atha’, al-Hasan, dan Ibnu Sirin. Dan disebutkan juga dari Ibnu Mas’ud bahwa ketika Rasulullah saw. mengajak kaumnya untuk beriman, Abu Lahab berkata: “Jika apa yang dikatakan oleh anak saudaraku itu benar, maka aku akan menebus diriku dari siksaan pada hari kiamat kelak dengan harta dan anakku. Maka Allah Ta’ala pun menurunkan: maa aghnaa ‘an humaa luhuu wa maa kasab (tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan).

Firman-Nya: sayashlaa naaron dzaata lahab (kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak). Yakni api yang memiliki bunga api yang besar dan daya bakarnya sangat panas. Wamro-atuhuu hammaa latal hatab (dan begitu pula istrinya , pembawa kayu bakar). Dan istrinya termasuk kaum wanita Quraisy yang terhormat, yaitu Ummu Jamil dan namanya Arwa binti Harb bin Umayyah, yang merupakan saudara Abu Sufyan, dia menjadi pembantu setia suaminya dalam kekufuran, keingkaran dan perlawanannya. Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak diapun akan menjadi pembantu suaminya dalam menjalani siksaan-Nya di Neraka Jahanam. Oleh karena itu Allah berfirman: hammaalatal hathabi fii jiidihaa hamblum mim masad (“Dan begitu [pula] istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”). yakni dia biasa membawa kayu bakar dan menyerahkannya kepada suaminya untuk menambah (berat) apa yang dia alami itu, sedang dia senantiasa siap melakukan hal tersebut.

Fii jiidihaa hablum mim masad (“Yang di lehernya ada tali dari sabut.”) Mujahid dan ‘Urwah mengatakan: “Dari sabut neraka.” Dari Mujahid, ‘Ikrimah, al-Hasan, Qatadah, ats-Tsauri, dan as-Suddi, hammaalatal hathab (“pembawa kayu bakar”) dimana istrinya ini biasa berkeliling untuk menlancarkan adu domba. Dan pendapat ini pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.

Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ‘Athiyyah al-Jadali, adl-Dlahhak, dan Ibnu Zaid: “Dia biasa meletakkan duri di jalanan (yang dilalui) Rasulullah saw.” Dan yang benar adalah pendapat pertama. Wallahu a’lam. Sa’id bin al-Musayyab mengatakan: “Dia memiliki kalung yang sangat mewah. Dan dia mengatakan: ‘Aku akan dermakan kalungku ini untuk memusuhi Muhammad.’ Yakni, sehingga Allah akan menimpakan (azab) dengan meletakkan tali di lehernya yang terbuat dari sabut neraka.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari asy-Sya’bi, dia mengatakan: “Al-Masad berarti serabut.” ‘Urwah bin az-Zubair mengatakan: “Al-Masad berarti rantai yang panjangnya 70 hasta.”

Mengenai firman-Nya: fii jiidihaa hablum mim masad (“Yang di lehernya ada tali dari sabut.”) Mujahid mengatakan: “Yakni kalung dari besi.” Sedangkan Ibnu Abi Hatim pernah meriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakr, dia berkata: “Ketika turun ayat: tabbat yadaa abii lahabiw watabb (“Binasalah kedua tangan Abu Lahab”), seorang wanita yang buta sebelah matanya, Ummu Jamil binti Harb muncul, dimana dia mempunyai lengkingan (suara) yang sangat tinggi sedang di tangannya terdapat batu. Dia mengatakan: “Mudzammaman abainaa, wadiihuhu qallainaa, wa amruhu ‘ashainaa.” (“Dia orang hina yang kami abaikan, agamanya kami remehkan, dan perintahnyapun kami durhakai.”).

Dan Rasulullah saw. duduk di sebuah masjid bersama Abu Bakr. Ketika melihatnya (istri Abu Lahab), Abu Bakr berkata: “Wahai Rasulullah, dia telah muncul sedang aku khawatir dia akan melihatmu.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhny dia tidak akan pernah melihatku.” Dan beliau membaca al-Qur’an yang berliau pegang teguh. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala: “Wa idzaa qara’tal qur-aana ja’alnaa bainaka wa bainal ladziina laa yu’minuuna bil aakhirati hijaabam masthuuraa” (“Dan apabila kamu membacakan al-Qur’an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.”) (al-Isra: 45). Kemudian dia datang sehingga berhenti dekat Abu Bakr tanpa melihat Rasulullah saw. lalu dia berkata: “Wahai Abu Bakr, sesungguhnya aku beritahu bahwa sahabatmu telah mencaciku.” Abu Bakr berkata: “Tidak. Demi Rabb Pemelihara rumah ini, dia tidak mencacimu.” Kemudian dia berpaling seraya berkata: “Kaum Quraisy telah mengetahui kalau aku anak perempuan pemukanya.”

Para ulama mengatakan: “Dan di dalam surat ini terkandung mukjizat yang sangat nyata dan dalil yang sangat jelas tentang kenabian, dimana sejak firman Allah Ta’ala ini turun: “Sayashlaa naarong dzaatal lahab. Wamra atuhuu hammaalatal hathab. Fii jiidihaa hablum mim masad.” (“Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”) (Melalui ayat ini) Allah mengabarkan bahwa keduanya akan mendapat kesengsaraan dan tidak akan beriman. Keduanya atau salah satu dari keduanya tidak akan pernah beriman, baik lahir maupun batin, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dan hal itu merupakan bukti yang paling kuat dan jelas yang menunjukkan kenabian.

Thursday, 29 September 2016

Surah An- Nashr (QS 110)


Islam memiliki keistimewaan mengaitkan antara dunia dan akhirat, antara Allah Ta’ala dan hamba, antara kemenangan, kemuliaan dan penaklukan, kembali kepada Allah Ta’ala sebelum dan sesudahnya agar manusia tidak dibiarkan berjalan bersama hawa nafsu dan syahwat, serta senantiasa berkepribadian lurus, tidak sombong, tidak terpedaya dan berbuat keji. Inilah yang kita temukan secara jelas melalui tuntunan dan perintah Allah Ta’ala untuk nabi-Nya setelah meraih berbagai kemenangan [penaklukan] yang diberikan, seperti penaklukan Mekah dan lainnya, perintah untuk bertasbih, bertahmid dan beristighfar dalam surah an-Nashr surah Madaniyyah secara ijma’.
Ibnu Abbas r.a ditanya tentang petunjuk surah ini, ia menjawab, “Ini adalah ajal Rasulullah Saw. Allah Ta’ala memberitahukan bahwa ajal beliau telah dekat bila telah melihat semua hal itu.” Selang berapa lama Umar r.a. berkata, “Yang aku tahu persis seperti yang kau sampaikan.” (HR. Sa’id bin Manshur, Ibnu Sa’ad, Al-Bukhari dan lainnya dari Ibnu Abbas r.a).
Penjelasan yang disampaikan Ibnu Abbas tentang penafsiran surah ini sama seperti yang disebutkan Ibnu Mas’ud dan murid-muridnya, Qatadah dan Dhahhak. Aisyah r.a. meriwayatkan intinya dari Nabi Saw, saat Mekah ditaklukkan dan bangsa Arab masuk Islam, Rasulullah Saw. sering mengucapkan, “Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya. Ya Allah, sungguh aku memohon ampunan kepada-Mu.” Beliau menafsirkan surah ini.” (HR. Abdur Razzaq, Al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Aisyah r.a).
Rasulullah Saw pernah bilang pada Aisyah, “Menurutku, itu tidak lain adalah tibanya ajalku.” Surah yang dimaksud adalah surah an-Nashr;

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (١) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (٢) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”
Surah ini merupakan berita gembira kemenangan untuk Nabi Saw terhadap seluruh bangsa Arab, pemberitahuan ajal dan persiapan untuk beralih menuju Kekasih Tertinggi dengan senantiasa bertasbih, bertahmid dan memohon ampunan.
Bila pertolongan Allah Ta’ala dan pembelaan-Nya terhadap semua orang yang memusuhimu, yaitu Quraisy dan seluruh bangsa Arab, telah terjadi, bila Mekah telah ditaklukkan untukmu, kemenangan telah engkau capai, agamamu meraih kemenangan dan tersebar luas, maka sucikanlah Allah Ta’ala seraya memuji-Nya atas beragam nikmat dan karunia yang diberikan padamu, mintalah ampunan untukmu dan para pengikutmu, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat hamba, agar mereka tidak putus asa dan kembali pada-Nya setelah berbuat kesalahan.
Pertolongan yang dilihat Rasulullah Saw. adalah kemenangan beliau atas Quraisy, Hawazan dan lainnya, dan kemenangan yang dimaksud adalah penaklukan Mekah, Thaif, kota-kota Hijaz dan sebagian besar kawasan Yaman. Ibnu Abdil Barr menjelaskan dalam Al-Isti’ab, tidaklah Rasulullah Saw. meninggal sementara masih ada satu orang Arab yang masih kafir. Semuanya masuk Islam, setelah Hunain dan Thaif, ada yang datang sendiri dan ada juga yang mengirim utusan. Setelah Rasulullah Saw. meninggal, terjadilah kemurtadan di mana-mana dan kembali ke agama semula. Maksudnya adalah bangsa Arab dan para penyembah berhala (kaum paganis).
Faidah firman Allah Ta’ala “Pertolongan Allah,” (an-Nashr: 1) padahal pertolongan mesti berasal dari Allah Ta’ala yaitu, pertolongan tidak laik terjadi kecuali karena taufiq dari Allah Ta’ala , tidak patut dilakukan oleh siapa pun selain Allah Ta’ala , atau tidak patut terjadi kecuali karena hikmah-Nya. Maksudnya adalah mengagungkan pertolongan tersebut. Firman Allah Ta’ala , “Apabila telah datang pertolongan Allah,” (an-Nashr: 1) adalah majaz, maksudnya bila pertolongan Allah Ta’ala telah terjadi.
Imam Ahmad, Baihaqi dan Nasa’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Saat turun ayat, ‘Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.” (an-Nashr: 1) RasuIullah Saw bersabda, ‘Kematianku telah diberitahukan kepadaku! Beliau wafat pada tahun itu.
Ibnu Umar menjelaskan, surah ini turun di Mina saat haji wada’, selanjutnya turun ayat, “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maa’idah: 3) Setelah ayat ini turun, beliau masih hidup selama delapanpuluh hari. Setelah itu turun ayat tentang Kalalah, beliau masih hidup limapuluh hari setelahnya. Lalu turun ayat, “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (at-Taubah: 128), beliau masih hidup tigapuluh lima hari setelah itu. Selanjutnya turun ayat, “Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (al-Baqarah: 281), beliau masih hidup selama duapuluh satu hari setelah itu.
Tanda-tandanya, engkau wahai Nabi melihat manusia dari kalangan Arab dan lainnya masuk ke dalam agama Allah Ta’ala yang diutuskan padamu secara berkelompok, secara bergelombang setelah sebelumnya di awalnya mereka hanya masuk satu orang satu orang, dua orang dua orang, lalu satu kabilah seluruhnya masuk Islam. Ini terjadi pada tahun kesembilan dan sepuluh hijriyah yang dikenal sebagai tahun datangnya para utusan, saat utusan-utusan Arab datang ke Madinah untuk memberitahukan mereka telah masuk Islam.
Ibnu Ishaq menjelaskan, saat Rasulullah Saw menaklukkan Mekah, sepulang dari Tabuk, Bani Tsaqif masuk Islam dan berjanji setia, datanglah berbagai utusan Arab dari berbagai wilayah. Adanya seluruh bangsa Arab memusuhi Islam pada mulanya adalah karena perintah dari kabilah Quraisy, karena mereka adalah pemimpin dan penuntun bangsa Arab saat itu, penduduk Baitullah dan tanah suci, keturunan Ismail a.s. dan pemimpin bangsa Arab.
Saat Mekah ditaklukkan, kaum Quraisy tunduk dan masuk Islam, bangsa Arab tahu mereka tidak memiliki kekuatan untuk memerangi dan memusuhi Rasulullah Saw, akhirnya mereka semua masuk ke dalam agama Allah Ta’ala secara berbondong-bondong seperti yang disampaikan Allah Ta’ala ,
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.” (an-Nashr: 1-3)
Perintah Ilahi datang untuk Nabi Saw agar bertasbih setelah kemenangan-kemenangan militer tercapai dan Islam tersebar luas. Maknanya; saat Mekah ditaklukkan dan Islam menyebar luas, bersyukurlah kepada Allah Ta’ala atas segala nikmat yang diberi dengan menunaikan shalat, memahasucikan-Nya dari semua yang tidak laik bagi-Nya, memahasucikan-Nya dari ingkar janji berupa kemenangan yang pernah dijanjikan padamu, sandingkan pujian dengan bertasbih, maksudnya satukan keduanya, karena kemenangan tersebut mengharuskan untuk memuji Allah Ta’ala atas anugerah dan karunia agung yang Ia beri.
Mintalah ampunan dari Allah Ta’ala untukmu, seraya merendahkan diri untuk-Nya dan menganggap amalanmu pendek sebagai pengajaran bagi umatmu. Mintakan pula ampunan untuk para pengikutmu dari kalangan orang-orang mukmin atas keresahan dan ketakutan karena pertolongan tidak kunjung tiba yang mereka rasakan, karena Allah Ta’ala menerima tobat orang-orang yang memohon ampunan pada-Nya, menerima tobat dan merahmati mereka dengan menerima tobat mereka. Ia Maha menerima tobat hamba agar mereka tidak putus asa dan kembali pada-Nya setelah berbuat salah.
Ibnu Katsir,  dalam tafsirnya menjelaskan:
Setelah turun surah an-Nashr ini,  Rasulullah  Saw lebih bersungguh-sungguh lagi dalam beramal untuk akhiratnya. Adapun yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas r.a dan Umar r.a, bahwa surah ini memberitahukan tentang dekatnya kematian Rasulullah Saw., maka maksud ayat ialah, “Ketahuilah oleh kamu Muhammad, bahwa bila engkau telah menaklukan kota Mekah, yaitu kampung halaman yang telah mengeluarkan kamu, dan orang-orang sudah masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka perhatian Kami kepadamu di dunia telah berakhir, lalu bersiap-siaplah untuk menghadap Kami.  Sebab, akhirat adalah lebih baik bagimu daripada dunia. Dan kelak, Tuhanmu akan memberimu pemberian sehingga kamu akan puas.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di,  dalam tafsirnya menjelaskan:
a.   Dalam surah yang mulia ini (an-Nashr) terdapat berita gembira dan sekaligus perintah untuk Rasul-Nya pada saat berita gembira itu terwujud, serta terdapat sebuah isyarat dan peringatan akan beberapa hal yang disebabkan olehnya.   Berita gembira yang dimaksud adalah berita gembira pertolongan Allah Ta’ala untuk Rasul-Nya, penaklukkan Makkah dan masuknya orang-orang “ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong.” Sedangkan perintah setelah terwujudnya kemenangan dan penaklukan adalah perintah Allah untuk Rasul-Nya agar bersyukur kepada Allah atas hal itu serta memahasucikan dengan memuji-Nya dan memohon ampunan pada-Nya.
b.   Berkaitan dengan isyarat, terdapat dua isyarat dalam ayat ini:
Isyarat pertama, isyarat bahwa kemenangan akan terus berlangsung bagi Islam dan semakin bertambah manakala terwujud tasbih (memahasucikan) Allah dengan memuji-Nya dan memohon ampunan pada-Nya dari Rasul-Nya, karena hal ini termasuk rasa syukur, dan Allah Ta’ala berfirman,  “Sungguh jika kalian bersyukur, pasti Kami akan tambahkan (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).
Hal itu telah terwujud di masa Khulafa’ Rasyidin dan generasi setelahnya dari umat ini. Dan pertolongan Allah Ta’ala senantiasa berlangsung hingga Islam mencapai apa yang tidak bisa dicapai oleh agama-agama lain dan banyak orang yang masuk ke dalam Islam dalam jumlah yang belum pernah ada pada agama lain, hingga terjadilah pembangkangan terhadap perintah Allah Ta’ala dalam umat ini sehingga mereka tertimpa perpecahan dan terjadilah apa yang terjadi. Meski demikian, umat dan agama ini tetap memiliki rahmat dan kelembutan Allah Ta’ala yang tidak pemah terlintas di benak atau berlalu dalam khayalan.
Isyarat kedua, adalah dekatnya ajal Rasulullah Saw. Alasannya adalah karena usia beliau adalah usia mulia yang dengannya Allah SWT bersumpah, dan Allah telah memberitahukan bahwa hal-hal utama itu ditutup dengan istighfar seperti shalat, haji, dan lainnya. Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk bertahmid dan beristighfar dalam kondisi itu sebagai sebuah isyarat bahwa ajal beliau sudah dekat. Hendaklah beliau mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Rabb beliau dan menutup usianya dengan sesuatu paling istimewa yang beliau miliki. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan pada beliau. Rasulullah Saw menafsirkan al-Qur’an dan mengucapkan tasbih dan istighfar dalam shalat. Beliau banyak membaca ketika rukuk dan sujud,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي
“Mahasuci Engkau, dan dengan memuji-Mu Allah, Rabb kami. Ya Allah, ampunilah aku.” (diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim)  

Hikmah dan Pelajaran:

  1. Surah an-Nashr ini diturunkan kepada Rasulullah Saw sebagai berita gembira atas perjuangan beliau dalam mendakwahkan Islam, yaitu dengan berbagai kemenangan dalam penaklukan wilayah dan banyaknya yang memeluk Islam serta penaklukan Mekah dengan cara damai.
  2. Turunnya surah an-Nashr ini merupakan isyarat akan dekatnya ajal Rasulullah Saw, dan telah sempurnanya perjuangan Rasulullah Saw menyampaikan risalah, sehingga sudah saatnya bagi beliau mempersiapkan diri untuk menghadap Allah Ta’ala .
  3. Allah Ta’ala akan selalu menolong dan memberi kemenangan kepada hamba-hambaNya yang selalu berjuang untuk mendakwahkan Islam dan meninggikan kalimat-kalimatNya.
  4. Perintah Allah Ta’ala kepada kita agar berdzikir kepada-Nya dengan memperbanyak tasbih dan tahmid
  5. Perintah Allah Ta’ala kepada kita agar memperbanyak memohon ampunan (istighfar) dan bertaubat kepada Allah Ta’ala serta mempersiapkan bekal sebaik-baiknya untuk menghadap Allah Ta’ala. Kita tidak tahu kapan ajal menjemput, berbeda dengan Rasulullah Saw yang telah diberi isyarat dekatnya ajal beliau.
Referensi:
  1. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith jilid 3;
  2. Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyil Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir jilid 4;
  3. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan.

Wednesday, 28 September 2016

Surah Alkafirun (Q S 109)

https://i.ytimg.com/vi/EKL6z0nyIoI/maxresdefault.jpg
Diriwayatkan bahwa setelah para pemimpin Quraisyberputus asa menghadapi Nabi, mereka mendatangi beliau. Mereka melihat adanya kebaikan dalam dakwah beliau namun mereka enggan mengikutinya karena kecintaan mereka bertaqlid buta. Mereka berkata, “Marilah, kami menyembah Tuhanmu untuk suatu masa dan kamu menyembah Tuhan kami untuk suatu masa. Dengan demikian ada perdamaian di antara kita dan permusuhan lenyap. Jika pada ibadah kami ada kebenaran Anda bisa mengambil sebagian dan jika pada ibadahmu ada kebenaran kami mengambilnya. Maka surat ini turun untuk membantah mereka dan memupus harapan mereka.


Ya Muhammad, katakan kepada orang-orang kafir yang tidak ada kebaikannya sedikit pun pada mereka dan tidak ada harapan untuk beriman. Katakan kepada mereka, aku tidak menyembah apa yang kalian sembah. Sebab kalian menyembah tuhan-tuhan yang kalian jadikan sebagai perantara kepada Allah yang Esa lagi Maha Perkasa. Kalian menyembah tuhan-tuhan yang kalian kira terwujud dalam bentuk patung atau berhala. Sedangkan aku menyembah Tuhan yang Esa, Satu, Tunggal, Tempat bergantung yang tidak perlu istri dan anak, tiada yang menyamai dan tiada pesaing. Tidak terwujud dalam fisik atau pribadi seseorang. Tidak membutuhkan perantara dan tidak ada yang mendekati-Nya melalui makhluk. Sarana yang mendekatkan seseorang kepada-Nya hanyalah ibadah. Jadi, antara apa yang aku sembah dan kalian sembah sangat berbeda. Maka aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah.

Hai orang-orang kafir yang mantap dengan kekafiran. Aku tidak menggunakan cara ibadah kalian dan kalian tidak menggunakan cara ibadahku. Ayat 2 dan 3 menunjukkan perbedaan antar kedua Tuhan yang disembah. Nabi menyembah Allah sedangkan mereka menyembah patung dan berhala berikut perantara lainnya. Sementara ayat 4 dan 5 menunjukkan perbedaan ungkapan. Ibadah Nabi itu murni dan tidak terkontaminasi oleh kesyirikan serta jauh dari ketidaktahuan tentang Tuhan yang disembah itu. Ibadah kalian penuh dengan kesyirikan juga tawasul tanpa usaha. Bagaimana mungkin kedua jenis ibadah ini bisa bertemu. Sebagian ulama berkata, membantah pengulangan pada surat ini. Pengertiannya, aku tidak menyembah apa yang kalian di masa lalu demikian pula kalian, tidak menyembah apa yang aku sembah. Jelas dan akhirnya sama.
Bagi kalian agama kalian termasuk dosanya kalian tanggung sendiri dan bagi kami agama kami, aku bertanggung jawab terhadap memikul bebannya. Kedua ungkapan untuk menguatkan ungkapan sebelumnya.


Kolerasi Dengan Surat Sebelumnya

Allah memerintahkan pada surat yang lalu untuk mengikhlaskan ibadah hanya bagi Allah Subhanahuwata’ala yang tiada sekutu baginya. Pada surat tauhid dan al bara atau minasy syirk ini disebutkan jelas tentang kekhususan peribadatan kepada Allah Subhanahuwata’ala dan tidak boleh dicampur adukan dengan peribadatan kaum kafir Nabi hanya akan menyembah kepada Rabbnya saja dan tidak akan menyembah berhala – berhala yang mereka sembah. beliau sangat keras dalam hal ini dengan mengulangi dan menegaskan prinsipnya, kemudian berakhir dengan pernyataan bahwa bagi beliau agama beliau dan bagi mereka agamanya sendiri.

Friday, 23 September 2016

Surat Al Kautsar (QS 1o8)

 
Hasil gambar untuk kaligrafi al kautsar
 
Surat Al-Kautsar merupakan surat paling pendek dalam Al-Qur’an yaitu hanya terdiri dari 3 ayat saja, meskipun demikian ternyata ada kekuatan rahasia Surat Al-Kautsar yang sangat besar dan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Surat yang diturunkan di Makkah ini merupakan surat pelipur lara karena surat ini diturunkan kepada Rosulullah saat beliau bersedih setelah kehilangan dua orang yang sangat disayanginya. Surat terpendek ini memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi manusia. Apa sajakah khasiat dari surat Al-Kautsar?

Surat Al-Kautsar merupakan surat paling pendek dalam Al-Qur’an yaitu hanya terdiri dari 3 ayat saja, meskipun demikian ternyata ada kekuatan rahasia Surat Al-Kautsar yang sangat besar dan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Surat yang diturunkan di Makkah ini merupakan surat pelipur lara karena surat ini diturunkan kepada Rosulullah saat beliau bersedih setelah kehilangan dua orang yang sangat disayanginya. Surat terpendek ini memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi manusia. Apa sajakah khasiat dari surat Al-Kautsar?



Inilah Kekuatan Rahasia Surat Al-Kautsar Dalam Kehidupan
Dalam Al-Qur’an terkandung satu surat terpendek yaitu surat Al-Kautsar yang memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi manusia jika diamalkan. Berikut beberapa khasiat surat Al-Kautsar dalam kehidupan:

1. Jika saat hujan Anda membaca surat Al-Kautsar kemudian dilanjutkan dengan memanjatkan do’a, maka semua do’a yang kita panjatkan akan dikabulkan oleh Allah SWT.

2. Saat kita merasa sangat haus tetapi tidak ada air yang dapat diminum, bacalah surat Al-Kautsar ini kemudian gosoklah leher Anda maka rasa dahaga Anda akan hilang seketika meskipun tanpa meminum seteguk air.

3. Surat Al-Kautsar ini dapat menjadi obat penyakit mata seperti bengkak, berair, dan gatal-gatal. Caranya yaitu dengan mengambil segelas air tawar kemudian bacakan surat Al-Kautsar sebanyak 10 kali diatas segelas air tawar tadi kemudian sapukan air itu kebagian mata yang sakit maka InsyaAllah penyakit mata Anda akan sembuh.

4. Dapat menemukan letak sihir yang diletakkan dalam rumah, caranya yaitu dengan membacakan surat Al-Kautsar ini sebanyak 10 kali didalam rumah maka niscaya Anda dapat melihat dimana letak sihir yang ada dalam rumah Anda.

5. Menambah rezeki baik itu dari segi materi maupun dari segi kesehatan, caranya yaitu dengan membaca surat Al-kautsar sebanyak 1000 kali secara rutin setiap hari maka niscaya rezeki Anda akan semakin baik melalui ikhtiar bekerja dengan rajin. Inilah salah satu rahasia di balik QS Al-Kautsar.

6. Jika seseorang rajin dan merutinkan membaca surat Al-Kautsar setiap hari maka hati akan semakin tentram dan lembut serta sholat kita akan semakin khusyu’.

7. Jika seseorang sedang mengalami aniaya dan dipenjara maka bacalah surat Al-Kautsar sebanyak 71 kali maka Allah akan segera menolongnya dan memberikan kemudahan untuk mengungkap kebenarannya.

8. Setiap orang yang membaca surat Al-Kautsar meskipun satu kali maka Allah akan memberikan minuman kepadanya dari air yang berasal dari sungai di syurga.

9. Jika sebelum tidur membaca surat Al-Kautsar sebanyak 7 kali maka Allah akan membangunkannya di jam yang dia inginkan.

10. Rahasia di balik surat Al-Kautsar selanjutnya adalah jika setiap orang yang membaca surat Al-Kautsar berada pada kondisi ketakutan maka Allah melindungi semua kebajikannya.

11. Jika membaca surat Al-Kautsar sebanyak 3 kali sebelum menemui orang yang sangat ditakuti atau orang yang membenci kita maka niscaya orang yang ditakuti itu akan menjadi lembut dan luluh hatinya.

12. Dapat menyembuhkan orang sakit yaitu dengan membacakan surat Al-Kautsar pada segelas air kemudian air itu diminumklan kepada orang yang sedang sakit maka niscaya orang itu akan sembuh dari penyakitnya.

13. Jika membaca surat Al-Kautsar bersama dengan pasangan saat sholat tahajjud maka niscaya hubungan akan semakin mesra dan menjadi pasangan yang sakinah mawaddah warohmah.

Itulah beberapa informasi seputar kekuatan rahasia Surat Al-Kautsar yang sangat besar jika diamalkan oleh semua orang.
Jangan lupa,... semua ini baru terwujud jika sholat lima waktu dikerjakan dengan baik dan benar.

Thursday, 28 July 2016

Surah Al- Maun (QS 107)


أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)

Artinya :

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (2) dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (3) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (4) (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, (5) orang-orang yang berbuat ria. (6) dan enggan (menolong dengan) barang berguna.(7)



      Surat al-Ma’un terdiri dari 7 ayat. Diturunkan di Mekah dan termasuk surat Makiyah. Kata “al-Maun” diambil dari ayat terakhir yang berarti barang berguna. Surat Al-Ma’un mempunyai beberapa nama, yaitu : ad-Din (agama, pembalasan), at-Takdzib (dusta/ kebohongan), al-Yatim (anak yatim), dan ara’aita (tahukah kamu). Surat ini adalah wahyu ke-17 yang diterima Nabi Muhammad. Ia turun setelah surat al-Takatsur dan sebelum al-Kafirun.

      Surat ini turun berkaitan dengan salah seorang kaum Kafir Mekah yang setiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika, seorang anak yatim datang meminta sedikit daging yang telah disembelih itu. Namun, ia tidak diberinya bahkan dihardik dan diusir.

      Menurut al-Biqa’i, surat ini diturunkan sebagai peringatan bagi mereka yang mengingkari datangnya hari kebangkitan. Karena pengingkaran terhadap hari kebangkitan adalah sumber dari segala kejahatan. Dan akan mendorong manusia untuk melakukan berbagai akhlak yang buruk dan melecehkan kebajikan.

      Surat al-Ma’un menjelaskan tentang beberapa bentuk sikap dan perbuatan yang dapat digolongkan sebagai mendustakan agama. Perbuatan-perbuatan tersebut adalah :

a.       Menghardik anak yatim dan tidak mau menolong orang miskin yang sedang kelaparan. Mereka disebut demikian karena menduga bahwa berbuat baik kepada anak yatim dan membantu orang miskin tidak menghasilkan apa-apa. Ini berarti mereka mengingkari adanya hari pembalasan. Padahal agama memerintahkan untuk percaya kepada datangya hari pembalasan. Dan orang yang mengingkari adanya hari pembalasan biasanya akan berlaku seenaknya. Dan perbuatan dosa telah menjadi teman hidupnya yang berujung pada kerugian, baik untuk dirinya maupun orang yang ada di sekitarnya. Dan pada akhirnya akan membuat kerusakan tatanan masyarakat yang lebih luas.

b.      Mereka yang melalaikan makna shalatnya. Yaitu mereka yang melaksanakan shalat hanya bertujuan untuk riya’ dan mencari pujian orang lain. Perbuatan riya inilah yang menyebabkan manusia kemudian menjadi sombong. Mereka lupa bahwa shalat adalah ibadah yang bertujuan menghilangkan sifat sombong tersebut. Oleh karena itu sifat riya digolongkan sebagai perbuatan syirik kecil, sebagaimana sabda Nabi Saw :

اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ : الرِّيَاءُ      

      Artinya :

“Sesuatu yang sangat aku takutkan akan menimpa kalian ialah syirik kecil. Nabi lalu ditanya apa itu syirik kecil, kemudian beliau menjawab : riya.” (HR. Ahmad)

            Perbuatan riya’ dikatergorikan sebagai syirik kecil karena di dalamnya mengandung sifat takabur (sombong). Dan orang yang sombong adalah orang yang memuji dirinya sendiri secara berlebihan. Sehingga meniadakan keberadaan Allah yang merupakan sumber dari semua yang ia banggakan. Seakan-akan semuanya adalah hasil usahanya sendiri bukan dari Allah.

            Sebab yang kedua sehingga seseorang dianggap telah melalaikan makna shalat adalah enggan memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan.  Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, yang dimaksud dari kata al-Ma’un dalam ayat ini adalah bantuan yang kecil sifatnya. Sehingga menurut beliau memberikan bantuan yang kecil saja mereka enggan, apalagi bantuan yang besar. Alangkah kikirnya orang yang demikian.

            Kedua hal diatas merupakan tanda-tanda tidak menghayati makna dan tujuan shalat. Karena sesungguhnya shalat berisikan doa (permohonan). Orang yang berdoa berarti menyatakan dirinya lemah dan butuh bantuan. Oleh karena itu tidak pantas bagi mereka yang shalat untuk berbuat riya’ dan enggan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan. Padahal mereka sendiri adalah orang-orang yang membutuhkan pertolongan Allah. Sungguh orang yang seperti ini tidak tahu diri. Sama-sama membutuhkan pertolongan namun tidak mau menolong sesama yang membutuhkan.

                  Jadi, dapat disimpulkan bahwa seseorang dianggap telah menjalankan shalat dengan sempurna apabila telah memenuhi dua syarat berikut:

o   ikhlas melakukannya karena Allah

o   merasakan kebutuhan yang dirasakan orang-orang lemah dan bersedia membantu mereka

Dengan demikian, semakin jelas bahwa agama Islam menuntut kebersihan jiwa, kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan kerjasama antara sesama makhluk Allah. Karena tanpa itu semua, mereka yang shalat pun akan dinilai sebagai orang yang telah mendustakan agama dan mengingkari hari kebangkitan.