...semoga semua pihak yang terlibat dengan tulisan ini medampat pahala dari Allah, penulis maupun yg membaca Nya...Insya Allah...amin....

freej

Thursday, 13 October 2016

Surat Al-Ikhlas (QS 112)

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki Anshar pernah menjadi imam di masjid Quba. Setiap kali hendak membuka surat yang akan dibacakan kepada makmum dalam shalat, dia selalu memulai dengan membaca qul huwallahu ahad… Setelah selesai membacanya, barulah dia membaca surat yang lain. Dia melakukan hal itu di setiap rakaat. Terjadilah perbincangan di kalangan para sahabat. Mereka mengatakan, “Engkau membuka bacaan dengan surat ini, kemudian engkau tidak cukup membaca surat ini saja, tetapi engkau baca pula surat yang lain. Yang harus kamu lakukan adalah membaca surat itu, atau meninggalkannya dan diganti dengan surat yang lain.” Dia mengatakan, “Aku tidak akan meninggalkannya. Bila kalian suka aku mengimami kalian seperti itu, maka aku akan melakukannya, bila tidak maka aku tidak akan lagi mengimami kalian.” Sedangkan mereka ketika itu berpendapat bahwa dia adalah orang utama di kalangan mereka dan mereka tidak suka bila diganti oleh orang lain. Ketika Nabi datang menjumpai mereka, lalu mereka ceritakan semuanya kepada beliau. Setelah itu beliau bersabda, “Hai fulan, apa sebabnya engkau tidak mau mengikuti perintah kawan-kawanmu. Dan, apa yang menyebabkan kamu mesti membacanya dalam setiap rakaat?” Orang itu menjawab, “Aku sangat menyukainya.” Kemudian Rasulullah bersabda lagi, “Kecintaanmu terhadap surat ini akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Dalam riwayat Imam Bukhari dari Abu Sa’id diceritakan, “Ada seseorang mendengar orang lain membaca surat al-Ikhlas dan dia mengulang-ulangnya. Ketika waktu pagi tiba, dia ceritakan hal itu kepada Nabi Saw.. Seolah-olah laki-laki itu merasa kurang puas dengan satu kali baca. Maka Nabi pun bersabda, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Surat itu sama dengan sepertiga al-Quran.”
Sahabatku, surat al-Ikhlas itu pendek, hanya terdiri dari tiga ayat. Membacanya saja membutuhkan waktu tidak lebih dari sepuluh detik. Tapi, kandungan dan keutamaannya sungguh luar biasa besarnya. Menurut sebuah riwayat, sepuluh kali membaca surat ini, Allah akan membangunkan baginya istana di surga. Bahkan, isinya adalah sepertiga al-Quran. Mengapa bisa demikian? Karena, al-Quran sendiri terdiri dari tiga bagian utama: Aqidah, syariat, dan ibadah. Surat al-Ikhlas mengangkat tema aqidah ini. Dakwah tauhid adalah dakwah yang abadi, para Nabi sejak Nabi Adam As. hingga Nabi Muhammad Saw. tidak pernah merubah dakwah ini.
Mungkin saja ada yang berkata, “Jika demikian adanya, lebih baik aku membaca surat al-Ikhlas saja setiap kali shalat.” Perkataan ini berpulang pada dirinya, apakah membacanya karena cinta atau karena malas. Kalau karena cinta, ia akan meresapi maknanya, antusias dalam membacanya, dan mengejewantahkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita mencermati kisah di atas, kita akan melihat bahwa sahabat Nabi itu – ketika dalam shalatnya – membaca al-Ikhlas kemudian membaca surat yang lain. Jika kita mengikuti syariat ini, maka, seharusnya, surat yang lain juga dibaca. Kita jangan mencukupkan diri hanya dengan membaca atau menghafal surat al-Ikhlas, karena al-Quran terdiri dari 114 surat dan semuanya bermanfaat untuk dibaca. Kalau niat kita karena malas dalam beramal dan ingin cepat menyelesaikan kewajiban shalat, kita tidak akan mampu untuk khusyu dan meresapi bacaan itu.
Mari kita resapi makna surat al-Ikhlas berikut ini:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa.” Artinya, Dia adalah Satu dan Tunggal, yang tidak mempunyai bandingan, wakil, saingan, yang menyerupai dan menyamai-Nya. Dan, lafal ini tidak boleh digunakan kecuali hanya kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Maha Sempurna dalam semua sifat dan perbuatan-Nya.
اللَّهُ الصَّمَدُ “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Ibnu Abbas Ra. mengatakan, “Ash-Shamad ialah Yang semua makhluk menyandarkan diri kepada-Nya dalam setiap kebutuhan dan permasalahan mereka.” Dan mereka mengatakan bahwa ash-shamad itu adalah Yang Dipertuan. Dan, yang tidak mempunyai kerongkongan. Tidak makan dan tidak minum. Dialah yang akan tetap ada setelah makhluk-Nya tiada. Semua makna ini adalah benar. Karena, ke semuanya itu merupakan sifat Tuhan kami Yang Maha Gagah lagi Perkasa.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,” yaitu tidak mempunyai anak, ayah, dan istri.
Mujahid mengatakan, وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia,” yaitu tidak ada satu pun tandingan dari makhluk-Nya yang akan menyaingi-Nya, atau yang mendekati kedudukan-Na. Allah Maha Tinggi dan Maha Suci dari semua itu. “Pencipta langit dan bumi. Bagaimana mungkin Dia mempunyai seorang putra, padahal Dia tidak mempunyai seorang pun istri. Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu.”
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا {88} لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا {89} تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ اْلأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا {90} أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا {91} وَمَايَنبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا {92} إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ إِلآ ءَاتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا {93} لَّقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا {94} وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.’ Sesungguhnya, kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Tidak layak bagi Allah Yang Maha Pemurah mempunai anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah selaku hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan, tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 88-95)
Dikemukakan dalam shahih Bukhari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada yang paling sabar atas ucapan yang menyakitkan yang melebihi kesabaran Allah. Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak, tetapi Allah tetap memberikan rezeki dan memaafkan mereka.” (Dr. Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jil. 4, hlm. 1076-1077, Cet. V 2005, GIP).
Membaca al-Ikhlas berulang kali dengan segenap jiwa dan perasaan, membantu kita untuk bertauhid, lebih dekat dan mengenal Allah Swt.. Karena dengan dekat dan mengenal-Nya, keinginan kita untuk beramal semakin kuat dan keimanan kita semakin naik. Tauhid adalah landasan pertama kita berpijak dan berangkat. Tanpa masuk ke dalam tauhid, amal kita sia-sia, seperti halnya debu yang berada di batu yang licin kemudian ditiup angin.
Mulai hari ini, marilah kita biasakan membaca surat al-Ikhlas setiap hari, minimal pada pagi dan sore (al-Ma’tsurat). Barangsiapa yang mencintai Allah, tentu dia mencintai al-Ikhlas. Dan, barangsiapa yang mencintai al-Ikhlas, tentu dia mencintai Allah, sebagaimana yang terjadi pada diri para sahabat Rasulullah Saw..

No comments:

Post a Comment