“1.
Binasalah kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. 2.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. 3.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. 4. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. 5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”
(al-Lahab: 1-5)
(al-Lahab: 1-5)
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi saw. pernah
pergi ke tanah lapang, lalu beliau mendaki bukit seraya berseru: “Wahai
sekalian kaum.” Kemudian orang-orang Quraisy berkumpul mendatangi
beliau, kemudian beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian jika aku
memberitahu kalian bahwa musuh akan menyerang kalian di pagi atau sore
hari, apakah kalian mempercayaiku?” “Ya,” jawab mereka. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian akan adzab
yang sangat pedih.”
Lalu Abu Lahab berkata: “Apakah untuk ini engkau kumpulkan kami?
Kebinasaanlah bagimu.” Lalu Allah menurunkan tabbat yadaa abii lahabiw
watabb (binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa). Yang pertama sebagai kutukan baginya, sedangkan yang kedua
sebagai pemberitahuan mengenai keadaannya.
Abu Lahab adalah salah seorang paman Rasulullah saw. yang nama
aslinya adalah ‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdul Muththalib dan nama kun-yahnya
adalah Abu ‘Utaibah. Disebut Abu Lahab karena wajahnya yang memancarkan
cahaya. Dia termasuk orang yang menyakiti, membenci, mencaci, dan
merendahkan Rasulullah saw. dan juga agama beliau.
Imam Ahmad meriwayatkan, Ibrahim bin Abil ‘Abbas memberitahu kami,
‘Abdurrahman bin Abiz Zinad memberitahu kami, dari ayahnya, dia berkata:
“Ada seseorang yang bernama Rabi’ah bin ‘Abbad dari bani ad-Dail –yang
dulunya dia seorang Jahiliyyah yang kemudian masuk Islam- memberitahuku,
dimana dia berkata: ‘Aku pernah melihat Nabi saw. pada masa jahiliyah
di pasar Dzul Majaz, beliau bersabda: ‘Wahai sekalian manusia,
katakanlah: ‘Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Allah, niscaya kalian beruntung.’ Dan orang-orang pun berkumpul
menemuinya sedang di belakangnya terdapat seseorang yang wajahnya
bersinar terang, yang memiliki dua tanda mengatakan: ‘Sesungguhnya dia
(Rasulullah) adalah seorang pemeluk Shabi’ah lagi pendusta.’ Dia
mengikuti beliau kemana saja beliau pergi. Kemudian aku tanyakan
mengenai dirinya, maka orang-orang menjawab: ‘Ini adalah pamannya, Abu
Lahab.’ Kemudian diriwayatkan dari Syuraih dari Ibnu Abiz Zinad dari
ayahnya, lalu dia menyebutkannya. Abuz Zinad berkata: “Aku katakan
kepada Rabi’ah, ‘Apakah pada saat itu engkau masih kecil?’ Dia menjawab:
‘Tidak, demi Allah. Sesungguhnya pada saat itu aku sudah berakal.’”
Diriwayatkan oleh Ahmad seorang diri.
Dengan demikian, firman Allah Ta’ala: tabbat yadaa abii lahabiw
watabb, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa.” Yakni benar-benar merugi lagi gagal, amal perbuatan dan
usahanya pun telah tersesat. ‘Watabb’ yakni binasa lagi benar-benar
terbukti kerugian dan kebinasaannya.
Firman-Nya: maa aghnaa ‘an humaa luhuu wamaa kasab (tidaklah
berfaedah baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan). Ibnu ‘Abbas
dan lainnya mengatakan, wa maa kasab (dan apa yang ia usahakan) yakni
anaknya. Dan hal senada juga diriwayatkan dari ‘Aisyah, Mujahid, ‘Atha’,
al-Hasan, dan Ibnu Sirin. Dan disebutkan juga dari Ibnu Mas’ud bahwa
ketika Rasulullah saw. mengajak kaumnya untuk beriman, Abu Lahab
berkata: “Jika apa yang dikatakan oleh anak saudaraku itu benar, maka
aku akan menebus diriku dari siksaan pada hari kiamat kelak dengan harta
dan anakku. Maka Allah Ta’ala pun menurunkan: maa aghnaa ‘an humaa
luhuu wa maa kasab (tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan apa
yang ia usahakan).
Firman-Nya: sayashlaa naaron dzaata lahab (kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak). Yakni api yang memiliki bunga api yang besar
dan daya bakarnya sangat panas. Wamro-atuhuu hammaa latal hatab (dan
begitu pula istrinya , pembawa kayu bakar). Dan istrinya termasuk kaum
wanita Quraisy yang terhormat, yaitu Ummu Jamil dan namanya Arwa binti
Harb bin Umayyah, yang merupakan saudara Abu Sufyan, dia menjadi
pembantu setia suaminya dalam kekufuran, keingkaran dan perlawanannya.
Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak diapun akan menjadi pembantu
suaminya dalam menjalani siksaan-Nya di Neraka Jahanam. Oleh karena itu
Allah berfirman: hammaalatal hathabi fii jiidihaa hamblum mim masad
(“Dan begitu [pula] istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada
tali dari sabut.”). yakni dia biasa membawa kayu bakar dan
menyerahkannya kepada suaminya untuk menambah (berat) apa yang dia alami
itu, sedang dia senantiasa siap melakukan hal tersebut.
Fii jiidihaa hablum mim masad (“Yang di lehernya ada tali dari
sabut.”) Mujahid dan ‘Urwah mengatakan: “Dari sabut neraka.” Dari
Mujahid, ‘Ikrimah, al-Hasan, Qatadah, ats-Tsauri, dan as-Suddi,
hammaalatal hathab (“pembawa kayu bakar”) dimana istrinya ini biasa
berkeliling untuk menlancarkan adu domba. Dan pendapat ini pula yang
menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ‘Athiyyah al-Jadali,
adl-Dlahhak, dan Ibnu Zaid: “Dia biasa meletakkan duri di jalanan (yang
dilalui) Rasulullah saw.” Dan yang benar adalah pendapat pertama.
Wallahu a’lam. Sa’id bin al-Musayyab mengatakan: “Dia memiliki kalung
yang sangat mewah. Dan dia mengatakan: ‘Aku akan dermakan kalungku ini
untuk memusuhi Muhammad.’ Yakni, sehingga Allah akan menimpakan (azab)
dengan meletakkan tali di lehernya yang terbuat dari sabut neraka.” Ibnu
Jarir meriwayatkan dari asy-Sya’bi, dia mengatakan: “Al-Masad berarti
serabut.” ‘Urwah bin az-Zubair mengatakan: “Al-Masad berarti rantai yang
panjangnya 70 hasta.”
Mengenai firman-Nya: fii jiidihaa hablum mim masad (“Yang di lehernya
ada tali dari sabut.”) Mujahid mengatakan: “Yakni kalung dari besi.”
Sedangkan Ibnu Abi Hatim pernah meriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakr,
dia berkata: “Ketika turun ayat: tabbat yadaa abii lahabiw watabb
(“Binasalah kedua tangan Abu Lahab”), seorang wanita yang buta sebelah
matanya, Ummu Jamil binti Harb muncul, dimana dia mempunyai lengkingan
(suara) yang sangat tinggi sedang di tangannya terdapat batu. Dia
mengatakan: “Mudzammaman abainaa, wadiihuhu qallainaa, wa amruhu
‘ashainaa.” (“Dia orang hina yang kami abaikan, agamanya kami remehkan,
dan perintahnyapun kami durhakai.”).
Dan Rasulullah saw. duduk di sebuah masjid bersama Abu Bakr. Ketika
melihatnya (istri Abu Lahab), Abu Bakr berkata: “Wahai Rasulullah, dia
telah muncul sedang aku khawatir dia akan melihatmu.” Maka Rasulullah
saw. bersabda: “Sesungguhny dia tidak akan pernah melihatku.” Dan beliau
membaca al-Qur’an yang berliau pegang teguh. Sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah Ta’ala: “Wa idzaa qara’tal qur-aana ja’alnaa
bainaka wa bainal ladziina laa yu’minuuna bil aakhirati hijaabam
masthuuraa” (“Dan apabila kamu membacakan al-Qur’an niscaya Kami adakan
antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat,
suatu dinding yang tertutup.”) (al-Isra: 45). Kemudian dia datang
sehingga berhenti dekat Abu Bakr tanpa melihat Rasulullah saw. lalu dia
berkata: “Wahai Abu Bakr, sesungguhnya aku beritahu bahwa sahabatmu
telah mencaciku.” Abu Bakr berkata: “Tidak. Demi Rabb Pemelihara rumah
ini, dia tidak mencacimu.” Kemudian dia berpaling seraya berkata: “Kaum
Quraisy telah mengetahui kalau aku anak perempuan pemukanya.”
Para ulama mengatakan: “Dan di dalam surat ini terkandung mukjizat
yang sangat nyata dan dalil yang sangat jelas tentang kenabian, dimana
sejak firman Allah Ta’ala ini turun: “Sayashlaa naarong dzaatal lahab.
Wamra atuhuu hammaalatal hathab. Fii jiidihaa hablum mim masad.” (“Kelak
dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”)
(Melalui ayat ini) Allah mengabarkan bahwa keduanya akan mendapat
kesengsaraan dan tidak akan beriman. Keduanya atau salah satu dari
keduanya tidak akan pernah beriman, baik lahir maupun batin, secara
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dan hal itu merupakan bukti
yang paling kuat dan jelas yang menunjukkan kenabian.
No comments:
Post a Comment