Pernah diucapkan oleh Abu Jahal di
hadapan kaum Quraisy suatu saat¸ “Sesungguhnya kami tidak mendustaimu,
tapi yang kami dustakan adalah apa yang kamu bawa (Ad-Quaan)”.
Untuk melihat karakter orang-orang musyrik Quraisy mendustakan risalah yang dibawa Nabi Muhammad Saw., adalah dengan mengkaji ayat-ayat Allah yang memberikan tentang karakter dan perilaku mereka. Surat An-Naba’ adalah salah satu surat yang isinya memberikan ihwal tersebut, tepatnya ayat 1-16. Di dalam ayat tersebut tak hanya ungkapan orang-orang musyrik saja yang diuraikan, tapi juga jawaban Allah tentang kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Penulis di dalam artikel ini akan mengupas tentang tafsir ayat-ayat tersebut. Harapannya, biar tampak jelas bagi kita bahwa "karakter dan perilaku orang-orang yang mendustakan ajaran agama Islam tak jauh berbeda, dari dulu hingga sekarang".
Keistimewaan Membaca Surat An-Naba’
Sebelum penulis menguraikan tafsir ayat tersebut, di dalam kitab al-Kasy-syaf, Imam Zamakhsyari mencantumkan hadis yang menjelaskan keutamaan membaca surat an-Naba’ adalah, “Siapa yang membaca surat ‘amma yatasaa-alun, Allah akan menuangkan minuman yang sejuk baginya di Hari Kiamat kelak.” Di dalam hadis lain, yang terdapat di dalam buku Terapi Juz ‘Amma, Kholilur Rohim menuliskan hadis yang berisi sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang membaca surat ‘Amma Yatasaa-alun dan membiasakannya setiap hari, pada tahun itu juga ia akan diberi kemampuan untuk berziarah ke Baitul Haram.”
Untuk melihat karakter orang-orang musyrik Quraisy mendustakan risalah yang dibawa Nabi Muhammad Saw., adalah dengan mengkaji ayat-ayat Allah yang memberikan tentang karakter dan perilaku mereka. Surat An-Naba’ adalah salah satu surat yang isinya memberikan ihwal tersebut, tepatnya ayat 1-16. Di dalam ayat tersebut tak hanya ungkapan orang-orang musyrik saja yang diuraikan, tapi juga jawaban Allah tentang kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Penulis di dalam artikel ini akan mengupas tentang tafsir ayat-ayat tersebut. Harapannya, biar tampak jelas bagi kita bahwa "karakter dan perilaku orang-orang yang mendustakan ajaran agama Islam tak jauh berbeda, dari dulu hingga sekarang".
Keistimewaan Membaca Surat An-Naba’
Sebelum penulis menguraikan tafsir ayat tersebut, di dalam kitab al-Kasy-syaf, Imam Zamakhsyari mencantumkan hadis yang menjelaskan keutamaan membaca surat an-Naba’ adalah, “Siapa yang membaca surat ‘amma yatasaa-alun, Allah akan menuangkan minuman yang sejuk baginya di Hari Kiamat kelak.” Di dalam hadis lain, yang terdapat di dalam buku Terapi Juz ‘Amma, Kholilur Rohim menuliskan hadis yang berisi sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang membaca surat ‘Amma Yatasaa-alun dan membiasakannya setiap hari, pada tahun itu juga ia akan diberi kemampuan untuk berziarah ke Baitul Haram.”
Menurut Ibnu Sirin di dalam kitab tafsirul Ahlam menuliskan, siapa yang
mampu membaca surat An-Naba’ di saat tidurnya, maka takwilnya kesusahan
dan kesedihannya menjadi lenyap seluruhnya, dan berganti urusan
pekerjaannya menjadi besar dan menjadi tenar sebutan nama baiknya.
Di dalam kitab Lubabun nuqul fi asbaabin nuzul, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan sebab turun surat An-Naba’ adalah, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “Ketika Rasulullah diutus, mereka (orang-orang kafir Quraisy) saling bertanya di antara mereka. Allah lalu menurunkan ayat ini.”
Tafsir Ayat 1-6
Allah Swt. berfirman,“Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar. yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak kelak mereka akan mengetahui, Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.”
Di dalam ayat di atas, Allah Swt. menyebutkan kata An-Nabaa-il ‘adzim (berita yang besar). Para ulama berbeda pendapat tentang maksud kata tersebut. Di dalam kitab Tafsir Ath-Thabari disebutkan bahwa dua pendapat tentang makna tersebut. Pendapat yang pertama menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah al-Qur’an. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah kebangkitan kembali setelah mati.
Sehingga kelompok kedua memahami ayat selanjutnya, Alladzhi hum fihi mukhtalifun (Yang mereka perselisihkan tentang ini)” adalah bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan tentang pembangkitan setelah mati. Ada yang membenarkan dan ada yang mendustakan. Sedangkan tentang kematian, mereka semua mempercayainya karena disaksikan secara langsung.
Sehingga pada ayat selanjutnya Allah menggunakan kata “Kalla (sekali-kali tidak). Artinya, orang-orang kafir yang mengingkari hal yang telah dijanjikan Allah kepada musuhnya kelak akan mengetahui apa yang dilakukan Allah terhadap mereka pada hari kiamat. Kelak mereka akan mengetahui bahwa pada kenyataannya nanti, ketika mereka bertemu dengan Allah, tidak sama seperti yang mereka katakan. Mereka juga bakal dihadapkan kepada perbuatan-perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.
Maka dapat dipahami pada ayat 1-6 ini menceritakan bahwa orang-orang kafir dan musyrik Quraisy ribut membicarakan tentang berita besar, baik yang dimaksud al-Qur’an atau kebangkitan kembali setelah mati. Oleh Allah Swt. dijelaskan bahwa suatu saat mereka akan mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan tidak benar. Al-Qur’an yang mereka ragukan benar datangnya dari Allah dan Muhammad bin Abdullah adalah Rasul Allah. Demikian juga dengan ada kebangkitan kembali setelah mati.
Di dalam kitab Lubabun nuqul fi asbaabin nuzul, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan sebab turun surat An-Naba’ adalah, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “Ketika Rasulullah diutus, mereka (orang-orang kafir Quraisy) saling bertanya di antara mereka. Allah lalu menurunkan ayat ini.”
Tafsir Ayat 1-6
Allah Swt. berfirman,“Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar. yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak kelak mereka akan mengetahui, Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.”
Di dalam ayat di atas, Allah Swt. menyebutkan kata An-Nabaa-il ‘adzim (berita yang besar). Para ulama berbeda pendapat tentang maksud kata tersebut. Di dalam kitab Tafsir Ath-Thabari disebutkan bahwa dua pendapat tentang makna tersebut. Pendapat yang pertama menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah al-Qur’an. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah kebangkitan kembali setelah mati.
Sehingga kelompok kedua memahami ayat selanjutnya, Alladzhi hum fihi mukhtalifun (Yang mereka perselisihkan tentang ini)” adalah bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan tentang pembangkitan setelah mati. Ada yang membenarkan dan ada yang mendustakan. Sedangkan tentang kematian, mereka semua mempercayainya karena disaksikan secara langsung.
Sehingga pada ayat selanjutnya Allah menggunakan kata “Kalla (sekali-kali tidak). Artinya, orang-orang kafir yang mengingkari hal yang telah dijanjikan Allah kepada musuhnya kelak akan mengetahui apa yang dilakukan Allah terhadap mereka pada hari kiamat. Kelak mereka akan mengetahui bahwa pada kenyataannya nanti, ketika mereka bertemu dengan Allah, tidak sama seperti yang mereka katakan. Mereka juga bakal dihadapkan kepada perbuatan-perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.
Maka dapat dipahami pada ayat 1-6 ini menceritakan bahwa orang-orang kafir dan musyrik Quraisy ribut membicarakan tentang berita besar, baik yang dimaksud al-Qur’an atau kebangkitan kembali setelah mati. Oleh Allah Swt. dijelaskan bahwa suatu saat mereka akan mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan tidak benar. Al-Qur’an yang mereka ragukan benar datangnya dari Allah dan Muhammad bin Abdullah adalah Rasul Allah. Demikian juga dengan ada kebangkitan kembali setelah mati.
Bahwa orang yang mendustakan agama saat ini bukanlah mengatakan bahwa "tidak benar Alquran itu dan tidak benar Muhammad bin Abdullah atau tidak benar hari bebangkit itu". Melainkan pendusta agama saat ini percaya penuh dengan Alquran, dengan nabi Muhammad SAW serta sangat yakin sengan hari pembalasan...namun masa bodoh.
...semoga bermanfaat...
No comments:
Post a Comment