Surat Abasa diturunkan Allah di Makkah setelah surat an-Najm. Surat ini berisi tentang pokok-pokok keimanan terhadap hari kiamat dan hari pembalasan sebagaimana dua surat sebelumnya dengan
penambahan beberapa bagian terutama penggambaran kondisi manusia saat
hari kebangkitan. Mereka benar-benar lupa segalanya. Permulaan surat ini
mengisahkan tentang teguran Allah untuk Nabi Muhammad dalam sebuah
peristiwa yang kemudian dikenal sebagai sabab nuzul (sebab diturunkannya) surat ini.
Rasulullah saw. adalah panutan bagi segenap umat Islam,
sebagaimana menjadi tauladan bagi manusia seluruhnya; terutama bagi
mereka yang mau belajar dan mempelajari rekam jejak (track record) beliau semasa hidupnya.
Dalam kehidupan manusia biasa, jika seseorang sedang sibuk
dalam sebuah majelis tertentu, kemudian datang seseorang yang hendak ada
hajat dengannya, sangatlah wajar jika beliau meminta sang tamu untuk
menunggu sesaat. Namun, tidak demikian jika yang melakukannya adalah
Rasulullah saw uswah dan teladan manusia. Ketika beliau sedang berusaha
mendakwahi para pemuka kaum quraisy dalam sebuah majelis tiba-tiba muncul sosok Abdullah bin Ummi Maktum
datang di majelis tersebut. Air muka Rasulullah saw berubah. Beliau
terlihat sedikit “terganggu” dengan kedatangan Abdullah yang ingin
menyelai pembicaraan Rasulullah. Ia sangat tertarik dengan kabar yang
dibawa oleh Rasul. Niat tulus inilah yang membedakannya dengan kondisi
para pemuka Quraisy yang sebagian besar sudah punya sikap antipati
terhadap Rasulullah saw dan risalah baru yang dibawa beliau. Dan beliau
sangat berharap keislaman para pembesar ini. “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya”. (QS. 80: 1-2)
Sebuah teguran yang keras yang diabadikan Allah.
Sampai-sampai ketika Ibnu Ummi Maktum ini mendatangi beliau dalam
berbagai kesempatan beliau memanggilnya dengan sebutan yang mengingatkan
beliau pada kejadian tersebut. “Wahai orang yang karenanya aku ditegur” .
Dengarkan dengan penjelasan Allah berikutnya, ”Tahukah
kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia
(ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya?” (QS. 80: 3-4). Inilah kondisi Abdullah yang buta, yang rakyat jelata, yang miskin papa.Tapi
punya nilai lebih di hadapan Allah karena keteguhan dan keikhlasan
niatnya hendak menemui Rasulullah. Seharusnya orang yang seperti inilah
yang diprioritaskan Rasulullah saw.
Kebalikan dengan kondisi para pembesar Quraisy yang
dibela-belain dan diharapkan keislaman mereka, sedang mereka adalah
orang-orang sombong dengan merasa cukup dan pandai sehingga tak lagi
merasa perlu akan nasihat dan ilmu serta pengetahuan.
“Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu
melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak
membersihkan diri (beriman)”. (QS. 80: 5-7)
Teguran ini terasa sangat berat karena diulang kembali oleh Allah untuk sebuah kesalahan sikap beliau. ”Dan
adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya.
Sekali-kali jangan (demikian)!”. (QS. 80:8-11)
Seandainya al-Qur’an sebagaimana yang diklaim musuh-musuh
Islam sebagai karya Rasulullah, maka sudah tentu surat ini atau
setidaknya ayat-ayat ini akan disembunyikan dan tidak disampaikan kepada
umatnya. Inilah bukti amanah beliau sekaligus penjagaan Allah terhadap
kitab-Nya yang benar-benar otentik sebagai kalam suci-Nya.
Ketinggian Akhlak: Misi Utama Rasulullah saw
Mungkin kekhilafan yang dilakukan Rasulullah
saw sangat wajar bagi kita. Namun, karena posisi beliau sebagai standar
tertinggi akhlak manusia serta menjadi teladan manusia di sepanjang
zaman dan di berbagai belahan bumi, maka Allah menegur kekhilafan ini.
Dan karena misi utama beliau adalah keutamaan akhlak. Misi utama ini bisa dilihat dalam efek setiap rukun Islam yang dibebankan pada setiap umat Islam.
- Shalat, berfungsi untuk mencegah kemungkaran dan perbuatan yang keji. Jika memang pelaksanaan shalat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
- Zakat dan Shadaqah, juga fungsinya untuk menyucikan dan membersihkan jiwa orang yang melakukannya. Membersihkan dari keangkuhan, kesombongan, pamer, kikir dan sebagainya.
- Puasa, selain untuk menahan diri dari makan minum dan berkumpul dengan istri/suami, juga berfungsi untuk mengendalikan emosi.
- Haji, juga memiliki fungsi kesempurnaan akhlak selain memiliki dimensi kesetaraan manusia dan symbol pengorbanan.
Orang-orang yang memiliki standar akhlak yang tinggi ini
kelak berhak memperoleh kedekatan posisi bersama Rasulullah saw di surga
Allah. Seperti yang pernah dijanjikannya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku pada hari kiamat adalah mereka yang terbaik akhlaknya” . Dan standar kedekatan serta posisi di hari akhir nanti adalah akhlak.
Sebuah Peringatan: Kerugian Bagai Orang yang Mengingkarinya
Sebagai Rasul, Nabi Muhammad hanya ditugaskan
menyampaikan semua risalah Allah dengan penuh amanah. Memberi peringatan
terhadap umat ini akan adanya hari pembalasan. Serta kesombongan dan
keangkuhan akan benar-benar sirna dan tersingkir bahkan kelak terhinakan
dan tidaklah memberikan manfaat sedikitpun.
“Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu
peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia
memperhatikannya. Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan. Yang ditinggikan
lagi disucikan. Di tangan para penulis (malaikat). Yang mulia lagi
berbakti. Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?” (QS. 80: 11-17)
Ayat terakhir yang berisi laknat ini diturunkan dalam
menyikapi keangkuhan para pembesar Quraisy yang sedang didakwahi
Rasulullah saw. Sebagian mengatakan ayat ini diturunkan untuk melaknat
Umayyah bin Khalaf.
Namun, para mufassir lebih cenderung menganggap ayat ini bersifat umum,
mencakup siapa saja yang berpaling dari ajaran Allah dengan penuh
kesombongan.
Karenanya, kemudian Allah kembali mengajak manusia untuk
berdialog menggunakan akalnya. Berpikir tentang tanda-tanda kebesaran
dan kekuasaan Allah. Dengan memulai mengajak melihat diri sendiri. Dari
nol. Dari awal penciptaannya.
“Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani,
Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian dia memudahkan
jalannya. Kemudian dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.
Kemudian bila dia menghendaki, dia membangkitkannya kembali”. (QS. 80: 18-22)
Itulah rotasi kehidupan manusia. Dari tidak ada. Kemudian
diciptakan dari setetes air yang sangat hina. Siapapun akan merasa jijik
ketika melihatnya. Namun, siapapun orangnya tak bisa memungkiri bahwa
dia berasal dari sel terkecil yang ada dalam air tersebut. Allah jadikan
awal kehidupannya di sana. Kemudian Allah yang Maha Kaya dan Pengasih
tak pilih-pilih kasih. Siapapun Dia berikan takaran yang cukup; rizki
dan umurnya, jodoh dan kebahagiannya. Semuanya Dia tentukan dan Dia
berikan. Tanpa terkecuali. Padahal sebagian –besar- dari mereka kelak
tak mau menyukuri nikmat dan karunia-Nya. Sebagian lagi berpaling dengan
keangkuhan dan kesombongannya. Sebagian lagi durhaka dengan mendewakan
benda dan harta. Bahkan sebagian melewati batas dengan tidak mempercayai
adanya Sang Pencipta. Ada pula yang –bahkan- mengaku-aku sebagai Tuhan
pemilik semesta.
Alam: Saksi Kekuasaan Allah dan Kelalaian Manusia
“Sekali-kali jangan; manusia itu belum
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Maka hendaklah
manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya kami benar-benar
telah mencurahkan air (dari langit). Kemudian kami belah bumi dengan
sebaik-baiknya. Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan
sayur-sayuran. Zaitun dan kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan
buah-buahan serta rumput-rumputan”. (QS. 80: 23-31)
Jika manusia melalaikan dirinya. Bahkan ia
menjadi gelap mata. Tak lagi diperhatikannya tanda-tanda kekuasaan Allah
yang melekat dalam dirinya. Allah mengajaknya untuk berkelana.
Menyaksikan alam. Menadabburi penciptaan alam semesta. Berpikir untuk
siapakan semua penciptaan tersebut.
Makanan yang setiap hari dimakan oleh manusia.
Dari mana berasal. Siapa yang memberi dan menyediakan. Tanam-tanaman dan
tumbuhan yang bermacam-macam. Buah dan sayur yang melimpah. Semuanya
tersedia dan siap santap dalam keadaan segar([14]).
Kebun-kebun yang terhampar. Padang rumput yang membentang hijau. Siapa
yang membuatnya demikian. Tahukah manusia, bahwa semuanya berawal dari
rintik-rintik dan guyuran air yang Allah jatuhkana dari arah langit.
“Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”. (QS. 80: 32)
Sebagaimana Allah tegaskan sebelumnya dalam surat An-Nâzi’at
Allah ulangi lagi ayat ini dalam surat Abasa. Sama sekali Allah tak
mengambil keuntungan sedikitpun dari penciptaan alam semesta. Manusialah
yang menikmatinya dengan gratis dan sepuas-puasnya. Semata karena
keluasan rahmat dan cinta-Nya. Allah hanya memerintahkan mereka untuk
bersyukur dan beribadah, tunduk menyembahnya dengan penuh kekhusyukan.
Pahala kesyukuran ini pun kelak kembalinya kepada manusia. Tak ada
secuil pun Allah mengambil manfaat darinya. Seandainya para makhluk-Nya
semua sepakat untuk mendurhakai-Nya maka hal itu tak sedikitpun dapat
menggoyahkan kedudukan dan kekuasaan-Nya. Sebaliknya, jika semua
makhluk-Nya menaatinya maka tidaklah yang demikian itu menambah dan
mengokohkan kedudukan-Nya. Jika semua makhluk dari sejak pertama
diciptakan sampai hari akhir zaman meminta dan semua permintaan mereka
dikabulkan, tidaklah yang demikian itu mengurangi kekayaan Allah
melainkan seperti halnya sehelai benang yang dicelupkan dalam air laut
maka seolah tak mengurangi air laut sedikitpun.
Seharusnya manusialah yang berlomba untuk
memburu lebih lagi karunia Allah yang lain. Jika rizki, jodoh dan
kematian adalah sesuatu yang telah dipastikan Allah, maka selaiknya
manusia tinggal berkreasi dengan cara yang baik agar mendapatkan ridha
dan cinta Allah. Jika ia mencari rizki ia melalui pintu-pintu yang
dihalalkan-Nya dan diberkahi-Nya. Jika ia mencari jodohnya ia pun
menggunakan cara yang tidak menyebabkan murka-Nya. Dan kelak ia pun
selalu bersiap-siap menerima kedatangan sang malaikat pencabut nyawa.
Apa yang harus ditakutkannya, karena ia telah menyediakan dirinya dengan
penuh kepasrahan. Kepasrahan yang aktif yang membuat hidupnya bermakna.
Bukan sebaliknya seperti yang kadang salah dipersepsikan bahwa
kepasrahan diekspresikan dengan menyerah dan tanpa gairah dalam
menjalani kehidupan ini.
Suasana yang Menyebabkan Lupa Segalanya
Dua surat sebelum ini sudah menjelaskan
kedahsyatan keadaan saat hari kiamat datang kemudian saat mereka
dibangkitkan dari kematian. Semuanya sampai pada satu kesimpulan,
kondisi hari kebangkitan sangatlah mencekam dan menakutkan. Dalam surat
ini Allah mengungkapkan sisi lain dari hari yang sangat ditakuti oleh
para pendusta tersebut. Karena demikian dahsyatnya pada hari itu manusia
melupakan segalanya. Bahkan sampai orang-orang yang dulu dicintainya
tak lagi ia hiraukan. Karena pada hari itu fokus manusia adalah dirinya.
Ia hanya bisa memikirkan dan membayangkan kesudahan nasib yang akan
diterimanya tak lama lagi. Akankah ia menerima kekekalan kebahagiaan.
Atau sebaliknya ia tenggelam dalam kekekalan kepedihan dan kesengsaraan
adzab Allah swt.
Simaklah prediksi dan rancangan dari Sang Maha Kuasa, “Dan
apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua).
Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya.
Dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu
mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”. (QS. 80: 33-37)
Pada hari kebangkitan itu manusia lupa istri/suaminya, ibu
bapaknya dan saudara-saudaranya. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Karena semuanya tahu bahwa pada hari itu semua amal dan pekerjaannya
akan dihisab untuk kemudian mendapatkan ganjaran yang sesuai dan
setimpal. Tiada lagi manfaat berkhayal dan berangan-angan. Senada dengan
yang diungkapkan oleh Ibnu Atha’illah as-Sakandary, “Janganlah
menuntut balasan (imbalan) atas suatu amal yang pelakunya bukan dirimu
sendiri. Cukuplah balasan Allah bagimu, apabila Dia menerima amal
tersebut”.
Dan kesudahan nasib itu dapat dilihat dari pancaran muka masing-masing orang. “Banyak
muka pada hari itu berseri-seri. Tertawa dan bergembira ria. Dan banyak
(pula) muka pada hari itu tertutup debu. Dan ditutup lagi oleh
kegelapan. Mereka Itulah orang-orang kafir lagi durhaka”. (QS. 80: 38-42)
Orang-orang yang baik pada hari itu mukanya
berseri-seri. Mereka laik untuk tertawa dan bahagia atas apa yang
dikaruniakan oleh Allah berupa kesempatan berbuat baik dan mereka mampu
menggunakannya. Kini mereka berbahagia bisa merasakan kelegaan dan
terealisasinya janji-janji Allah. Mereka bahkan akan segera mengecap
klimaks kebahagiaan ketika dapat bersua dan berjumpa dengan Sang Pemberi
segalanya.
Namun, banyak juga diantara manusia yang
bermuka masam. Wajah mereka demikian keruhnya. Seperti tertutup debu
tebal dan ditambah asap hitam yang menutupinya. Karena pada hari itu tak seorang pun sanggup menyembunyikan amalnya.
Dan sudah menjadi sunnah Allah pada hari itu manusia berkelompok dan
terlihat berkelas-kelas. Ada yang berbahagia, ada yang sengsara, ada
yang dimudahkanhisabnya ada yang sangat sulit dan sangat lama. Ada yang
menerima kitab amalnya dengan tangan kanan, ada juga yang menerimanya
dengan dilempar dari arah belakang atau menerima dengan tangan kiri. Ada
kelas ashabul yamin ada juga ashabusy-syimal. Semuanya berkelompok sesuai dengan amalannya.
Penutup: Semuanya Kembali Untuk Kemanfaatan Pribadi
Jika manusia bekerja di dunia kemudian ia
mendapatkan harta, tak semuanya bisa ia nikmati. Sebagian ia belikan
barang-barang mewah untuk berbangga-bangga, sebagian dinikmati oleh
istri, anak dan saudaranya yang bahkan ia sendiri tak bisa menikmatinya.
Sebagian lagi kadang hilang karena dicuri atau terjadi kerusakan atau
dalam kondisi yang diluar perkiraan. Tapi semua amal baik dan buruk
manusia –kelak- benar-benar dikembalikan kepada dirinya sendiri. Jika ia
berbuat jahat maka ia takkan dibalas kecuali sesuai dengan
kejahatannya. Jika ia baik maka ia bisa menikmati balasan kebaikannya
tersebut. Tidak berkurang sama sekali bahkan Allah menjanjikannya dengan
pelipatan yang hanya Dia sendiri yang mengetahui batasnya. Wajarlah
jika kemudian dalam surat ini terjadi perbedaan yang mencolok antara
orang baik yang berwajah berseri-seri dan orang-orang buruk yang
dirundung duka bermuka masam dan keruh yang dikiaskan tertutup debu dan
gumpalan asap hitam. Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam
golongan mereka yang berwajah berseri-seri dan bahagia ketika hari
pembalasan dan penentuan benar-benar tiba. Amin.
No comments:
Post a Comment