Surah at-Takwir ini, menurut Sayyid Qutb, setidaknya memiliki dua kandungan utama: Pertama: At-Takwir
bercerita tentang hakikat kiamat. Hal itu tertuang dari ayat 1 sampai
dengan 14. Kiamat adalah sesuatu yang wajib diimani oleh setiap muslim.
Ia adalah peristiwa di mana seluruh alam semesta akan berakhir
menunaikan tugas dan fungsinya. Matahari, bintang-gemintang dan seluruh
planet akan mengakhiri rotasi edarnya. Mereka “digulung” bak layar kapal
yang tak lagi dibutuhkan. Demikian halnya dengan gunung yang selama ini
setia menjadi paku perekat bumi. Air laut pun ditumpahkan untuk menyapu
seluruh makhluk yang hidup di atas bumi. Tak ada makhluk bernyawa yang
tersisa. Dan tak ada lagi kehidupan yang bermakna.
Kedua: Hakikat
wahyu, kekuasaan Allah yang menurunkan wahyu, perantaranya (Jibril) dan
sifat-sifat Nabi yang menjadi penyebar wahyu tersebut. Hal ini
tercermin mulai dari ayat 15 sampai dengan 29. Seperti kita ketahui,
Pada tadabbur kali ini, saya ingin membagi pembahasannya dengan merujuk pada pendapat Sayyid Qutb di atas.
Bagian Pertama (ayat 1 s/d 14)
Allah swt berfirman:
إِذَا
الشَّمْسُ كُوِّرَتْ﴿١﴾وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾وَإِذَا
الْجِبَالُ سُيِّرَتْ﴿٣﴾وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ﴿٤﴾وَإِذَا الْوُحُوشُ
حُشِرَتْ﴿٥﴾وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ﴿٦﴾وَإِذَا النُّفُوسُ
زُوِّجَتْ﴿٧﴾وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ﴿٨﴾بِأَيِّ ذَنبٍ
قُتِلَتْ﴿٩﴾وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ﴿١٠﴾وَإِذَا السَّمَاءُ
كُشِطَتْ﴿١١﴾وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ﴿١٢﴾وَإِذَا الْجَنَّةُ
أُزْلِفَتْ﴿١٣﴾عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا أَحْضَرَتْ﴿١٤﴾
1. apabila matahari digulung, 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan) 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6. dan apabila lautan dijadikan meluap 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) 8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, 9. karena dosa Apakah Dia dibunuh, 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, 11. dan apabila langit dilenyapkan, 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan, 13. dan apabila surga didekatkan, 14. Maka tiap-tiap jiwa akan
Ayat pertama:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ ﴿١﴾
Apabila matahari digulung
Jika ingin melihat kiamat, bayangkan matahari digulung. Wow.
Para
ahli mengatakan, matahari adalah pusat tata surya kita. Bintang yang
satu ini sangat istimewa karena perannya sangat menentukan bagi
kehidupan di Bumi. Bahkan ia juga disebut sebagai “bintang yang membakar
dirinya sendiri” (An-Najm Tsaqib). Sehari saja matahari tak
menunaikan tugasnya, entah jadi apa bumi kita ini. Berikut ini sekilas
fakta-fakta menarik tentang matahari: Diameternya sekitar 1.390.000 km.
Bandingkan dengan diameter Bumi yang hanya sekitar 12.740 km. Nah, bila
Bumi dimasukkan dalam Matahari, Matahari bisa menampung sebanyak 109
Bumi. Kemudian suhu inti Matahari berkisar dari 15.000.000 derajat
Celsius pada inti dalam, dan pada inti luar suhu mencapai 7.000.000
derajat Celsius. Suhu pada permukaan matahari ‘hanya’ 6.000 derajat
Celsius.
Ketika gunung Merapi meletus pada bulan lalu (Oktober
2010), magma panas yang dimuntahkannya hanya sekitar 600 derajat
celsius. Tapi, lihatlah efek yang ditimbulkannya. Hampir seluruh desa di
kawasan sekitar Merapi luluh lantak dihantam “wedhus gembel”.
Bahkan tak kurang dari 100 orang menemui ajalnya karena hantaman panas
Merapi, termasuk Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi. Maka, tak
terbayangkan jika makhluk hidup harus berhadapan dengan panas 6000
derajat celsius. Tak mungkin ada benda padat yang dapat bertahan
melainkan ia akan segera mencair.
Allah swt mengungkapkan pada ayat pertama ini bahwa matahari kelak akan “digulung” atau (dalam bahasa Arab) “kuwirat”. Ungkapan “kuwwirat”
ini menarik untuk dicermati. Menurut Imam Al-Alusi, kata ini diambil
dari asal kata “kara” yang berarti melipat kain menjadi surban di
kepala. Pada masyarakat Arab, memakai surban (imamah) adalah tradisi
yang telah berlangsung ribuan tahun. Untuk menunjukkan betapa mudahnya
menggulung matahari bagi Allah, maka Allah memberi perumpamaan
sebagaimana mudahnya orang-orang Arab menggulung kain menjadi surban.
Ayat kedua:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.
Diriwayatkan
dari Abu Shaleh dari Ibn Abbas berkata, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda, “Pada hari (kiamat) itu, tidak tersisa di langit satu bintang
pun kecuali seluruhnya berjatuhan ke atas bumi. Hingga, hingga lapisan
bumi ketujuh terbawa ke atas dan menimpa yang di atasnya.”
Bayangkan,
bintang gemintang yang entah berapa jumlahnya, kelak akan hancur
berjatuhan. Kata Ibn Abbas, sesungguhnya peredaran seluruh bintang
dijaga oleh malaikat. Jika lonceng kematian dibunyikan, maka seluruh
makhluk yang bernyawa akan mati. Malaikat penjaga bintang pun akan
selesai menunaikan tugasnya. Pada posisi seperti itulah bintang akan
berjatuhan.
Ayat ketiga:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ ﴿٣﴾
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
Kita
tahu, gunung adalah pasak bumi. (Lihat pembahasannya pada surah
An-Naba’). Sebagai pasak, gunung berperan membuat bumi kokoh. Jika kita
melihat puncak gunung yang menjulang tinggi, sesungguhnya bagian yang
menghujam ke bumi jauh lebih panjang lagi. Ambil contoh sederhana,
gunung Krakatau misalnya. Gunung itu meletus pada hari Senin, 27 Agustus
1883, tepat jam 10.20. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan
Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan
bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan
peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia
modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan
dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan
Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan
volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km.
Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau
Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia
dan Selandia Baru. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan
desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul
bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Kini,
setelah ratusan tahun, anak-anak Krakatau mulai aktif kembali. Jika
satu gunung saja meledak mampu membuat dunia geger, maka bayangkanlah
jika seluruh gunung dihancurkan oleh Allah swt. Hal ini dipertegas oleh
Allah swt dalam surah al-Kahfi ayat 47.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا﴿٤٧﴾
dan
(ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung
dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh
manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (QS Al-Kahfi
47)
Ayat keempat,
Ayat keempat,
Kemudian Allah SWT berfirman,
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ ﴿٤﴾
Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)
Pada
masyarakat Arab tradisional, unta adalah harta yang paling berharga.
Apalagi jika unta tersebut dalam kondisi hamil, maka nilainya pun
menjadi semakin tinggi. Allah swt memberi gambaran pada mereka bahwa
jika kiamat kelak, mereka tak lagi peduli dengan harta yang paling
mereka sayangi sekalipun. Jangankan kiamat, bumi goyang sedikit saja,
kita sudah lupa segalanya. Terutama buat mereka yang sehari-hari berada
di gedung bertingkat, baik perkantoran ataupun apartemen.
Kiamat membuat manusia lupa dengan hartanya. Tak peduli lagi. Allah swt menggunakan kata Isyaru untuk merujuk makna unta. Dalam bahasa Arab, unta biasa disebut Ibil atau Jamal. Lalu
mengapa pada ayat ini bukan kedua kata itu yang digunakan. Allah swt
memilih isyaru untuk menjelaskan secara singkat bahwa üntanya dalam
kondisi hamil. Bahkan, menurut Imam al-Qurtubi, isyaru menunjukkan
secara tegas bulan kehamilan kesepuluh. Artinya, harta (unta) itu sudah
betul-betul di puncak mahalnya. Namun, dengan peristiwa kiamat, manusia
tak peduli lagi dengan hal itu.
Pada masyarakat modern, “unta
hamil” ini dapat diqiyaskan dengan segala asset yang bernilai milyaran
rupiah, baik itu berupa aset bergerak (movable property) atau asset tidak bergerak (immovable property). Kelak jika kiamat, tak ada lagi manusia modern yang peduli dengan hartanya itu.
Ayat kelima:
Allah swt berfirman:
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ ﴿٥﴾
Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
Menarik,
mengapa pada ayat ini Allah swt menyebut “binatang liar dikumpulkan.”
Ibn Abbas mengatakan, bahwa seluruh makhluk hidup lebih dulu dimatikan,
termasuk binatang buas, kecuali bangsa jin dan manusia.
Ayat keenam:
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ ﴿٦﴾
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Pada
ayat ini kita mendapati bahwa kelak lautan akan meluap. Subhanallah,
sekian tahun lalu, tak pernah dapat kita bayangkan bagaimana lautan
dapat meluap. Tetapi, tsunami Aceh, 26 Desember 2004 membuka mata kita
bahwa mudah sekali air laut “diterbangkan” ke daratan. Kata, “sujjirat”,
menurut Imam Hasan dan Ad-Dhahak, berarti “penuh dan melimpah.”
Peristiwa tersebut, kata Imam Qusyairi, sesungguhnya dapat dengan mudah
dilakukan Allah swt apabila Dia telah membuka “dinding” yang membatasi
dua lautan tersebut. Bukankah Allah swt berfirman dalam surah Ar-Rahman
ayat 19-20,
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ ﴿٢٠﴾
Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu () Antara
keduanya (lautan) ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
Jelaslah
di sini bahwa laut memiliki pembatas. al-Qusyairi mengatakan pembatas
yang memisahkan antara air tawar dan air asin itu kelak dicabut, hingga
banjir meluap di mana-mana.
Kemudian Allah swt berfirman,
Ayat ke-tujuh.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾
Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).
Saat
menafsirkan ayat ini, Imam Fakhrurrazi menyebutkan tiga pendapat.
Pertama: bahwa setiap ruh akan dipertemukan kembali dengan jasadnya.
Pendapat ini didasarkan pada tekstualitas kalimat yang menyebutkan
secara implicit bahwa setiap ruh akan dikembalikan ke kandungan
jasadnya. Bukankah orang-orang kafir selalu bertanya, bahwa apakah Allah
swt akan mengembalikan jasad mereka setelah hancur dimamah bumi? Kedua:
bahwa setiap ruh akan dibagi sesuai kelompoknya. Pendapat ini didasari
pada firman Allah swt,
وَكُنتُمْ
أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً ﴿٧﴾ فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ
الْمَيْمَنَةِ ﴿٨﴾ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ
﴿٩﴾ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ﴿١٠﴾
7. dan kamu menjadi tiga golongan. 8.
Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. 9. dan
golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. 10. dan
orang-orang yang beriman paling dahulu, (QS Al-Waqiah 7-10).
Ketiga:
ruh dikelompokkan berdasarkan ketaatannya kepada penguasa di zamannya.
Jika sepanjang di dunia seseorang taat pada pemimpin yang adil, ia akan
dipertemukan dengan pemimpinnya yang adil itu. Demikian sebaliknya, bila
sepanjang hidup manut pada kezhaliman, ia pun akan dipertemukan dengan
kezhalimannya itu. Pendapat ini didasari pada penafsiran atas firman
Allah swt,
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ ﴿٢٢﴾
22.
(kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim
beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka
sembah, (QS As-shafaat 22).
Dalam mentadabburi ayat ini, saya
lebih condong pada pendapat pertama yang disebutkan Imam Fakhrurrazi d
atas. Pendapat ini didasari pada fakta bahwa tema bahasan ayat ini
adalah peristiwa kiamat. Maka, seyogianya, pada kondisi penjelasan
keadaan kiamat dipertegas dengan mempertemukan ruh kembali pada
jasadnya. Ada berbagai ayat di surah-surah lainnya yang menjelaskan
bagaimana orang-orang kafir mempertanyakan kemampuan Allah mengembalikan
jasad manusia setelah hancur di telan bumi. Padahal, hal tersebut
sangatlah mudah bagi Allah swt.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ ﴿٧﴾ وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ ﴿٨﴾
“dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”
Ada dua hal menarik pada ayat delapan dan Sembilan ini. Pertama: pada
masyarakat Arab dahulu, mengubur bayi perempuan dalam keadaan hidup
adalah hal yang biasa terjadi. Hal ini, terutama pada masyarakat miskin
yang menganggap anak perempuan kelak menjadi beban mereka. Dan ketakutan
akan kelaparan menjadi penyebab utamanya. Karena itulah, Allah swt
ingatkan dalam firman-Nya,
dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki
kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar.
Kini, membunuh anak bukan hanya
tradisi masyarakat Arab kuno, namun juga masyarakat modern. Berapa
banyak anak yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri dengan alasan
himpitan ekonomi, atau bahkan karena sebab-sebab sepele lainnya.
Kedua: sebagian
ahli tafsir mengatakan, mengapa anak-anak itu yang ditanya dan bukan
orang tuanya? Padahal kan mereka tak tahu apa sebab pembunuhannya.
Menarik sekali untuk mengutip pendapat Imam Fakhrurrai yang mengatakan
bahwa bayi yang dibunuh kelak memberikan jawaban hingga membuat
pembunuhnya menangis pilu.
Bagian Kedua: ayat 15 – 29
فَلَا
أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾الْجَوَارِ الْكُنَّسِ﴿١٦﴾وَاللَّيْلِ إِذَا
عَسْعَسَ﴿١٧﴾وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ﴿١٨﴾إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ
كَرِيمٍ﴿١٩﴾ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ﴿٢٠﴾مُّطَاعٍ ثَمَّ
أَمِينٍ﴿٢١﴾وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ﴿٢٢﴾وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ
الْمُبِينِ﴿٢٣﴾وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ﴿٢٤﴾وَمَا هُوَ
بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ﴿٢٥﴾فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ﴿٢٦﴾إِنْ هُوَ إِلَّا
ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ﴿٢٧﴾لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ﴿٢٨﴾وَمَا
تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴿٢٩﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam, 17. demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, 18. dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, 19. Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), 20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan Tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, 21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. 22. dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. 23. dan Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. 24. dan Dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. 25. dan Al Qur’an itu bukanlah Perkataan syaitan yang terkutuk, 26. Maka ke manakah kamu akan pergi[1560]? 27. Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, 28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Setelah
bercerita tentang peristiwa kiamat dan hal-hal yang menjadikannya
sesuatu yang maha dahsyat, Allah SWT mengajak kita untuk memperhatikan
hakikat keimanan, kenabian dan peran para malaikat yang membawa wahyu
untuk Rasulullah saw. Pada bagian kedua dari surah at-Takwir ini, kata
Sayyed Qutb, kita melihat ungkapan yang memiliki diksi sangat tinggi
tentang hal-hal di atas.
Pada bagian ini, saya mencoba menafsirkan
at-Takwir dengan memadukan pendekatan Sayyed Qutb, Fakhrurrazi dan
al-Qurtubi. Di sana-sini ada bagian yang sangat menarik untuk dicermati,
selain bahwa – seperti kata Qutb – memiliki diksi yang tinggi, juga
membawa kekaguman akan fenomena ilmu pengetahuan modern.
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam,
Pada
ayat kelima belas, Allah swt bersumpah dengan menyebutkan kata bintang
(yang tersembunyi). Kata yang digunakan untuk merujuk bintang adalah
“al-khunas”. Dalam bahasa Arab, bintang biasanya disebut dengan kata najm. Bentuk plural (jamak) nya adalah nujum. Ada
teman yang bernama Najmuddin, artinya bintang agama. Karena itu pula,
kita sering mendengar ungkapan, si fulan itu ahli nujum. Maksud
sebenarnya, seseorang itu adalah ahli masalah perbintangan (astronomi).
Sayangnya, banyak orang memahaminya dengan keliru, ahli nujum dikira
tukang ramal. Sehingga mereka meminta diramal nasib dan peruntungannya
pada orang itu. Padahal, kata Rasulullah SAW, Allah melaknat tukang
ramal. Sehingga, kata beliau SAW lagi “Barangsiapa yang mendatangi tukang rama dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari“.
Kembali
pada ayat ini, Allah swt tidak menggunakan kata “najm”, melainkan
“al-khunash”. Ahli tafsir mengatakan, khunash adalah bentuk plural dari
khanish. Artinya, sesuatu yang menghilang. Dalam suatu hadits,
Rasulullah SAW diriwayatkan bersabda, “Syaitan senantiasa menggoda
(membuat wiswas) seorang hamba. Apabila disebut nama Allah, syaitan
sembunyi (khunish).” Jadi, khanish itu berarti lenyap dari pandangan
mata. Namun demikian, pada ayat berikutnya, Allah swt berfirman,
(artinya) “yang beredar dan terbenam”. Jadi, ada satu jenis bintang yang
beredar (aljawar) sangat cepat sehingga kecepatannya melebihi kecepatan
cahaya yang dipancarkannya.
Ketika menafsirkan ayat ini, para
ahli tafsir klasik mencoba mereka-reka dengan menjelaskan soal bintang
yang tak terlihat itu. Imam al Qurthubi menafsirkan: “Yaitu
bintang-bintang yang bersembunyi di siang hari, dan tersapu atau
tertutup pada petang harinya”. Imam Ar-razi mengatakan, “Allah SWT
bersumpah demi bintang-bintang yang tersembunyi di siang hari, yaitu
hilang cahayanya dari pandangan mata, tetapi ia tetap berada pada tempat
peredarannya, dan tersapu atau tertutupi pada petang harinya”. Beberapa
ahli tafsir modern menafsirkan: “yaitu bintang-bintang yang menghilang
atau kembali pada porosnya, dan melintas ke peredarannya kemudian
bersembunyi kembali”.
Penafsiran para ulama, baik klasik atau
modern itu, memiliki satu benang merah. Yaitu, bahwa ada sejenis bintang
yang wujudnya ada tapi tak dapat dilihat oleh pandangan mata. Hal ini
mirip dengan salah satu fenomena alam di ruang angkasa yang baru pada
abad kedua puluh ditemukan oleh para pakar astronomi. Penemuan itu
dikenal dengan istilah Black-hole. Black-hole sesungguhnya adalah
bintang yang meredup cahayanya dan berubah menjadi pekat.
Menurut
Wikipedia, black hole adalah sebuah pemusatan yang cukup besar sehingga
menghasilkan gaya yang sangat besar. Gaya yang sangat besar ini
mencegah apa pun lolos darinya kecuali melalui perilaku terowongan
kuantum. Medan gravitas begitu kuat sehingga kecepatan lepas di dekatnya
mendekati kecepatan cahaya. Tak ada sesuatu, termasuk elektromagnetik
yang dapat lolos darinya. Bahkan hanya dapat masuk tetapi tidak dapat
keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata “hitam”. Istilah
“lubang hitam” telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke
sebuah istilah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah
di angkasa di mana semua tidak dapat kembali. Secara teoritis, lubang
hitam dapat memiliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran
alam raya yang dapat diamati
Teori adanya lubang hitam pertama
kali diajukan pada abad ke-18 oleh John Michell and Pierre-Simon
Laplace, selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl
Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasar pada teori relativitas
umum dari Albert Einstein, dan semakin dipopulerkan oleh Stephen William
Hawking. Pada saat ini banyak astronom yang percaya bahwa hampir semua
galaksi di alam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat
galaksi.
Adalah John Archibald Wheeler pada tahun 1967 yang
memberikan nama “Lubang Hitam” sehingga menjadi populer di dunia bahkan
juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Kita tidak dapat
melihat lubang hitam akan tetapi kita bisa mendeteksi materi yang
tertarik / tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom
mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat
observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa
dihiasi oleh jutaan lubang hitam.
sungguh insfiratif menjelang bulan puasa
ReplyDelete