...semoga semua pihak yang terlibat dengan tulisan ini medampat pahala dari Allah, penulis maupun yg membaca Nya...Insya Allah...amin....

freej

Saturday, 31 May 2014

QS 81 (At-Takwir)


Para ulama sepakat bahwa surah at-Takwir adalah surah Makkiyah. Ia berjumlah 29 (dua puluh sembilan) ayat. Diriwayatkan dari Ibn Umar (radiallu anhuma), bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin merasakan hari kiamat seperti menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, hendaklah ia membaca “idza syamsu kuwirat, idza syamaaunfatarat, dan idza syamaaunsyaqat”. (HR Tirmidzi). Dengan tiga surah tersebut (at-Takwiral-Infitar dan al-Insyiqaq), seseorang memang dapat membayangkan betapa dahsyatnya peristiwa kiamat nanti. Jika kita menyaksikan fim Doomsday 2012 (Kiamat 2012), sungguh film itu tak sebanding dengan hakikat kiamat, sebab pada film itu masih ada sekelompok orang yang selamat dan tak semua kehidupan lenyap.
Surah at-Takwir ini, menurut Sayyid Qutb, setidaknya memiliki dua kandungan utama: Pertama: At-Takwir bercerita tentang hakikat kiamat. Hal itu tertuang dari ayat 1 sampai dengan 14. Kiamat adalah sesuatu yang wajib diimani oleh setiap muslim. Ia adalah peristiwa di mana seluruh alam semesta akan berakhir menunaikan tugas dan fungsinya. Matahari, bintang-gemintang dan seluruh planet akan mengakhiri rotasi edarnya. Mereka “digulung” bak layar kapal yang tak lagi dibutuhkan. Demikian halnya dengan gunung yang selama ini setia menjadi paku perekat bumi. Air laut pun ditumpahkan untuk menyapu seluruh makhluk yang hidup di atas bumi. Tak ada makhluk bernyawa yang tersisa. Dan tak ada lagi kehidupan yang bermakna.
Kedua: Hakikat wahyu, kekuasaan Allah yang menurunkan wahyu, perantaranya (Jibril) dan sifat-sifat Nabi yang menjadi penyebar wahyu tersebut. Hal ini tercermin mulai dari ayat 15 sampai dengan 29. Seperti kita ketahui,
Pada tadabbur kali ini, saya ingin membagi pembahasannya dengan merujuk pada pendapat Sayyid Qutb di atas.
Bagian Pertama (ayat 1 s/d 14)
Allah swt berfirman:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ﴿١﴾وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ﴿٣﴾وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ﴿٤﴾وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ﴿٥﴾وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ﴿٦﴾وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ﴿٨﴾بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ﴿٩﴾وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ﴿١٠﴾وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ﴿١١﴾وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ﴿١٢﴾وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ﴿١٣﴾عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا أَحْضَرَتْ﴿١٤﴾
1. apabila matahari digulung, 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan) 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6. dan apabila lautan dijadikan meluap 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) 8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, 9. karena dosa Apakah Dia dibunuh, 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, 11. dan apabila langit dilenyapkan, 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan, 13. dan apabila surga didekatkan, 14. Maka tiap-tiap jiwa akan
Ayat pertama:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ ﴿١﴾
Apabila matahari digulung
Jika ingin melihat kiamat, bayangkan matahari digulung. Wow.
Para ahli mengatakan, matahari adalah pusat tata surya kita. Bintang yang satu ini sangat istimewa karena perannya sangat menentukan bagi kehidupan di Bumi. Bahkan ia juga disebut sebagai “bintang yang membakar dirinya sendiri” (An-Najm Tsaqib). Sehari saja matahari tak menunaikan tugasnya, entah jadi apa bumi kita ini. Berikut ini sekilas fakta-fakta menarik tentang matahari: Diameternya sekitar 1.390.000 km. Bandingkan dengan diameter Bumi yang hanya sekitar 12.740 km. Nah, bila Bumi dimasukkan dalam Matahari, Matahari bisa menampung sebanyak 109 Bumi. Kemudian suhu inti Matahari berkisar dari 15.000.000 derajat Celsius pada inti dalam, dan pada inti luar suhu mencapai 7.000.000 derajat Celsius. Suhu pada permukaan matahari ‘hanya’ 6.000 derajat Celsius.
Ketika gunung Merapi meletus pada bulan lalu (Oktober 2010), magma panas yang dimuntahkannya hanya sekitar 600 derajat celsius. Tapi, lihatlah efek yang ditimbulkannya. Hampir seluruh desa di kawasan sekitar Merapi luluh lantak dihantam “wedhus gembel”. Bahkan tak kurang dari 100 orang menemui ajalnya karena hantaman panas Merapi, termasuk Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi. Maka, tak terbayangkan jika makhluk hidup harus berhadapan dengan panas 6000 derajat celsius. Tak mungkin ada benda padat yang dapat bertahan melainkan ia akan segera mencair.
Allah swt mengungkapkan pada ayat pertama ini bahwa matahari kelak akan “digulung” atau (dalam bahasa Arab) “kuwirat”. Ungkapan “kuwwirat” ini menarik untuk dicermati. Menurut Imam Al-Alusi, kata ini diambil dari asal kata “kara” yang berarti melipat kain menjadi surban di kepala. Pada masyarakat Arab, memakai surban (imamah) adalah tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Untuk menunjukkan betapa mudahnya menggulung matahari bagi Allah, maka Allah memberi perumpamaan sebagaimana mudahnya orang-orang Arab menggulung kain menjadi surban.
Ayat kedua:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.
Diriwayatkan dari Abu Shaleh dari Ibn Abbas berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Pada hari (kiamat) itu, tidak tersisa di langit satu bintang pun kecuali seluruhnya berjatuhan ke atas bumi. Hingga, hingga lapisan bumi ketujuh terbawa ke atas dan menimpa yang di atasnya.”
Bayangkan, bintang gemintang yang entah berapa jumlahnya, kelak akan hancur berjatuhan. Kata Ibn Abbas, sesungguhnya peredaran seluruh bintang dijaga oleh malaikat. Jika lonceng kematian dibunyikan, maka seluruh makhluk yang bernyawa akan mati. Malaikat penjaga bintang pun akan selesai menunaikan tugasnya. Pada posisi seperti itulah bintang akan berjatuhan.
Ayat ketiga:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ ﴿٣﴾
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
Kita tahu, gunung adalah pasak bumi. (Lihat pembahasannya pada surah An-Naba’). Sebagai pasak, gunung berperan membuat bumi kokoh. Jika kita melihat puncak gunung yang menjulang tinggi, sesungguhnya bagian yang menghujam ke bumi jauh lebih panjang lagi. Ambil contoh sederhana, gunung Krakatau misalnya. Gunung itu meletus pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Kini, setelah ratusan tahun, anak-anak Krakatau mulai aktif kembali. Jika satu gunung saja meledak mampu membuat dunia geger, maka bayangkanlah jika seluruh gunung dihancurkan oleh Allah swt. Hal ini dipertegas oleh Allah swt dalam surah al-Kahfi ayat 47.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا﴿٤٧﴾
dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (QS Al-Kahfi 47)
Ayat keempat,
Kemudian Allah SWT berfirman,
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ ﴿٤﴾
Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)
Pada masyarakat Arab tradisional, unta adalah harta yang paling berharga. Apalagi jika unta tersebut dalam kondisi hamil, maka nilainya pun menjadi semakin tinggi. Allah swt memberi gambaran pada mereka bahwa jika kiamat kelak, mereka tak lagi peduli dengan harta yang paling mereka sayangi sekalipun. Jangankan kiamat, bumi goyang sedikit saja, kita sudah lupa segalanya. Terutama buat mereka yang sehari-hari berada di gedung bertingkat, baik perkantoran ataupun apartemen.
Kiamat membuat manusia lupa dengan hartanya. Tak peduli lagi. Allah swt menggunakan kata Isyaru untuk merujuk makna unta. Dalam bahasa Arab, unta biasa disebut Ibil atau Jamal. Lalu mengapa pada ayat ini bukan kedua kata itu yang digunakan. Allah swt memilih isyaru untuk menjelaskan secara singkat bahwa üntanya dalam kondisi hamil. Bahkan, menurut Imam al-Qurtubi, isyaru menunjukkan secara tegas bulan kehamilan kesepuluh. Artinya, harta (unta) itu sudah betul-betul di puncak mahalnya. Namun, dengan peristiwa kiamat, manusia tak peduli lagi dengan hal itu.
Pada masyarakat modern, “unta hamil” ini dapat diqiyaskan dengan segala asset yang bernilai milyaran rupiah, baik itu berupa aset bergerak (movable property) atau asset tidak bergerak (immovable property). Kelak jika kiamat, tak ada lagi manusia modern yang peduli dengan hartanya itu.
Ayat kelima:
Allah swt berfirman:
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ ﴿٥﴾
Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
Menarik, mengapa pada ayat ini Allah swt menyebut “binatang liar dikumpulkan.” Ibn Abbas mengatakan, bahwa seluruh makhluk hidup lebih dulu dimatikan, termasuk binatang buas, kecuali bangsa jin dan manusia.
Ayat keenam:
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ ﴿٦﴾
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Pada ayat ini kita mendapati bahwa kelak lautan akan meluap. Subhanallah, sekian tahun lalu, tak pernah dapat kita bayangkan bagaimana lautan dapat meluap. Tetapi, tsunami Aceh, 26 Desember 2004 membuka mata kita bahwa mudah sekali air laut “diterbangkan” ke daratan. Kata, “sujjirat”, menurut Imam Hasan dan Ad-Dhahak, berarti “penuh dan melimpah.” Peristiwa tersebut, kata Imam Qusyairi, sesungguhnya dapat dengan mudah dilakukan Allah swt apabila Dia telah membuka “dinding” yang membatasi dua lautan tersebut. Bukankah Allah swt berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat 19-20,
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ ﴿٢٠﴾
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu () Antara keduanya (lautan) ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
Jelaslah di sini bahwa laut memiliki pembatas. al-Qusyairi mengatakan pembatas yang memisahkan antara air tawar dan air asin itu kelak dicabut, hingga banjir meluap di mana-mana.
Kemudian Allah swt berfirman,
Ayat ke-tujuh.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾
Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).
Saat menafsirkan ayat ini, Imam Fakhrurrazi menyebutkan tiga pendapat. Pertama: bahwa setiap ruh akan dipertemukan kembali dengan jasadnya. Pendapat ini didasarkan pada tekstualitas kalimat yang menyebutkan secara implicit bahwa setiap ruh akan dikembalikan ke kandungan jasadnya. Bukankah orang-orang kafir selalu bertanya, bahwa apakah Allah swt akan mengembalikan jasad mereka setelah hancur dimamah bumi? Kedua: bahwa setiap ruh akan dibagi sesuai kelompoknya. Pendapat ini didasari pada firman Allah swt,
وَكُنتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً ﴿٧﴾ فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ﴿٨﴾ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ﴿٩﴾ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ﴿١٠﴾
7. dan kamu menjadi tiga golongan. 8. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. 9. dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. 10. dan orang-orang yang beriman paling dahulu, (QS Al-Waqiah 7-10).
Ketiga: ruh dikelompokkan berdasarkan ketaatannya kepada penguasa di zamannya. Jika sepanjang di dunia seseorang taat pada pemimpin yang adil, ia akan dipertemukan dengan pemimpinnya yang adil itu. Demikian sebaliknya, bila sepanjang hidup manut pada kezhaliman, ia pun akan dipertemukan dengan kezhalimannya itu. Pendapat ini didasari pada penafsiran atas firman Allah swt,
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ ﴿٢٢﴾ 
22. (kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (QS As-shafaat 22).
Dalam mentadabburi ayat ini, saya lebih condong pada pendapat pertama yang disebutkan Imam Fakhrurrazi d atas. Pendapat ini didasari pada fakta bahwa tema bahasan ayat ini adalah peristiwa kiamat. Maka, seyogianya, pada kondisi penjelasan keadaan kiamat dipertegas dengan mempertemukan ruh kembali pada jasadnya. Ada berbagai ayat di surah-surah lainnya yang menjelaskan bagaimana orang-orang kafir mempertanyakan kemampuan Allah mengembalikan jasad manusia setelah hancur di telan bumi. Padahal, hal tersebut sangatlah mudah bagi Allah swt.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ ﴿٧﴾ وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ ﴿٨﴾
“dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”
Ada dua hal menarik pada ayat delapan dan Sembilan ini. Pertama: pada masyarakat Arab dahulu, mengubur bayi perempuan dalam keadaan hidup adalah hal yang biasa terjadi. Hal ini, terutama pada masyarakat miskin yang menganggap anak perempuan kelak menjadi beban mereka. Dan ketakutan akan kelaparan menjadi penyebab utamanya. Karena itulah, Allah swt ingatkan dalam firman-Nya,
 dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Kini, membunuh anak bukan hanya tradisi masyarakat Arab kuno, namun juga masyarakat modern. Berapa banyak anak yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri dengan alasan himpitan ekonomi, atau bahkan karena sebab-sebab sepele lainnya.
Kedua: sebagian ahli tafsir mengatakan, mengapa anak-anak itu yang ditanya dan bukan orang tuanya? Padahal kan mereka tak tahu apa sebab pembunuhannya. Menarik sekali untuk mengutip pendapat Imam Fakhrurrai yang mengatakan bahwa bayi yang dibunuh kelak memberikan jawaban hingga membuat pembunuhnya menangis pilu.
Bagian Kedua: ayat 15 – 29
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾الْجَوَارِ الْكُنَّسِ﴿١٦﴾وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ﴿١٧﴾وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ﴿١٨﴾إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ﴿١٩﴾ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ﴿٢٠﴾مُّطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ﴿٢١﴾وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ﴿٢٢﴾وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ﴿٢٣﴾وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ﴿٢٤﴾وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ﴿٢٥﴾فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ﴿٢٦﴾إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ﴿٢٧﴾لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ﴿٢٨﴾وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴿٢٩﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam, 17. demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, 18. dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, 19. Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), 20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan Tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, 21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. 22. dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. 23. dan Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. 24. dan Dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. 25. dan Al Qur’an itu bukanlah Perkataan syaitan yang terkutuk, 26. Maka ke manakah kamu akan pergi[1560]? 27. Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, 28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Setelah bercerita tentang peristiwa kiamat dan hal-hal yang menjadikannya sesuatu yang maha dahsyat, Allah SWT mengajak kita untuk memperhatikan hakikat keimanan, kenabian dan peran para malaikat yang membawa wahyu untuk Rasulullah saw. Pada bagian kedua dari surah at-Takwir ini, kata Sayyed Qutb, kita melihat ungkapan yang memiliki diksi sangat tinggi tentang hal-hal di atas.
Pada bagian ini, saya mencoba menafsirkan at-Takwir dengan memadukan pendekatan Sayyed Qutb, Fakhrurrazi dan al-Qurtubi. Di sana-sini ada bagian yang sangat menarik untuk dicermati, selain bahwa – seperti kata Qutb – memiliki diksi yang tinggi, juga membawa kekaguman akan fenomena ilmu pengetahuan modern.
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam,
Pada ayat kelima belas, Allah swt bersumpah dengan menyebutkan kata bintang (yang tersembunyi). Kata yang digunakan untuk merujuk bintang adalah “al-khunas”. Dalam bahasa Arab, bintang biasanya disebut dengan kata najm.  Bentuk plural (jamak) nya adalah nujum.  Ada teman yang bernama Najmuddin, artinya bintang agama. Karena itu pula, kita sering mendengar ungkapan, si fulan itu ahli nujum. Maksud sebenarnya, seseorang itu adalah ahli masalah perbintangan (astronomi). Sayangnya, banyak orang memahaminya dengan keliru, ahli nujum dikira tukang ramal. Sehingga mereka meminta diramal nasib dan peruntungannya pada orang itu. Padahal, kata Rasulullah SAW, Allah melaknat tukang ramal. Sehingga, kata beliau SAW lagi “Barangsiapa yang mendatangi tukang rama dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari“.
 Kembali pada ayat ini, Allah swt tidak menggunakan kata “najm”, melainkan “al-khunash”. Ahli tafsir mengatakan, khunash adalah bentuk plural dari khanish. Artinya, sesuatu yang menghilang. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW diriwayatkan bersabda, “Syaitan senantiasa menggoda (membuat wiswas) seorang hamba. Apabila disebut nama Allah, syaitan sembunyi (khunish).” Jadi, khanish itu berarti lenyap dari pandangan mata. Namun demikian, pada ayat berikutnya, Allah swt berfirman, (artinya) “yang beredar dan terbenam”. Jadi, ada satu jenis bintang yang beredar (aljawar) sangat cepat sehingga kecepatannya melebihi kecepatan cahaya yang dipancarkannya.
Ketika menafsirkan ayat ini, para ahli tafsir klasik mencoba mereka-reka dengan menjelaskan soal bintang yang tak terlihat itu. Imam al Qurthubi menafsirkan: “Yaitu bintang-bintang yang bersembunyi di siang hari, dan tersapu atau tertutup pada petang harinya”. Imam Ar-razi mengatakan, “Allah SWT bersumpah demi bintang-bintang yang tersembunyi di siang hari, yaitu hilang cahayanya dari pandangan mata, tetapi ia tetap berada pada tempat peredarannya, dan tersapu atau tertutupi pada petang harinya”. Beberapa ahli tafsir modern menafsirkan: “yaitu bintang-bintang yang menghilang atau kembali pada porosnya, dan melintas ke peredarannya kemudian bersembunyi kembali”.
Penafsiran para ulama, baik klasik atau modern itu, memiliki satu benang merah. Yaitu, bahwa ada sejenis bintang yang wujudnya ada tapi tak dapat dilihat oleh pandangan mata. Hal ini mirip dengan salah satu fenomena alam di ruang angkasa yang baru pada abad kedua puluh ditemukan oleh para pakar astronomi. Penemuan itu dikenal dengan istilah Black-hole. Black-hole sesungguhnya adalah bintang yang meredup cahayanya dan berubah menjadi pekat.
Menurut Wikipedia, black hole adalah sebuah pemusatan yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya  yang sangat besar. Gaya yang sangat besar ini mencegah apa pun lolos darinya kecuali melalui perilaku terowongan kuantum. Medan gravitas begitu kuat sehingga kecepatan lepas di dekatnya mendekati kecepatan cahaya. Tak ada sesuatu, termasuk elektromagnetik yang dapat lolos darinya. Bahkan hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata “hitam”. Istilah “lubang hitam” telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke sebuah istilah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah di angkasa di mana semua tidak dapat kembali. Secara teoritis, lubang hitam dapat memiliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya yang dapat diamati
Teori adanya lubang hitam pertama kali diajukan pada abad ke-18 oleh John Michell and Pierre-Simon Laplace, selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasar pada teori relativitas umum dari Albert Einstein, dan semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking. Pada saat ini banyak astronom yang percaya bahwa hampir semua galaksi di alam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat galaksi.
Adalah John Archibald Wheeler pada tahun 1967 yang memberikan nama “Lubang Hitam” sehingga menjadi populer di dunia bahkan juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Kita tidak dapat melihat lubang hitam akan tetapi kita bisa mendeteksi materi yang tertarik / tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa dihiasi oleh jutaan lubang hitam.

Tuesday, 27 May 2014

Surat 'Abasa / bermuka musa (QS 80)


Surat Abasa diturunkan Allah di Makkah setelah surat an-Najm. Surat ini berisi tentang pokok-pokok keimanan terhadap hari kiamat dan hari pembalasan sebagaimana dua surat sebelumnya dengan penambahan beberapa bagian terutama penggambaran kondisi manusia saat hari kebangkitan. Mereka benar-benar lupa segalanya. Permulaan surat ini mengisahkan tentang teguran Allah untuk Nabi Muhammad dalam sebuah peristiwa yang kemudian dikenal sebagai sabab nuzul (sebab diturunkannya) surat ini.
Rasulullah saw. adalah panutan bagi segenap umat Islam, sebagaimana menjadi tauladan bagi manusia seluruhnya; terutama bagi mereka yang mau belajar dan mempelajari rekam jejak (track record) beliau semasa hidupnya.
Dalam kehidupan manusia biasa, jika seseorang sedang sibuk dalam sebuah majelis tertentu, kemudian datang seseorang yang hendak ada hajat dengannya, sangatlah wajar jika beliau meminta sang tamu untuk menunggu sesaat. Namun, tidak demikian jika yang melakukannya adalah Rasulullah saw uswah dan teladan manusia. Ketika beliau sedang berusaha mendakwahi para pemuka kaum quraisy dalam sebuah majelis tiba-tiba muncul sosok Abdullah bin Ummi Maktum datang di majelis tersebut. Air muka Rasulullah saw berubah. Beliau terlihat sedikit “terganggu” dengan kedatangan Abdullah yang ingin menyelai pembicaraan Rasulullah. Ia sangat tertarik dengan kabar yang dibawa oleh Rasul. Niat tulus inilah yang membedakannya dengan kondisi para pemuka Quraisy yang sebagian besar sudah punya sikap antipati terhadap Rasulullah saw dan risalah baru yang dibawa beliau. Dan beliau sangat berharap keislaman para pembesar ini. “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya”. (QS. 80: 1-2)
Sebuah teguran yang keras yang diabadikan Allah. Sampai-sampai ketika Ibnu Ummi Maktum ini mendatangi beliau dalam berbagai kesempatan beliau memanggilnya dengan sebutan yang mengingatkan beliau pada kejadian tersebut. “Wahai orang yang karenanya aku ditegur .
Dengarkan dengan penjelasan Allah berikutnya, ”Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” (QS. 80: 3-4). Inilah kondisi Abdullah yang buta, yang rakyat jelata, yang miskin papa.Tapi punya nilai lebih di hadapan Allah karena keteguhan dan keikhlasan niatnya hendak menemui Rasulullah. Seharusnya orang yang seperti inilah yang diprioritaskan Rasulullah saw.
Kebalikan dengan kondisi para pembesar Quraisy yang dibela-belain dan diharapkan keislaman mereka, sedang mereka adalah orang-orang sombong dengan merasa cukup dan pandai sehingga tak lagi merasa perlu akan nasihat dan ilmu serta pengetahuan.
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman)”. (QS. 80: 5-7)
Teguran ini terasa sangat berat karena diulang kembali oleh Allah untuk sebuah kesalahan sikap beliau. ”Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)!”. (QS. 80:8-11)
Seandainya al-Qur’an sebagaimana yang diklaim musuh-musuh Islam sebagai karya Rasulullah, maka sudah tentu surat ini atau setidaknya ayat-ayat ini akan disembunyikan dan tidak disampaikan kepada umatnya. Inilah bukti amanah beliau sekaligus penjagaan Allah terhadap kitab-Nya yang benar-benar otentik sebagai kalam suci-Nya.
Ketinggian Akhlak: Misi Utama Rasulullah saw
            Mungkin kekhilafan yang dilakukan Rasulullah saw sangat wajar bagi kita. Namun, karena posisi beliau sebagai standar tertinggi akhlak manusia serta menjadi teladan manusia di sepanjang zaman dan di berbagai belahan bumi, maka Allah menegur kekhilafan ini. Dan karena misi utama beliau adalah keutamaan akhlak. Misi utama ini bisa dilihat dalam efek setiap rukun Islam yang dibebankan pada setiap umat Islam.
  1. Shalat, berfungsi untuk mencegah kemungkaran dan perbuatan yang keji. Jika memang pelaksanaan shalat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
  2. Zakat dan Shadaqah, juga fungsinya untuk menyucikan dan membersihkan jiwa orang yang melakukannya. Membersihkan dari keangkuhan, kesombongan, pamer, kikir dan sebagainya.
  3. Puasa, selain untuk menahan diri dari makan minum dan berkumpul dengan istri/suami, juga berfungsi untuk mengendalikan emosi.
  4. Haji, juga memiliki fungsi kesempurnaan akhlak selain memiliki dimensi kesetaraan manusia dan symbol pengorbanan.
Orang-orang yang memiliki standar akhlak yang tinggi ini kelak berhak memperoleh kedekatan posisi bersama Rasulullah saw di surga Allah. Seperti yang pernah dijanjikannya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku pada hari kiamat adalah mereka yang terbaik akhlaknya” . Dan standar kedekatan serta posisi di hari akhir nanti adalah akhlak.
Sebuah Peringatan: Kerugian Bagai Orang yang Mengingkarinya
            Sebagai Rasul, Nabi Muhammad hanya ditugaskan menyampaikan semua risalah Allah dengan penuh amanah. Memberi peringatan terhadap umat ini akan adanya hari pembalasan. Serta kesombongan dan keangkuhan akan benar-benar sirna dan tersingkir bahkan kelak terhinakan dan tidaklah memberikan manfaat sedikitpun.
Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya. Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan. Yang ditinggikan lagi disucikan. Di tangan para penulis (malaikat). Yang mulia lagi berbakti. Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?” (QS. 80: 11-17)
Ayat terakhir yang berisi laknat ini diturunkan dalam menyikapi keangkuhan para pembesar Quraisy yang sedang didakwahi Rasulullah saw. Sebagian mengatakan ayat ini diturunkan untuk melaknat Umayyah bin Khalaf. Namun, para mufassir lebih cenderung menganggap ayat ini bersifat umum, mencakup siapa saja yang berpaling dari ajaran Allah dengan penuh kesombongan.
Karenanya, kemudian Allah kembali mengajak manusia untuk berdialog menggunakan akalnya. Berpikir tentang tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan memulai mengajak melihat diri sendiri. Dari nol. Dari awal penciptaannya.
Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian dia memudahkan jalannya. Kemudian dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur. Kemudian bila dia menghendaki, dia membangkitkannya kembali”. (QS. 80: 18-22)
Itulah rotasi kehidupan manusia. Dari tidak ada. Kemudian diciptakan dari setetes air yang sangat hina. Siapapun akan merasa jijik ketika melihatnya. Namun, siapapun orangnya tak bisa memungkiri bahwa dia berasal dari sel terkecil yang ada dalam air tersebut. Allah jadikan awal kehidupannya di sana. Kemudian Allah yang Maha Kaya dan Pengasih tak pilih-pilih kasih. Siapapun Dia berikan takaran yang cukup; rizki dan umurnya, jodoh dan kebahagiannya. Semuanya Dia tentukan dan Dia berikan. Tanpa terkecuali. Padahal sebagian –besar- dari mereka kelak tak mau menyukuri nikmat dan karunia-Nya. Sebagian lagi berpaling dengan keangkuhan dan kesombongannya. Sebagian lagi durhaka dengan mendewakan benda dan harta. Bahkan sebagian melewati batas dengan tidak mempercayai adanya Sang Pencipta. Ada pula yang –bahkan- mengaku-aku sebagai Tuhan pemilik semesta.
Alam: Saksi Kekuasaan Allah dan Kelalaian Manusia
            “Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). Kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran. Zaitun dan kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rumput-rumputan”. (QS. 80: 23-31)
            Jika manusia melalaikan dirinya. Bahkan ia menjadi gelap mata. Tak lagi diperhatikannya tanda-tanda kekuasaan Allah yang melekat dalam dirinya. Allah mengajaknya untuk berkelana. Menyaksikan alam. Menadabburi penciptaan alam semesta. Berpikir untuk siapakan semua penciptaan tersebut.
            Makanan yang setiap hari dimakan oleh manusia. Dari mana berasal. Siapa yang memberi dan menyediakan. Tanam-tanaman dan tumbuhan yang bermacam-macam. Buah dan sayur yang melimpah. Semuanya tersedia dan siap santap dalam keadaan segar([14]). Kebun-kebun yang terhampar. Padang rumput yang membentang hijau. Siapa yang membuatnya demikian. Tahukah manusia, bahwa semuanya berawal dari rintik-rintik dan guyuran air yang Allah jatuhkana dari arah langit.
            “Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”. (QS. 80: 32)
Sebagaimana Allah tegaskan sebelumnya dalam surat An-Nâzi’at Allah ulangi lagi ayat ini dalam surat Abasa. Sama sekali Allah tak mengambil keuntungan sedikitpun dari penciptaan alam semesta. Manusialah yang menikmatinya dengan gratis dan sepuas-puasnya. Semata karena keluasan rahmat dan cinta-Nya. Allah hanya memerintahkan mereka untuk bersyukur dan beribadah, tunduk menyembahnya dengan penuh kekhusyukan. Pahala kesyukuran ini pun kelak kembalinya kepada manusia. Tak ada secuil pun Allah mengambil manfaat darinya. Seandainya para makhluk-Nya semua sepakat untuk mendurhakai-Nya maka hal itu tak sedikitpun dapat menggoyahkan kedudukan dan kekuasaan-Nya. Sebaliknya, jika semua makhluk-Nya menaatinya maka tidaklah yang demikian itu menambah dan mengokohkan kedudukan-Nya. Jika semua makhluk dari sejak pertama diciptakan sampai hari akhir zaman meminta dan semua permintaan mereka dikabulkan, tidaklah yang demikian itu mengurangi kekayaan Allah melainkan seperti halnya sehelai benang yang dicelupkan dalam air laut maka seolah tak mengurangi air laut sedikitpun.
            Seharusnya manusialah yang berlomba untuk memburu lebih lagi karunia Allah yang lain. Jika rizki, jodoh dan kematian adalah sesuatu yang telah dipastikan Allah, maka selaiknya manusia tinggal berkreasi dengan cara yang baik agar mendapatkan ridha dan cinta Allah. Jika ia mencari rizki ia melalui pintu-pintu yang dihalalkan-Nya dan diberkahi-Nya. Jika ia mencari jodohnya ia pun menggunakan cara yang tidak menyebabkan murka-Nya. Dan kelak ia pun selalu bersiap-siap menerima kedatangan sang malaikat pencabut nyawa. Apa yang harus ditakutkannya, karena ia telah menyediakan dirinya dengan penuh kepasrahan. Kepasrahan yang aktif yang membuat hidupnya bermakna. Bukan sebaliknya seperti yang kadang salah dipersepsikan bahwa kepasrahan diekspresikan dengan menyerah dan tanpa gairah dalam menjalani kehidupan ini.
Suasana yang Menyebabkan Lupa Segalanya
            Dua surat sebelum ini sudah menjelaskan kedahsyatan keadaan saat hari kiamat datang kemudian saat mereka dibangkitkan dari kematian. Semuanya sampai pada satu kesimpulan, kondisi hari kebangkitan sangatlah mencekam dan menakutkan. Dalam surat ini Allah mengungkapkan sisi lain dari hari yang sangat ditakuti oleh para pendusta tersebut. Karena demikian dahsyatnya pada hari itu manusia melupakan segalanya. Bahkan sampai orang-orang yang dulu dicintainya tak lagi ia hiraukan. Karena pada hari itu fokus manusia adalah dirinya. Ia hanya bisa memikirkan dan membayangkan kesudahan nasib yang akan diterimanya tak lama lagi. Akankah ia menerima kekekalan kebahagiaan. Atau sebaliknya ia tenggelam dalam kekekalan kepedihan dan kesengsaraan adzab Allah swt.
Simaklah prediksi dan rancangan dari Sang Maha Kuasa, “Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua). Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”. (QS. 80: 33-37)
Pada hari kebangkitan itu manusia lupa istri/suaminya, ibu bapaknya dan saudara-saudaranya. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Karena semuanya tahu bahwa pada hari itu semua amal dan pekerjaannya akan dihisab untuk kemudian mendapatkan ganjaran yang sesuai dan setimpal. Tiada lagi manfaat berkhayal dan berangan-angan. Senada dengan yang diungkapkan oleh Ibnu Atha’illah as-Sakandary, “Janganlah menuntut balasan (imbalan) atas suatu amal yang pelakunya bukan dirimu sendiri. Cukuplah balasan Allah bagimu, apabila Dia menerima amal tersebut”.
Dan kesudahan nasib itu dapat dilihat dari pancaran muka masing-masing orang. “Banyak muka pada hari itu berseri-seri. Tertawa dan bergembira ria. Dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu. Dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka Itulah orang-orang kafir lagi durhaka”. (QS. 80: 38-42)
            Orang-orang yang baik pada hari itu mukanya berseri-seri. Mereka laik untuk tertawa dan bahagia atas apa yang dikaruniakan oleh Allah berupa kesempatan berbuat baik dan mereka mampu menggunakannya. Kini mereka berbahagia bisa merasakan kelegaan dan terealisasinya janji-janji Allah. Mereka bahkan akan segera mengecap klimaks kebahagiaan ketika dapat bersua dan berjumpa dengan Sang Pemberi segalanya.
            Namun, banyak juga diantara manusia yang bermuka masam. Wajah mereka demikian keruhnya. Seperti tertutup debu tebal dan ditambah asap hitam yang menutupinya. Karena pada hari itu tak seorang pun sanggup menyembunyikan amalnya. Dan sudah menjadi sunnah Allah pada hari itu manusia berkelompok dan terlihat berkelas-kelas. Ada yang berbahagia, ada yang sengsara, ada yang dimudahkanhisabnya ada yang sangat sulit dan sangat lama. Ada yang menerima kitab amalnya dengan tangan kanan, ada juga yang menerimanya dengan dilempar dari arah belakang atau menerima dengan tangan kiri. Ada kelas ashabul yamin ada juga ashabusy-syimal. Semuanya berkelompok sesuai dengan amalannya.
Penutup: Semuanya Kembali Untuk Kemanfaatan Pribadi
            Jika manusia bekerja di dunia kemudian ia mendapatkan harta, tak semuanya bisa ia nikmati. Sebagian ia belikan barang-barang mewah untuk berbangga-bangga, sebagian dinikmati oleh istri, anak dan saudaranya yang bahkan ia sendiri tak bisa menikmatinya. Sebagian lagi kadang hilang karena dicuri atau terjadi kerusakan atau dalam kondisi yang diluar perkiraan. Tapi semua amal baik dan buruk manusia –kelak- benar-benar dikembalikan kepada dirinya sendiri. Jika ia berbuat jahat maka ia takkan dibalas kecuali sesuai dengan kejahatannya. Jika ia baik maka ia bisa menikmati balasan kebaikannya tersebut. Tidak berkurang sama sekali bahkan Allah menjanjikannya dengan pelipatan yang hanya Dia sendiri yang mengetahui batasnya. Wajarlah jika kemudian dalam surat ini terjadi perbedaan yang mencolok antara orang baik yang berwajah berseri-seri dan orang-orang buruk yang dirundung duka bermuka masam dan keruh yang dikiaskan tertutup debu dan gumpalan asap hitam. Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam golongan mereka yang berwajah berseri-seri dan bahagia ketika hari pembalasan dan penentuan benar-benar tiba. Amin.
 

Monday, 26 May 2014

Surta An-Nuziat (QS 79)


Alhamdulillah kita mulai memasuki juz 30
Surah an-Naazi’aat adalah salah satu contoh dari contoh-contoh juz 30 untuk membangkitkan kesadaran hati terhadap hakikat akhirat dengan segala hal yang besar dan mengerikan, keseriusannya, dan orisinalitasnya di dalam ketentuan ilahi untuk menciptakan dunia manusia, Juga pengaturannya yang sangat tinggi terhadap tahap-tahap penciptaan dan langkah-langkahnya di muka bumi dan di dalamnya, kemudian di akhirat yang mencerminkan kesudahan penciptaan ini beserta akibatnya.

Dalam rangka membangkitkan kesadaran hati terhadap hakikat akhirat yang sangat besar dan agung ini, maka ditimbulkanlah kesan-kesan yang bermacam-macam pada senar-senar kalbu, Disentuhnya dengan berbagai macam sentuhan sekiranya yang dapat mengantarkannya kepadanya. Pengantar yang mengandung muatan yang dalam yang menimbulkan rasa takut (bagi yang berhati lembut tidak bagi si keras hati).

Penulis mengangkat muatan dengan bahasa ringan dan contoh keseharian (kerap terjadi pada diri kita) 

Sebuah surat dalam Al Qur'an yaitu surat ke-79 An Nazi'at ( Malaikat-malaikat yang mencabut). 

Di situ dikisahkan tentang tugas dari beberapa malaikat. Ada yang mencabut nyawa dengan keras dan ada juga yang mencabut nyawa dengan lembut. Semoga kita termasuk orang yang diberi ampunan oleh Allah serta diberi kemudahan dalam menghadapi sakaratul maut nanti...dan dicabut dengan lemah lembut.
Penulis jadi teringat kisah nabi pada saat menghadapi sakaratul maut. Pada saat itu nabi menceritakan bahwa sakitnya orang yang menghadapi sakaratul maut seperti ditusuk 300 pedang. Dan ini untuk sekelas nabi, yang penulis yakin malaikat mencabut nya dengan lemah lembut. Seperti apakah rasanya bila dicabutnya dengan keras. Beberapa sumber mengatakan, orang-orang yang banyak dosanya akan mengahadapi sakaratul maut dengan pedih "na'udzubillah min dzalik". Semoga kita dijauhkan dari su ul khotimah ( kematian yang buruk).

Selanjutnya  juga dikisahkan tentang kisah Musa mendapat wahyu untuk menyadarkan raja Fir'aun yang telah melampaui batas, karenarena mnganggap dirinya sebagai Tuhan. Bandingkan dengan jaman sekarang, mungkin orang tidak secara tegas memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan. Tapi kadang-kadang tanpa di sadari, kita sudah men Tuhan kan jabatan kita, kekuasaan kita, partai kita, persatuan kita, suku kita, atau bahkan bos kita, pimpinan kita, dan harta benda kita. Semoga kita terhindar dari sifat demikian.

Di sana juga diceritakan tentang hari kiamat. Dimana manusia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya selama di dunia. Beruntunglah orang yang selama hidup di dunia banyak mengerjakan amal perbuatan baik. Dan celakalah orang yang selalu berbuat buruk dan jahat sewaktu hidup di dunia. Namun sangat sedikitlah orang yang sadar akan datangkan kiamat itu (pada tulisan terdahulu penulis memakai istilah "masa bodoh")

Dalam salah satu ayat disebutkan " Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhan nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Surga lah tempat tinggalnya"

Semoga kita termasuk orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu kita. Keserakahan, iri, dengki, marah, tamak, dan semua sifat mengumbar nafsu yang lainnya. Karena sekarang di masyarakat telah di gerogoti oleh penyakit mengumbar hawa nafsu ini. Bukannya mengendalikan ...kita malah yang diperbudak oleh nafsu kita. Inilah yang mengakibatkan kemurkaan Allah.

Semoga bermanfaat...

Thursday, 8 May 2014

Surat An-Naba (QS : 78)




Pernah diucapkan oleh Abu Jahal di hadapan kaum Quraisy suatu saat¸ “Sesungguhnya kami tidak mendustaimu, tapi yang kami dustakan adalah apa yang kamu bawa (Ad-Quaan)”.

Untuk melihat karakter orang-orang musyrik Quraisy mendustakan risalah yang dibawa Nabi Muhammad Saw., adalah dengan mengkaji ayat-ayat Allah yang memberikan tentang karakter dan perilaku mereka. Surat An-Naba’ adalah salah satu surat yang isinya memberikan ihwal tersebut, tepatnya ayat 1-16. Di dalam ayat tersebut tak hanya ungkapan orang-orang musyrik saja yang diuraikan, tapi juga jawaban Allah tentang kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.


Penulis di dalam artikel ini akan mengupas tentang tafsir ayat-ayat tersebut. Harapannya, biar tampak jelas bagi kita bahwa "karakter dan perilaku orang-orang yang mendustakan ajaran agama Islam tak jauh berbeda, dari dulu hingga sekarang".


Keistimewaan Membaca Surat An-Naba’


Sebelum penulis menguraikan tafsir ayat tersebut, di dalam kitab al-Kasy-syaf, Imam Zamakhsyari mencantumkan hadis yang menjelaskan keutamaan membaca surat an-Naba’ adalah, “Siapa yang membaca surat ‘amma yatasaa-alun, Allah akan menuangkan minuman yang sejuk baginya di Hari Kiamat kelak.” Di dalam hadis lain, yang terdapat di dalam buku Terapi Juz ‘Amma, Kholilur Rohim menuliskan hadis yang berisi sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang membaca surat ‘Amma Yatasaa-alun dan membiasakannya setiap hari, pada tahun itu juga ia akan diberi kemampuan untuk berziarah ke Baitul Haram.”


 
Menurut Ibnu Sirin di dalam kitab tafsirul Ahlam menuliskan, siapa yang mampu membaca surat An-Naba’ di saat tidurnya, maka takwilnya kesusahan dan kesedihannya menjadi lenyap seluruhnya, dan berganti urusan pekerjaannya menjadi besar dan menjadi tenar sebutan nama baiknya.

Di dalam kitab Lubabun nuqul fi asbaabin nuzul, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan sebab turun surat An-Naba’ adalah, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “Ketika Rasulullah diutus, mereka (orang-orang kafir Quraisy) saling bertanya di antara mereka. Allah lalu menurunkan ayat ini.”


Tafsir Ayat 1-6


Allah Swt. berfirman,“Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar. yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak kelak mereka akan mengetahui, Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.”


Di dalam ayat di atas, Allah Swt. menyebutkan kata An-Nabaa-il ‘adzim (berita yang besar). Para ulama berbeda pendapat tentang maksud kata tersebut. Di dalam kitab Tafsir Ath-Thabari disebutkan bahwa dua pendapat tentang makna tersebut. Pendapat yang pertama menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah al-Qur’an. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah kebangkitan kembali setelah mati.


Sehingga kelompok kedua memahami ayat selanjutnya, Alladzhi hum fihi mukhtalifun (Yang mereka perselisihkan tentang ini)” adalah bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan tentang pembangkitan setelah mati. Ada yang membenarkan dan ada yang mendustakan. Sedangkan tentang kematian, mereka semua mempercayainya karena disaksikan secara langsung.


Sehingga pada ayat selanjutnya Allah menggunakan kata “Kalla (sekali-kali tidak). Artinya, orang-orang kafir yang mengingkari hal yang telah dijanjikan Allah kepada musuhnya kelak akan mengetahui apa yang dilakukan Allah terhadap mereka pada hari kiamat. Kelak mereka akan mengetahui bahwa pada kenyataannya nanti, ketika mereka bertemu dengan Allah, tidak sama seperti yang mereka katakan. Mereka juga bakal dihadapkan kepada perbuatan-perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.


Maka dapat dipahami pada ayat 1-6 ini menceritakan bahwa orang-orang kafir dan musyrik Quraisy ribut membicarakan tentang berita besar, baik yang dimaksud al-Qur’an atau kebangkitan kembali setelah mati. Oleh Allah Swt. dijelaskan bahwa suatu saat mereka akan mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan tidak benar. Al-Qur’an yang mereka ragukan benar datangnya dari Allah dan Muhammad bin Abdullah adalah Rasul Allah. Demikian juga dengan ada kebangkitan kembali setelah mati.

Bahwa orang yang mendustakan agama saat ini bukanlah mengatakan bahwa "tidak benar Alquran itu dan tidak benar Muhammad bin Abdullah atau tidak benar hari bebangkit itu". Melainkan pendusta agama saat ini percaya penuh dengan Alquran, dengan nabi Muhammad SAW serta sangat yakin sengan hari pembalasan...namun masa bodoh. 

...semoga bermanfaat...