Surah Al-Hasyr, "Pengusiran"
Surah ini tergolong surah Madaniyah
Terdiri atas 24 ayat.
Dinamakan Al Hasyr yang berarti pengusiran
diambil dari perkataan Al Hasyr yang terdapat pada ayat ke-2 surat ini.
Di dalam surat ini disebutkan kisah pengusiran suatu suku Yahudi yang bernama Bani Nadhir yang berdiam di sekitar kota Madinah.
Pokok-Pokok Isi
- Keimanan
- Lain-lain
- Beberapa sifat orang-orang munafik dan orang-orang ahli kitab yang tercela
- Peringatan-peringatan untuk kaum muslimin.
Tafsir ayat 18 dan 19...
18.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
19.
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah…”
Seruan
Allah SWT kepada orang-orang yang beriman dengan bisikan dan sebutan
nama iman. Mereka diseru dengan sifat yang mengikat mereka dengan
Pemilik seruan itu serta memudahkan mereka dalam menyambut dan merespons
pengarahan dan pembebanan taklif-Nya.
Allah
mengarahkan seruan kepada mereka untuk mengajak mereka agar bertakwa,
melihat kepada segala yang dipersiapkan oleh diri-Nya bagi mereka di
akhirat, agar mereka selalu berhati-hati dan waspada dari sikap
melupakan Allah sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka
melupakan-Nya.
Takwa
merupakan kondisi dalam hati yang diisyaratkan oleh nuansa lafazhnya.
Namun, ungkapan tidak dapat menggambarkan hakikat. Takwa merupakan
kondisi hati yang menjadikan hati selalu waspada, menghadirkan dan
merasakan pengawasan Allah dalam setiap keadaan. Ia takut, merasa
bersalah, dan malu bila Allah mendapatinya berada dalam keadaan yang
dibenci oleh-Nya. Pengawasan atas setiap hati selalu terjadi setiap
waktu dan setiap saat. Jadi kapan seseorang merasa aman dari penglihatan
Allah?
”... dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),...”
Ungkapan
kalimat ini juga memiliki nuansa dan sentuhan yang lebuh luas daripada
lafazhnya sendiri. Kalimat ini hanya dengan sekadar terlintas dalam hati
saja, terbukalah di hadapan manusia lembaran amal-amalnya bahkan
lembaran seluruh kehidupannya. Manusia pasti akan mengarahkan
pandangannya kepada segala kata-katanya untuk merenungkan dan
membayangkan hisab amalnya beserta perincian-perinciannya satu per satu,
guna melihat dan mengecek apakah yang telah dia persiapkan untuk
menghadapi hari esok itu.
Renungan
itu pasti menyadarkannya tentang tempat-tempat kelemahannya,
tempat-tempat kekurangannya, dan tempat-tempat kelengahannya, walaupun
dia sudah berbuat maksimal dalam kebaikan atau telah mengeluarkan banyak
tenaga dan usaha di dalamnya. Apalagi, bila perbekalannya dalam
kebaikan sangat sedikit dan kebaikannya sangat kecil dan rendah!
Sesungguhnya ia merupakan sentuhan yang membuat hati tidak lagi
merasakan tidur nyenyak dan tidak lagi terlepas dari renungan dan
pengecekan kembali atas segala perbuatan (muhasabah).
Ayat
di atas tidak berhenti di situ saja dalam menyentuh setiap perasaan
hingga lagi-lagi pengaruh dan sentuhan itu ditambah dengan isyarat yang
tertuju kepada hati orang-orang yang beriman.
”... dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Hasyr: 18)
Maka, hati pun semakin sensitif, takut, dan malu karena Allah Maha Mengetahui atas segala yang dikerjakannya.
Sehubungan
dengan seruan ayat di atas agar hati orang-orang beriman selalu waspada
dan selalu ingat, Allah mengingatkan mereka pada ayat berikutnya agar
mereka jangan bersikap melupakan Allah,
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri…”
Kondisi
seperti ini sangat aneh dan ajaib, namun ia merupakan hakikat yang
nyata. Karena, orang-orang yang melupakan Allah pasti tersesat dalam
kehidupan ini tanpa ikatan apapun yang dapat menaikkannya ke tingkat
yang lebih tinggi . Dan, mereka hidup tanpa arah dan tujuan yang
menaikkan dan memuliakan mereka melebihi binatang ternak yang
digembalakan. Dalam sikap seperti ini, manusia telah melupakan
kemanusiaannya sendiri. Hakikat ini ditambahkan kepadanya atau
ditumbuhkan dan dibangun darinya hakikat lainnya, yaitu hakikat
melupakan diri sendiri. Sehingga, dia tidak menyiapkan bekal apa-apa
bagi kehidupannya yang lama dan abadi. Dan, dia pun tidak mempersiapkan
dan memandang jauh ke depan untuk bekalnya di hari esok.
” ... Mereka Itulah orang-orang yang fasik.(Al Hasyr: 19)
Merekalah orang-orang yang menyimpang dan keluar dari ketaatan kepada Allah.
No comments:
Post a Comment