Bila
hidup ini tidak ada tantangan, tentu tidak akan menarik. Terlebih
dahulu di-cast dengan ilmu, lalu kita amalkan dalam kehidupan, seperti
bertarung dalam kehidupan nyata ini. Tapi kita harus benar-benar bisa
mengukur diri kita. Misalnya, ketika terjadi pertemuan dengan kalangan
tertentu, ternyata membuat keimanan kita turun, berarti pertemuannya
tidak bagus untuk kita. Berarti iman kita belum cukup untuk bisa
menandingi pengaruh negatif dari lingkungan itu. Maka untuk sementara
waktu kita perlu berhijrah dari lingkungan tersebut, dalam rangka
menguatkan diri. Sehingga pada waktunya, kita sudah siap untuk terjun ke
kehidupan sesungguhnya, namun kita sudah berbekal dengan kemampuan yang
lebih baik. Kita harus mendakwahi mereka, ketika kita sudah yakin
dengan kekuatan diri kita. Di-cast bisa juga dengan cara berkumpul
dengan orang-orang shaleh. Diamnya saja akan berpengaruh terhadap
keyakinan kita.
Yang paling membuat hidup kita tidak nyaman adalah kebingungan,
ragu-ragu, dan ketidakjelasan, karena setiap yang meragukan membuat
hidup kita tidak jelas. Dalam menjalani hidup ini, apabila belum
mengenal peta hidup dengan jelas, maka menyebabkan hidup menjadi gamang,
ragu, dan sangat melelahkan.
Dalam menjalani hiduup ini, harus jelas tujuannya dan bagaimana dalam
melangkahnya, siapa Tuhan kita, siapa kita, apa yang bahaya, dan apa
yang menyelamatkan, akan ke mana kita, dan sebagainya. Kalau sudah
semuanya jelas, maka akan mantap dan tidak akan bingung dalam menjalani
hidup.
Manusia diciptakan dan diurus oleh Allah SWT. Tugas kita di dunia ini
adalah menjadi hamba Allah. Mematuhi apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi apa yang dilarang Allah. Perkara rejeki adalah mutlak dalam
genggaman Allah. Kalau kita patuh kepada Allah dan yakin dengan
kekuasaan Allah, Sang Pemberi rejeki pasti akan menjamin segala
kebutuhan rejekinya.
Penulis mangambil satu ayat dalam Al Quran untuk sama-sama kita simak lebih mendalam dan renungkan (setelah sekian lama tidak posting, Rohil Jumat 21 Desember 2013).
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. QS At-Thalaq : 2-3
Kita bekerja bukan hanya untuk mencari uang, tapi merupakan amal
shaleh dalam menjemput rejeki atau nafkah kita. Yang dicari keberkahan
dan ridho Allah SWT. Orang yang mencari ridho Allah tidak akan ragu
kepada Allah SWT sebagai pembagi rejeki, pasti kita akan bertemu dengan
rejek kita, sehingga tidak akan mau berbuat haram. Kalau seseorang tidak
mencari ridho Allah, maka ia bisa menghalalkan berbagai cara.
Dengan demikian, berbeda antara orang yang bekerja hanya untuk
mencari uang, dengan orang yang bekerja untuk mencari ridho-Nya. Orang
yang mencari ridho Allah, sama sekali tidak ada keraguan, yakin pasti
bertemu dengan rejekinya. Sepanjang sesuai dengan perintah Allah, tidak
perlu menghiba-hiba kepada manusia, karena manusia tidak dapat
mendatangkan apa pun, tanpa ijin Pemilik Semesta Alam.
Kita bergaul dengan manusia, bukan untuk menuhankan, dan memelas
kepada manusia. Kita bergaul dengan manusia karena Allah menyuruh kita
bergaul dengan manusia dengan baik. Kita berbuat baik bukan untuk ingin
dihargai. Orang menghargai, dan mengakui kebaikan kita atau tidak, bukan
urusan kita. Urusan kita adalah bergaul dengan manusia dengan baik
sesuai perintah-Nya. Tidak boeh takut kepada manusia. Diri kita milik
Allah, tak akan jatuh sehelai rambut pun tanpa ijin pemilik-Nya. Tidak
akan pernah mati, kecuali Allah yang mematikan.
Manusia bukan pemberi rejeki, manusia hanya makhluk sebagai jalan
dari ketentuan Allah. Tugas kita jelas, menjemput rejeki kita dengan
cara yang halal. Semua anak-anak kita ada rejekinya. Tugas orang tua
mengantar anaknya mengenal siapa penciptanya, Lukmanul Hakim menjadi
contoh bagaimana seorang hamba Allah, yang tidak menuhankan selain
Allah. Beliau mendidik anak untuk mengenal-Nya, dengan itu akan berjumpa
dengan rejekinya yang berkah. Dan akan berjumpa dengan rejeki dan
takdir terbaik dalam kehidupannya. Setelah kita mati, warisan terbesar
kita kepada anak-anak kita adalah keyakinan dan istiqamah taat kepada
Allah.
Dunia ini hanya tempat mampir sebentar. Semua kita akan tinggalkan.
Dunia tidak ada-apa nya. Dunia bukan untuk memperbudak kita, tapi dunia
diciptakan untuk menjadi pelayan kita. Harta, pangkat, gelar, tidak ada
apa-apanya. Orang-orang zalim dan ingkar diberi oleh Allah dunia ini.
Kemuliaan bukan dengan pencapaian duniawi, tanda kemuliaan bukan dengan
berharta atau berpangkat, melainkan dengan takwa.
Takwa itu tandanya hatinya yakin, patuh kepada Allah, lahir batin.
Ridho dengan semua takdir yang telah ditetapkan Allah. Allah tidak
pernah zalim dalam menentukan takdir kita. Jelas hidup ini hanya mampir
sebentar di dunia dan dunia tidak dibawa ke alam kubur.
Siti hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim yang merupakan perintah
Allah, ia pun mengikutinya. Lalu tatkala membutuhkan rejeki air untuk
diri dan anaknya, beliau pun berlari-lari mencari air ke bukit shafa dan
marwah. Namun airnya tidak muncul di bukit tersebut melainkan di
sekitar ka’bah yang berjarak seratus meteran dari sana.
Maka tugas kita dalam hal ini adalah untuk menyempurnakan ikhtiar,
bukan menentukan hasil. Jangan pernah risau dengan janji Allah.
Sesungguhnya yang berbahaya bagi diri kita adalah keburukan dari diri
kita sendiri. Orang lain hanya menjadi jalan.
Sekarang masalah apa pun yang menimpa, jangan sibuk dengan orang yang
menjadi jalan, melainkan sibuk dengan diri kita yang menjadi
penyebabnya. Kebaikan kembali pada pembuatnya, begitu pula keburukan.
Tidak ada yang merusak diri kita selain dari keburukan diri kita.
Ketika kita menghadapi kesulitan, kita tidak bisa menyelesaikan
dengan kemampuan kita, melainkan dengan pertolongan Allah. Bagaimana
jalan keluarnya? Adalah dengan bertaubat.
Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, Allah akan melegakkan
hatinya, Allah akan memberi jalan keluar, dan rejeki pertolongan dari
yang tidak terduga.
‘maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai." (QS Nuh : 10-12)
Rejeki termahal dalam hidup ini adalah hati yang yakin, dan
lahiriahnya patuh kepada Allah dengan istiqamah. Kesuksesan orang adalah
yakin kepada Allah, tidak ada keraguan dalam hatinya. Tidak bersedih
hati. Kunci yakin adalah hati yang bersih. Makin bersih dari
kemusyrikan, kemunafikan, dan cinta duniawi, hati akan langsung
merasakan keyakinan, hati peka, doa mustajab, akhlak mulia, dan auranya
nyaman. Maka jangan ukur kesuksesan seseorang dengan duniawinya,
melainkan lihatlah sejauh mana keyakinannya yang merupakan karunia Allah
tidak ada bandingannya.
Sekuat tenaga mengarungi hidup, disertai dengan semangat kebersihan
hati. Cari teman yang bisa membantu membersihkan hati. Seperti mobil
yang tidak jalan whipernya/ pembersih kaca ketika hujan deras, maka dia
akan risau. Bukan tidak adanya jalan, melainkan tidak bisa melihat
jalan. Seperti itu pula ketika kita melihat dengan mata hati yang
tertutup dosa. Oleh karena itu, kembalilah kepada Allah, seperti kaca
yang bersih, maka akan tampak semua yang ada, karena tidak tertutupi,
seperti udara bagi paru-paru ini, solusi sesungguhnya terhampar di dekat
kita.