PARA PENYEMBELIH UNTA
Tiga pasang alat sumpah Allah
Ada tiga pasang makhluk-Nya, yaitu matahari dan bulan, siang dan malam, serta langit dan bumi.
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan
apabila mengiringinya. Dan siang apabila menampakkannya. Dan malam
apabila menutupinya. Dan langit serta pembinaannya. Dan bumi serta
penghamparannya”. (QS. 91: 1-6)
Pertama, pasangan matahari dan bulan. Matahari yang
sinarnya baru saja meninggi saat kita disunnahkan untuk melaksanakan
shalat dhuha dijadikan sumpah oleh Allah. Demikian juga bulan yang
mengiringi matahari, yang cahayanya merupakan pantulan cahaya matahari.
Mengelilinginya bersama planet-planet yang Allah jadikan mengorbit pada
matahari.
Kedua, pasangan siang dan malam. Siang yang nampak
terang benderang sepadan dengan permulaan sumpah ini, yaitu matahari
yang mulai meninggi dan mulai mengusir kabut pagi dan kegelapan malam
pun pelahan hilang sama sekali. Dan saat malam datang kembali, maka
keadaan yang terang tersebut sirna tertutup oleh hitam. Kegelapan malam.
Pada waktu siang terlihat jelas karena diterangi matahari dan pada
malam hari matahari tertutup.
Ketiga, pasangan langit dan bumi. Keluasan langit
yang demikian –seolah- tiada batasnya tak ada yang tahu bagaimana Allah
membuat dan menjadikannya demikian kokoh tanpa tiang penyangga.
“siapakah yang sanggup membuatnya demikian?”
Dan tentu saja jawabannya adalah Allah.
Demikian juga rahasia pemilihan bumi sebagai tempat
manusia, di antara jutaan bahkan mungkin milyaran planet yang ada di
alam semesta ini. Kenapa Allah memilih bumi dan bukan yang lainnya. Maka
gunakanlah akal untuk mencerna dan menadabburi semesta yang sangat
luas.
Tiga pasang makhluk Allah di atas seharusnya membuat
manusia berpikir sejenak. Kenapa keenam hal tersebut diadakan Allah.
Bahkan dalam surat ini untuk mengiringi sumpah yang ke tujuh. “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)” (QS. 91: 7)
Keagungan dan kemegahan ciptaan-Nya yang serba berpasangan
tersebut seharusnya mampu membuat manusia sadar akan kebesaran Allah dan
bermuara pada totalitas penghambaan kepada-Nya. Apalagi semuanya,
matahari, bulan, siang, malam, langit dan bumi disediakan untuk manusia.
Yang dalam sumpah ke tujuh ini disebut dengan “jiwa”. Tak
seorang pun mengetahui bagaimana Allah mencipta jiwa dan di mana
letaknya dalam badan manusia. Jika penciptaan manusia secara biologis
saat ini telah terungkap prosesnya maka tak seorang mampu menyibak
rahasia jiwa/ruh manusia.
Pembersihan Jiwa dan Konsekuensi Kebalikannya
Nikmat Allah di atas yang enam (matahari,
bulan, siang, malam, langit dan bumi) bisa dirasakan oleh manusia. Yang
selaiknya membuat manusia terus bersyukur kepada-Nya. Pada ayat
selanjutnya Allah lengkapkan dengan nikmat abstrak lainnya. Yaitu
petunjuk dan jalan ketakwaan untuk ditempuh para pencari kebahagiaan dan
jalan kefasikan untuk dijauhi agar tak terjerumus dalam jurang
kenistaan dan kecelakaan yang abadi.
“Maka Allah ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS. 91: 8)
Dan jiwa yang beruntung dan bahagia adalah jiwa yang mau berusaha terus me-nyucikan diri. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu” (QS. 91: 9).
Kesucian jiwa ini harus terus kita rawat, jaga dan pelihara
dari kekotoran. Tentunya dengan ketakwaan.Sesuai doa yang diajarkan oleh
Rasulullah saw,
“Ya Allah karuniakan kepada kami hati yang bertaqwa,
bersihkan dan sucikan karena Engkau sebaik-baik Dzat yang
menyuci-kannya, Engkau yang menguasainya dan menjadi tuan atasnya”.
Sebaliknya, orang-orang yang membiarkan dirinya berbuat
zhalim dengan mengotorinya kejernihan jiwanya, kelak akan benar-benar
merugi dan ia sangat menyesali kerugiannya itu. “Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. 91: 10)
Dalam ayat ini Allah memberikan contoh riil dan kongkrit
seperti siapakah dan bagaimana contoh orang-orang yang merugi dan
mengotori jiwanya. Allah kisahkan cerita kaum Tsamud, kaum Nabi Shalih
as.
“(kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) Karena
mereka melampaui batas. Ketika bangkit orang yang paling celaka di
antara mereka. Lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka:
(“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”. Lalu mereka
mendustakannya dan menyembelih unta itu, Maka Tuhan mereka membinasakan
mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan
tanah)”. (QS. 91: 11-15)
Kaum Tsamud adalah bangsa besar yang pernah terkenal.
Keberadaan mereka yaitu setelah Kaum ‘Ad dihancurkan Allah. Dinamakan
demikian dari nama kakek mereka. Tiga bersaudara keturunan Amir bin Iram
bin Sam bin Nuh as. Mereka digolongkan bangsa Arab (al-Aribah)
yang tinggal di bebatuan di kota al-Hijr yang terletak di antara negeri
Hijaz dan Tabuk dan telah punah. Tiada satu pun dari mereka yang tersisa
demikian juga jejak-jejak peradaban mereka, terkubur bersama
kesombongan yang diadzab oleh Allah. Hanya sebagian kecil di antara
mereka yang mau beriman kepada risalah yang dibawa Nabi Salih as. yang
diutus Allah untuk memberikan petunjuk kebenaran kepada mereka.
Lihatlah pesan Nabi Salih dalam Surat Asy-Syu’ara. “Adakah
kamu akan dibiarkan tinggal disini (di negeri kamu ini) dengan aman. Di
dalam kebun-kebun serta mata air. Dan tanam-tanaman dan pohon-pohon
kurma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung
untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. Maka bertakwalah kepada Allah
dan taatlah kepadaku” (QS. 26: 146-150)
Kenikmatan dan kemampuan serta kekuatan yang diberikan
Allah telah membuat mereka lalai dan terlena sehingga tak mau beribadah
kepada Allah. Misi Nabi Salih pun adalah untuk mengembalikan mereka pada
fitrah. Namun, tidak semuanya mengindahkan peringatan beliau. Lihatlah
pesan tegas Nabi Salih, “Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini (di negeri kamu ini) dengan aman”.
Kenyamanan hunian yang asri membuat mereka lupa bahwa mereka suatu saat
akan mati dan meninggalkan semua peradaban yang mereka bangun. Dan mereka sama sekali tak memikirkan hal tersebut.
Puncak kesombongan tersebut terjadi ketika mereka
menyembelih unta. Dan yang mengambil inisiatif sekaligus melaksanakannya
adalah Qaddar bin Salif bin Janda’ dan kemudian diikuti oleh
orang-orang dari kabilah lain dan semuanya berjumlah sembilan orang.
Seperti yang dikabarkan Allah dalam surat an-Naml, “Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan”. (QS. 27: 48)
Setelah perbuatan yang mendatangkan murka Allah ini karena
mereka tak menunjukkan tanda-tanda penyesalan sama sekali. Bahkan mereka
menantang Salih untuk meminta diturunkan adzab kepada mereka. Lebih
dari itu mereka bersekongkol merencanakan konspirasi untuk membunuh Nabi
Allah tersebut. Masih kelanjutan surat An-Naml, “Mereka berkata:
Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sung-guh-sungguh akan
menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari,
Kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan
kematian keluarganya itu, dan Sesungguhnya kita adalah orang-orang yang
benar”(QS. 27: 49)
Mereka merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Salih di malam
hari, Allah lebih dahsyat makar-Nya. Sebelum mereka melaksanakan
rencana dan konspirasi keji ini, Allah dahului mereka dengan adzab yang
belum pernah diturunkan kepada siapapun sebelumnya. Yaitu dengan
teriakan yang sangat keras dan menghancurkan segalanya. Binasalah kaum
yang diberi kelebihan Allah dengan berbagai keistimewaan namun enggan
menyukurinya.
Allah meratakan mereka dengan tanah. Dalam ayat ini digunakan ungkapan “damdama”
yang berasal dari bergoyangnya bangunan sampai keras hingga terbalik
dan menimpa apa yang ada di bawahnya, kemudian rata sehingga tak
terlihat bekasnya.
Dan Allah sama sekali tidak merugi dengan sikap dan kebijakan-Nya yang mengerikan tersebut.
“Dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu”
(QS. 91: 15). Allah tak khawatir telah menzhalimi mereka, karena
sesungguhnya merekalah yang berbuat zhalim. Bukankah sebelumnya Allah
telah kirim kepada mereka orang terbaik yang berada di tengah-tengah
mereka yang sangat mereka cintai dan hormati. Namun, setelah Salih
mengungkapkan misinya, mereka berbalik memusuhinya.
Penutup
Orang yang jenius
mampu mengambil pelajaran dari suatu peristiwa yang telah berlalu
sehingga tak terjerumus dalam kesalahan yang sama. Semoga Allah
menjadikan kita orang yang mampu terus memperbaiki diri. Sehingga umur
kita bermanfaat, senada dengan ungkapan Ibnu Athaillah as-Sakandary,”Siapa
yang diberkahi umurnya, maka dalam waktu singkat ia dapat meraih
berbagai karunia Allah, sebuah karunia yang sulit diungkap melalui
kata-kata dan tak terjangkau lewat isyarat” .
No comments:
Post a Comment