“YANG MENYERBU”
بِِسْمِ
اللَّهِ
الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Dengan
Nama Allab, MaHa Pengasih, Maha Penyayang.
Kultur masyarakat
tempat Alquran diturunkan adalah kultur gumn pasir di mana peran unta dan kuda
sangat menonjol. Oleh karena itu, banyak penjelasan diberikan dalam Alquran
mengenai ibil (unta) dan khayl (kuda). Kata untuk kuda adalah
kata benda kolektif dan juga dihubungkan oleh kata akarnya dengan khala,
yang berarti 'mengkhayal, berpikir, mengira', dan khayl, yang berarti
'khayalan, fantasi, bayangan', atau kemampuan batin untuk membentuk kesan atau
konsep dari berbagai obyek yang tidak ada atau tidak hadir. Kemampuan batin ini
merupakan salah satu fenomena eksistensi yang paling, yang sebenarnya menjadi
dasar bagi pengalaman eksistensi. Lima ayat pertama ini adalah tentang kuda
dalam arti harfiah.
وَالْعَادِيَاتِ
ضَبْحًا
1.
Demi [kuda] yang berlari kencang dengan terengah-engah,
Al-'Adiyat berasal
dari kata kerja 'ada yang berarti 'berlari, berderap, lari cepat-cepat
atau berlomba cepat'. Dhabhan berarti 'dengusan, suara terengah-engah
atau megap-megap karena berlari terlalu cepat'. Kuda-kuda berlari kencang
seolah-olah menyerbu musuh. Hal ini bisa juga berkenaan dengan serbuan kekuatan
musuh terhadap kaum muslim atau, kalau tidak, serbuan kekuatan iman. Sebagian
orang saleh menganggap ayat ini berkenaan dengan serangan nafs pada saat
berada di alam zikir yang tinggi.
فَالْمُورِيَاتِ
قَدْحًا
2.
Dan yang memercikkan bunga api,
Ini gambaran lain tentang serbuan.
Sambaran percikan api bisa jadi merupakan rabuk nafs yang mengering
ketika percikan 'irfan (pengetahuan langsung) menyalakannya. Lagi-lagi
hal itu menunjukkan daya, kekuatan dan petunjuk. Kita dapat merasakan dalam
ayat ini suatu situasi perjuangan dan pertempuran, bentrokan antara dua kekuatan
yang berlawanan, konfrontasi antara iman (kepercayaan, keyakinan) dan kufur
(penyangkalan realitas).
فَالْمُغِيرَاتِ
صُبْحًا
3. Dan yang menyerang tiba-tiba di waktu pagi,
Kata shubh, yang berarti
'fajar, pagi', di sini berarti membuka wilayah musuh, membuka kegelapan dengan
cahaya pagi, membuka kegelapan batin kita dengan cahaya Allah.
فَأَثَرْنَ
بِهِ نَقْعًا
4. Lalu menerbangkan debu,
Para penyerang—yang menimbulkan percikan-percikan—mengaduk-aduk
debu yang sudah ada, karena debu adalah adim (lapisan kerak bumi) yang
pertama, yang paling rendah, dan asal penciptaan Adam. Penyucian jiwa mirip
dengan peluruhan debu dari tubuh, yakni, transendensi tubuh di dunia ini dan di
dunia akan datang.
فَوَسَطْنَ
بِهِ جَمْعًا
5. Lalu kuda-kuda itu menyerbu ke tengah kerumunan musuh:
Tiba-tiba
para penyerang ini mendapati dirinya di tengah-tengah musuh, di tengah
kerumunan. Seseorang bisa tiba-tiba berada di tengah wahm (ilusi)-nya sendiri,
bisikan hati dan nafs-nya. Ia bisa tiba-tiba mendapati dirinya berada di
tengah kerumunan orang-orang yang dianggapnya kufur. Tiba-tiba dunia subyektifnya
runtuh tanpa ada peringatan lebih dahulu.
Dinamisme
dari apa yang digambarkan dalam ayat-ayat pertama ini merupakan sesuatu yang
dapat kita semua saksikan. Gambaran tersebut melukiskan serangan bersemangat
yang memiliki suatu tujuan, suatu misi, di mana unsur-unsur pokok muncul, yakni
percikan api dan debu, kemudian pergerakan ke tengah-tengah, dan pelepasan
napas yang penghabisan, karena terengah-engah dan sesak napas, yang diakibatkan
oleh semangat. Tiba-tiba kita diberikan suatu pandangan kaleidoskopis (yang
berubah-ubah dengan cepat) tentang apa yang dapat kita saksikan dari berbagai
peristiwa luar di dalam hati kita. Panorama dari berbagai peristiwa dan
perbuatan di dunia lahir merupakan cermin dari apa yang berlangsung dalam
batin..
Lalu
tiba-tiba kita sampai pada alam manusia, sifat dasamya yang dapat dilihat dan
tidak dapat dilihat yang dapat kita selidiki, perhatikan, dan renungkan agar
kita dapat melampaui apa yang terdekat kepada kita, yakni, di luar
kecenderungan-kecenderungan kita yang alamiah dan rendah.
إِنَّ
الْإِنسَانَ
لِرَبِّهِ
لَكَنُودٌ
6.
Sesungguhnya manusia tidak bersyukur kepada Tuhannya!
Kecenderungan yang paling lazim
pada manusia adalah kunud, yang berarti 'tidak ada rasa syukur'. Manusia
mengingkari rahmat, kasih sayang, dan nikmat Allah. Itu memang sifatnya karena
dalam dirinya ada benih ketidak-bergantungan yang menggemakan sifat Allah, Yang
Sama Sekali Tidak Bergantung. Dalam kesombongannya manusia menganggap dirinya
independen, suatu pemikiran yang sesat mengenai aspek Ilahiah.
وَإِنَّهُ
عَلَى ذَلِكَ
لَشَهِيدٌ
7.
Dan sesungguhnya ia menjadi saksi langsung atas hal itu.
Namun, pada manusia ada sesuatu
yang lebih dalam dari rasa tak bersyukur, yakni kesadaran akan kesadaran, dan
hal ini menjadikan dia sebagai saksi atas dirinya sendiri dalam situasi
tersebut. Manusia sendiri adalah saksi untuk dirinya sendiri ketika dalam
keadaan tidak bersyukur. Penyaksian ini tidak bisa terjadi kalau tidak ada
sesuatu yang sudah ada dalam dirinya yang bahkan lebih tinggi dari nafs,
atau dengan kata lain, kalau nafs yang tinggi tidak menerangi nafs
yang rendah. Nafs yang rendah menyangkal, meragukan, bermuka dua, dan
berubah warna sesuai dengan keadaan, sedangkan kesadaran yang tinggi menerangi
kesadaran yang rendah. Cahaya ilmu pengetahuan sudah ada dalam diri manusia,
tapi ia harus membiarkannya memantul dalam mata batinnya, agar ia dapat melihat
dengan jelas. Yang dilihat manusia tergantung pada mata yang digunakannya untuk
melihat, apakah menggunakan mata nafs yang rendah atau menggunakan mata
batinnya yang tinggi.
وَإِنَّهُ
لِحُبِّ
الْخَيْرِ
لَشَدِيدٌ
8. Dan
sesungguhnya ia sangat teguh dalam kecintaannya terhadap harta.
Sifat manusia memang ingin 'terikat' pada hal yang
baik—syadid (kokoh, kuat) berasal dari syadda, yang berarti
'mengetatkan, mengikat'. Ia mencintai hal yang dianggapnya baik, walaupun yang
kelihatan baik bagi dia saat ini mungkin tidak baik bagi dia di saat Sain.
أَفَلَا
يَعْلَمُ
إِذَا
بُعْثِرَ مَا
فِي الْقُبُورِ
9. Apakah
ia tidak mengetahui, tatkala apa yang ada dalam kubur dibangkitkan,
Manusia selalu mencari perlindungan dan kesenangan,
dan juga ingin dibiarkan sendiri dengan nilai-nilainya. Ayat ini bertanya
kepada kita, 'Apakah manusia tidak menyadari bahwa apa yang tersembunyi dalam
hati, apa yang tersembunyi dalam kubur, akhirnya akan keluar?' Akhirnya kita
semua akan dikeluarkan dari kubur-kubur kita, dan yang sekarang tersembunyi
dalam hati akan diungkapkan dalam kehidupan mendatang. Apa pun yang dikubur
atau disembunyikan akhirnya akan terungkap.
وَحُصِّلَ
مَا فِي
الصُّدُورِ
10. Dan
apa yang ada dalam dada akan ditampakkan,
Hashala berarti 'disamping,
jelas'. Apa yang tersembunyi dalam dada akan ditampakkan dan menjadi jelas.
Penampakkan ini dapat terjadi sekarang jika kita sungguh-sungguh ingin
mengetahui apa yang ada dalam hati kita. Tujuan eksistensi ini adalah mencapai
kesatuan, menyatukan yang ada dalam hati kita dengan perbuatan kita, melalui
kejelasan dan kesadaran.
إِنَّ
رَبَّهُم
بِهِمْ
يَوْمَئِذٍ
لَّخَبِيرٌ
11. Sesungguhnya Tuhan mereka
pada hari itn akan benar-benar mengetahui mereka.
Hari ketika
penyatuan atau pembukaan itu terjadi akan menjadi hari kebijakan Tuhan kita.
Ketuhanan adalah hal yang menggiring kila kepada tauhid, kepada keesaan. Untuk
mendapatkan hikmah dari pengalaman kita dalam kehidupan ini kita harus yakin
bahwa apa pun yang ditakdirkan juga akan terungkap dan terang dalam pengetahuan
sempurna Tuhan kita.
Trimakasih
ReplyDelete