Nasihat Luqman pada anaknya..
Assalamu'alaikum wr. wb....terlebih dahulu penulis mengucapkan selamat memasuki tahun 2012 kepada semua pembaca Blog ini...
...Allah telah mengatur penulis dengan kudrat Nya bahwa di akhir tahun 2011 ini penulis di takdirkan mem-posting kalam Nya yg tersusun pada urutan 31....subhanallah...makna apa yang Engkau amanatkan kepada ku...betul2 diluar kemampuan ku memaknainya...tidak aku rencanakan sama sekali...mudah2 menjadi evaluasi bagi kami semua...terhadap apa yg telah kami berikan kepada anak2 kami.........................................................................................................penulis bukanlah seorang ustad atau berilmu tinggi...jauh sama sekali....selamat membaca...
Kita semua tahu bahwa peran ayah dalam sebuah keluarga sangat penting, terutama pemahaman seorang ayah akan tauhid dan akidah di dalam keluarga guna mengarahkan prinsip-prinsip dalam beragama kepada anak-anaknya. Akan tetapi, sungguh sedih tatkala di jaman sekarang ini, banyak figur-figur dari seorang ayah yang kecenderungannya lebih kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Walaupun kita ketahui bersama, bahwasanya mencari dunia itu tidak tercela di dalam Islam, dan mereka pun melakukan yang demikian itu untuk kesejahteraan anak-anaknya, akan tetapi yang namanya pendidikan anak tentang akhlak dan beragama juga merupakan faktor utama yang tidak dapat dikesampingkan.
Akibat dari kesalahan pola pendidikan keluarga terhadap anak-anaknya, maka jangan heran ketika anak-anak jaman sekarang lebih cenderung menghabiskan waktunya untuk berbelanja, pergi ke mall, dan mencari kenyamanan di lingkungan luar karena lingkungan keluarganya yang kurang harmonis.
Disitulah peran ayah sangat penting bagi pembentukan akhlak seorang anak. Adapun bagaimana seharusnya seorang ayah mendidik anaknya, maka Allah Azza wa Jalla telah mengisyaratkan kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya.” (QS. Luqman: 13)
Ini adalah isyarat yang agung, dimana Allah Rabbul ‘alamin mengingatkan segenap manusia, setiap ayah agar senantiasa memperhatikan pendidikan anaknya, terutama akhlak anaknya dan agama anaknya.
Adapun Luqman, sebelum kita mengkaji nasehat-nasehat apakah yang Luqman wasiatkan kepada anaknya, maka tentunya kita akan bertanya, ‘Siapakah Luqman?’
Para ulama terdahulu (as-Salaf) bersilang pendapat mengenai status Luqman. Namun mayoritas ulama mengatakan bahwa Luqman bukan Nabi, ia hanya seorang hamba Allah yang salih dan taat beribadah.
Sufyan ats-Tsauri meriwayatkan dari al-Asy’ats dari ‘Ikrimah dari ‘Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Luqman adalah seorang hamba sahaya berkebangsaan Habsyi (Ethiopia) dan berprofesi sebagai tukang kayu.” [Ath-Thabari (XX/135)]
Al-Auza’i berkata, “Aku meriwayatkan sebuah keterangan dari ‘Abdurrahman bin Harmalah, ia berkata, “Seorang laki-laki berkulit hitam mendatangi Sa’id bin al-Musayyab. Ia (Sa’id) berkata kepada laki-laki berkulit hitam itu, ‘Janganlah bersedih hanya karena kamu laki-laki berkulit hitam. Karena ada tiga orang manusia terbaik yang berasal dari Sudan (negeri yang penduduk aslinya berkulit hitam), yaitu (1) Bilal, (2) Mahja’, hamba sahaya yang dibebaskan ‘Umar bin al-Khaththab dan (3) Luqman al-Hakim, seorang laki-laki hitam yang fisiknya kuat.” [Ath-Thabari (XX/135)]
Namanya (Luqman) diabadikan menjadi nama sebuah surat di dalam Al-Qur’an yaitu surat ke 31. Ia digambarkan sebagai laki-laki shalih yang memberikan untaian nasihat luhur kepada anaknya yang merupakan sosok manusia yang paling ia cintai dan paling ia sayangi daripada manusia yang lain. Sebagaimana diriwayatkan oleh Syu’bah dari al-Hakam dari Mujahid, ia berkata, “Luqman adalah seorang hamba yang shalih, namun ia bukan Nabi.” [Ath-Thabari (XX/134)]
Itulah Luqman. Seorang ayah yang benar-benar ingin memberikan hal-hal yang terbaik yang pernah ia ketahui kepada anaknya. Sebagaimana Allah menjelaskan mengenai kelebihan Luqman dan apa yang ia sampaikan kepada anaknya di dalam Al-Quran:
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: ” Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Luqman:12)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman.” Maksud dari hikmah dalam ayat ini adalah pemahaman yang mendalam, ilmu yang luas dan cara pengungkapan yang bagus. [Shahih Tafsir Ibnu Katsir (7/149)].
Maha Besar Allah, bayangkan kesempurnaan yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada Luqman, bukan hanya pemahaman dan ilmu, namun Allah memberikan Luqman cara pengungkapan yang bagus dalam menyampaikan ilmunya. Oleh karena itu, Allah Rabbul’alamin menyuruh kepada Luqman untuk bersyukur atas anugerah yang telah Allah limpahkan kepadanya, dan itulah keutamaan yang Allah karuniakan secara khusus kepada Luqman.
Wasiat Luqman Kepada Anaknya. Allah Subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa suatu saat Luqman memberikan wasiat dan wejangan kepada anaknya, manusia yang paling ia cintai dan paling ia sayangi, serta manusia yang paling berhak mendapatkan ilmu pengetahuan dan nasehat darinya. Oleh sebab itu nasehat pertama yang ia sampaikan adalah
(1) Hendaknya ia menyembah hanya kepada Allah saja, dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ” Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman:13)
Perhatikanlah bagaimana penekanan Luqman kepada anaknya tatkala ia berkata, “Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Imam al-Bukhari dalam Fat-hul Baari (VIII/372) meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Ketika turun ayat, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman.” (QS. Al-An’aam: 82), para Sahabat Rasulullah merasa berat mengamalkan ayat ini. Mereka bertanya, ‘Apakah ada di antara kita yang keimanannya tidak tercampur dengan perbuatan zhalim?’ Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan itu yang dimaksud. Tidakkah kamu mendengar perkataan Luqman, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya nomer 124.
Selanjutnya Allah menyandingkan wasiat Luqman agar sang anak menyembah hanya kepada Allah saja, dengan wasiat
(2) Berbakti kepada orang tua.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (QS.Luqman: 14)
Mengenai ayat ini, Mujahid berkata, “Yang dimaksud dengan -wahnan ‘alaa wahnin- adalah, ‘Dalam keadaan penuh penderitaan saat mengandung sang anak.’” [Ath-Thabari (XX/137)]
Sengaja, Allah menyebutkan perjuangan seorang ibu dalam mengurus anaknya. Penderitaan dan pengorbanan seorang ibu dalam melindungi anaknya di antaranya dengan tidak bisa tidur dengan nyaman di sepanjang siang dan malam, semata-mata agar seorang anak senantiasa mengingat jasa-jasa ibunya. [Shahih Tafsir Ibnu Katsir (7/153)]
Dan akhir ayat tersebut merupakan isyarat yang sangat agung. “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” Karena sesungguhnya Allah akan membalas hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, dengan balasan yang paling sempurna. [Shahih Tafsir Ibnu Katsir (7/153)]
Dan Luqman kemudian berwasiat
(3) Agar anaknya tidak mengikuti ajaran orang tua yang sesat. Yaitu ajakan untuk mengikuti agama mereka yang tidak diridhlai oleh Allah Azza wa Jalla.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS. Luqman:15).
Namun bukan berarti yang demikian itu jika terjadi kepada kita menjadikan penghalang bagi diri kita untuk bergaul dan memperlakukan kedua orang tua kita dengan baik di dalam dunia ini. Karena Allah menutup ayat tersebut dengan, “Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman:15).
Di dalam kitab al-’Isyrah (pergaulan), karya ath-Thabrani, ia meriwayatkan bahwa Sa’d bin Malik berkata: “Ayat ini turun berkenaan denganku, yakni firman Allah, ‘Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’ Dulu, aku ini seorang laki-laki yang sangat berbakti kepada ibuku. Ketika aku masuk Islam, ibuku berkata, ‘Wahau Sa’d! Apa yang aku khawatirkan ini terjadi juga. Tinggalkanlah agamamu (Islam), atau aku tidak akan makan dan minum sampai mati. Dan kamu berhasil melempar aib kepadaku.’
Aku pun menjawab, ‘Jangan engkau lakukan hal itu wahai ibuku. Dan aku tidak akan meninggalkan agamaku ini dengan alasan apapun.’ Maka ibuku tidak mau makan dan minum selama satu malam. Selanjutnya ia meningkatkan kesungguhannya. Maka pada hari esoknya pun selama satu hari satu malam ia tidak mau makan. Kemudian ia pun menjadi semakin serius dalam aksinya. Ketika aku melihatnya demikian, aku berkata, ‘Wahai ibuku! Ketahuilah, demi Allah, seandainya pun engkau memiliki seratus nyawa, kemudian satu persatu nyawamu lepas dari badan, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini dengan satu alasan apapun. Jika engkau berkehendak makan, maka makanlah. Dan jika engkau tidak ingin makan, tinggalkan saja.’” Pada akhirnya ibunya pun makan seperti biasa. [Ibnul Atsir menyebutkan keterangan ini di dalam kitab Ussul Ghaabah (IV/216)]
Wasiat Luqman selanjutnya kepada anaknya merupakan wasiat yang sangat berguna. Allah sengaja mengemukakannya agar umat manusia senantiasa ingat dan mengamalkan serta mematuhinya, bahwasanya
(4) Kezhaliman atau kesalahan yang ukurannya seberat biji sawi akan medapat ganjaran di hari Kiamat kelak.
(Luqman berkata): ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)
Allah akan meletakkan keputusan yang adil pada saat menimbang amal perbuatan manusia. Allah akan membalas segala amal perbuatan manusia, jika amalnya baik, maka balasannya pun akan baik. Akan tetapi jika amal perbuatannya jelek maka balasannya pun jelek.
Sebagaimana firman-Nya,
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiyaa’: 47)
Dan juga firman-Nya,
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Bahkan, meskipun sebutir dzarrah itu tertutup rapat di dalam bongkahan batu yang sangat besar, atau menghilang tidak diketahui rimbanya di segenap penjuru langit dan pelosok bumi, maka Allah pasti bisa mendatangkannya, karena tidak ada sesuatu pun yang samar dari pengetahuan Allah.
Oleh sebab itu Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” Allah Mahahalus, artinya pengetahuan-Nya Mahasempurna, hingga tidak ada satu pun perkara yang tersembunyi dari ilmu-Nya, meskipun perkara itu begitu lembut, dan sangat sulit dijangkau. Allah Maha Mengetahui meski dengan langkah seekor semut yang merayap di kepekatan malam yang gelap gulita.
Selanjutnya, Allah mengabarkan mengenai wasiat Luqman kepada anaknya yang sangat agung, yaitu
(5) Perintah mendirikan shalat, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.
Sebagaimana Allah Azza wa Jalla telah berfirman dalam QS. Luqman ayat 17,
“Hai anakku, dirikanlah shalat.” Yakni, lakukanlah dengan seluruh aturan-aturan, rukun-rukun, dan waktu-waktunya.
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.” (QS.Luqman:17)
Dari ayat tersebut, maka kita pun mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Luqman, bahwasanya menyuruh manusia untuk mengerjakan perbuatan baik dan mencegah mereka dari perbuatan yang mungkar harus dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan yang kita miliki. Dan pelaku amar ma’ruf nahi mungkar itu, niscaya akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari kebanyakan manusia. Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla mengisyaratkan “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.” (QS.Luqman:17)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengingatkan bahwa bersabar dalam menanggung perlakuan yang menyakitkan dari manusia itu merupakan perkara yang diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana di akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Dan nasehat Luqman berikutnya,
(6) Menyuruh agar tidak bersikap sombong.
Firman Allah dalam QS. Luqman ayat 18, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerena sombong).”
Maksudnya janganlah kita suka memalingkan wajah kita tatkala kita sedang berbicara atau ketika seseorang berbicara kepada kita dengan maksud mengecilkan dan meremehkan orang lain seraya menampakkan kesombongan dan kepongahan diri kita di depan orang lain. Oleh karenanya, kita harus mampu merendahkan hati dan menampakkan wajah yang ramah terhadap orang lain, khususnya saudara-saudara kita seagama dan seakidah.
Dan nasehat tersebut sesuai dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Imam Abu Dawud dan tercantum di dalam Shahiihul Jaami’ No 97, bahwasanya Rasulullah telah bersabda, “Seandainya kamu berbicara dengan saudaramu, maka (lakukanlah) dengan wajah yang ramah tamah. Jauhi olehmu memanjangkan kain sampai ke bagian bawah mata kaki. Karena sikap seperti itu tergolong membangga-banggakan diri (sombong). Dan sikap membangga-banggakan diri ini sangat tidak disukai oleh Allah.” [Abu Dawud (IV/345)]
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.” (QS. Luqman: 18). Sombong, berbangga diri, menampakkan kebesaran dan kekuatan adalah hal yang harus kita hindari. Karena yang demikian itulah hal yang akan membuat Allah membenci kita.
Dalam ayat lain, Allah menegaskan ketidak-sukaan-Nya kepada orang-orang yang sombong dan merendahkan orang lain,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Israa’: 37)
Dan nasehat terakhir Luqman kepada anaknya yang bisa kita jadikan bahan pelajaran untuk bersikap adalah
(7) Perintah untuk bersikap sederhana.
Allah berfirman, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.” (QS. Luqman: 19), Maksudnya berjalanlah dengan sikap yang santun dan sederhana.
“Dan lunakkanlah suaramu.” (QS. Luqman: 19) Artinya, janganlah bersikap keterlaluan dalam berbicara. Janganlah mengeraskan suara pada pembicaraan yang tidak memiliki faedah apa-apa.
Oleh karenanya Allah berfirman di akhir QS. Luqman ayat 19, “Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Para ahli tafsir mengatakan bahwa suara yang paling buruk adalah suara keledai dikarenakan suara keledai itu keras dan tinggi. Dan ini adalah isyarat dari Allah bahwasanya, Allah memurkai orang-orang yang meninggikan suaranya tatkala berbicara. Dan Allah menyerupai orang-orang yang demikian itu seperti keledai menunjukkan haramnya dan sangat tercelanya tindakan tersebut.
Perumpamaan haramnya meninggikan suara ini sama persis dengan perumpamaan yang disebutkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Kami tidak memiliki permisalan yang buruk. (Seburuk-buruk permisalan) orang yang minta kembali pemberiannya, yakni bagaikan anjing yang memuntahkan sesuatu, kemudian ia menjilat kembali muntahannya itu.” [Tuhfatul Ahwadzu (IV/522)].
Nasehat-nasehat Luqman tersebut sungguh penuh hikmah dan bermanfaat. Untaian nasehat Luqmanul Hakim tersebut termasuk kisah yang ada di dalam al-Qur’an al-’Azhim. Oleh karena itu, wajiblah seorang ayah senantiasa mengajarkan prinsip-prinsip hidup seperti yang telah Luqman ajarkan kepada anak-anaknya.
Dan sebagaimana hati kecil kita pasti akan menyetujui bahwa memang prinsip-prinsip tersebut adalah hal yang sangat agung yang sangat penting untuk kita kepada anak-anak kita terutama diri-diri kita masing-masing.
Semoga nasehat-nasehat dari Luqman ini dapat selalu mengingatkan kita agar selalu memperbaiki diri. Dan juga membuat kita untuk tidak akan pernah lupa agar mewariskan kebaikan-kebaikan kepada anak-anak kita. Yaitu kebaikan-kebaikan yang telah Allah dan Rasulnya isyaratkan. Karena anak kita, mereka lah yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini dan agama yang mulia ini.
Semoga Allah membimbing kita semua menuju amal yang dicintai dan diridhai-Nya.
Amin.
subhanallah.. izin share :)
ReplyDeleteJzkllh , semoga bermanfaat,
ReplyDeleteMalah Q.S. Luqman itu dalam analisa saya tepat jika dijadikan konsep, dan metodologi pendidikan bagi umat Islam, baik formal maupun informal. Tidak perlu mengadopsi konsep luar Al-Qur'an (Teori orang kafir)(Q.S Luqman:6)
ReplyDeletesubhanallah, izin share :)
ReplyDeleteBismillah semoga bermanfaat..
ReplyDelete