Para Pengumpul Harta dan Neraka Huthomah
وَيْلٌ
لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ (1) الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (2)
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ (3) كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي
الْحُطَمَةِ (4) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ (5) نَارُ اللَّهِ
الْمُوقَدَةُ (6) الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ (7) إِنَّهَا
عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ (8) فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ (9)
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,
3. dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
4. sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthomah.
5. Dan tahukah kamu apa Huthomah itu?
6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
7. yang (membakar) sampai ke hati.
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (QS. Al Humazah: 1-9)
Pengumpat Lagi Pencela
Mengenai kata “هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ”, para ulama berselisih pendapat apakah kedua kata tersebut bermakna sama ataukah berbeda.
Jika bermakna beda, ada 7 pendapat mengenai makna kedua kata tersebut:
1. Humazah bermakna menggibahi (menjelek-jelekkan di belakang), sedangkan lumazah bermakna menjelek-jelekkan. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas.
2. Humazah bermakna mencela manusia di hadapannya, sedangkan lumazah berarti menjelekkan manusia di belakangnya. Inilah pendapat Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’ dan Abul ‘Aliyah.
3. Humazah bermakna mencela manusia. Adapun lumazah bermakna mencela nasab manusia. Demikian pendapat Mujahid.
4. Humazah berarti mengejek dengan mata dan lumazah berarti mengejek dengan lisan. Inilah pendapat Qotadah.
5. Humazah berarti mencela dengan tangan ditambah memukul dan lumazah berarti mencela dengan lisan sebagaimana pendapat Ibnu Zaid.
6. Humazah berarti mencela dengan lisan, sedangkan lumazah berarti mencela dengan mata. Demikian pendapat Sufyan Ats Tsauri.
7. Humazah berarti mencela manusia di belakangnya, sedangkan lumazah berarti mencela manusia di hadapannya. Inilah pendapat Maqotil.
Sedangkan jika humazah bermakna sama dengan lumazah, maka maknanya
adalah menjelek-jelekan di belakang dan membenci orang lain. (Dinukil
dari Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi). Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di memilih tafsiran, humazah dimaksudkan untuk orang yang menjelek-jelekkan dengan isyarat dan perbuatannya. Sedangkan lumazah dimaksudkan untuk orang yang menjelek-jelekkan dengan perkataannya.
Berarti ayat “celakalah humazah dan lumazah” menunjukkan
ancaman keras pada orang yang suka mencela dan menjelek-jelekkan orang
lain. Karena “وَيْلٌ” itu sendiri bermakna celaka atau ancaman keras.
Pengumpul Harta
Mengenai ayat,
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ
“yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung”, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menerangkan bahwa di antara sifat humazah dan lumazah adalah hanya mengumpulkan harta saja, menghitung-hitungnya dan begitu tamak padanya.
Namun mereka tidak punya semangat untuk menginfakkannya di jalan
kebaikan atau jalan menjalin hubungan kekerabatan atau yang lainnya.
Harta Dapat Mengekalkan di Dunia?
Karena kebodohannya, mereka menyangka bahwa harta bisa mengekalkan
mereka di dunia. Oleh karena itu, usaha dan kerja kerasnya hanyalah
ingin terus menambah subur harta yang mereka sangka bahwa harta tadi
bisa menambah umur mereka. Padahal sifat pelit (kikir) malah mengurangi
umur dan menghancurkan kehidupannya di dunia. Yang sungguh menambah umur
hanyalah dengan amalan kebajikan. Demikian keterangan Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengenai ayat,
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
“Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya.”
Tidak Seperti yang Mereka Angankan
Mereka menyangka bahwa harta bisa mengekalkan di dunia, padahal tidak seperti yang mereka angankan. Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthomah.”
Maksud ayat ini adalah “tidak seperti yang mereka sangkakan karena
sungguh mereka (yang hanya sibuk dengan mengumpulkan dan
menghitung-hitung harta) akan dilemparkan di huthomah. Dan huthomah adalah salah satu dari nama neraka yang sifatnya memecahkan segala yang nanti masuk di dalamnya.” Na’udzu billah … Demikian keterangan dari Ibnu Katsir. Sedangkan Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir menerangkan bahwa huthomah
disebut demikian karena segala sesuatu akan hancur atau pecah ketika di
lempar di dalamnya. Gambarannya, tulang bisa patah setelah daging
luarnya dilahap.
Adapun ayat tersebut diulang dengan,
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
“Dan tahukah kamu apa Huthomah itu?”, maksudnya adalah untuk
menunjukkan besarnya dan ngerinya neraka tersebut. Demikian keterangan
dari Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya.
Sifat-Sifat Huthomah
Setelahnya disebutkan beberapa sifat huthomah.
نَارُ
اللَّهِ الْمُوقَدَةُ (6) الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ (7)
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ (8) فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ (9)
“(yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang
(membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas
mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang” (QS. Al Humazah: 1-9)
Huthomah adalah api yang dinyalakan, di mana api tersebut berbahan bakar manusia dan batu. Sebagaimana Allah Ta’ala sebutkan dalam ayat lainnya,
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At Tahrim: 6).
Nyala api itu tersebut kemudian membakar sampai di hati. Ini
menunjukkan kerasnya siksa karena yang dibakar adalah jasad dan akan
menjalar sampai ke qolbu (jantung).
Kengerian panasnya huthomah tersebut ditambah dengan tertutupnya neraka tadi dan orang yang telah masuk di dalamnya tidak bisa keluar.
Mengenai ayat “فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ”, sebagaimana dikatakan oleh
‘Athiyah Al ‘Aufiy bahwa maksudnya ada tiang dari besi. Sedangkan As
Sudi berpendapat bahwa ada tiang dari api. Dan tiang tersebut
dibentangkan. Artinya di sini, huthomah adalah neraka yang
tertutup dan terdapat tiang di belakang pintu yang dibentangkan dan jika
seseorang itu berusaha keluar, maka ia akan kembali lagi ke dalamnya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا
“Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya” (QS. As Sajdah: 20). Inilah keterangan dari Ibnu Katsir dan As Sa’di dalam kitab tafsirnya.
نعوذ بالله من ذلك، ونسأله العفو والعافية
Na’udzu billah min dzalik, kita berlindung kepada Allah dari kengerian neraka. Kita meminta pada Allah pemaafan dan keselamatan.