Tak terasa kita bertemu dengan bulan yang telah setahun meninggalkan kita, Ramadhan dan...
tanpa ku hitung waktu, Blog ini telah pula sampai kepada ayat-ayat pendek, berarti sudah di penghujung. Mudah-mudahan banyak manfaat dari apa yang aku (yang tidak ada apap-apa nya ini) posting selama ini....amin.
Alam
nasyrakh laka shadrak. Wa wadza’na anka wizrak. Alladzii anqazadzahrak.
Wa rafa’naa laka dzikrak. Faa’inna ma’a al-‘usyri yusyra. Inna ma’a
al-yusyri yusyra. Faa’idza faraghta faanshab. Wa iilaa rabbika faarghab
“Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan
darimu bebanmu? Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu
sebutanmu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap”.
Allah menyatakan dalam ayat ini bahwa Ia telah memberikan kelapangan dada
setiap manusia. Menghilangkan beban yang kerap kali menghimpit derap
langkah kehidupan manusia. Tetapi Allah juga berjanji bahwa setiap kali
ada kesulitan yang menerpa kita, akan ada pula kemudahan menghampiri
kita.
Setiap
kali kita melangkahkan kaki keluar rumah, kita sadar bahwa di hadapan
kita terbentang jalan yang tak datar. Pada saat tertentu kita melewati jalan
menurun, tapi tak jarang pula kita harus mampu meniti jalan mendaki yang
kadangkala terasa berat dan licin bisa membuat kita terpelesat.
Hidup
adalah perjalanan; bertolak dari, sedang berada di, serta menuju ke
suatu tempat, di dalamnya terdapat kesukaran dan kesulitan bagaikan
pendakian yang berat.
Senada
dengan pendakian yang berat itu Allah swt berfirman dalam Surat
al-Baqarah 124, 155 – 157 yang mengingatkan kita kepada beberapa hal;
pertama, munculnya rasa takut;
kedua, kelaparan;
ketiga, kekurangan harta;
keempat, kehilangan anak;
kelima, kekurangan buah-buahan;
keenam, malapetaka/kesengsaraan/keguncangan; dan seterusnya.
Mengacu pada pemahaman para ahli tafsir (mufassirin)
yang mengembahngkan makna harfiah ayat-ayat tersebut, dapatlah
dikatakan bahwa kita tengah berada pada pendakian yang berat. Pendakian
yang berat itu berupa ketimpangan ekonomi yang kian njomplang,
harga-harga terus melambung, gejolak politik yang tak berkesudahan,
bencana alam datang silih berganti, korupsi kian merajalela, dan
sebagainya.
Kondisi
yang memberatkan ini, terlepas apakah itu merupakan cobaan bagi
orang-orang yang beriman atau akibat keasalahan manusia, adalam hambatan
dan rintangan menuju baldatun thayyibatun wa rabbun Ghafur. Gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerta raharja.
Oleh
karena pendakian yang berat adalah bagian dari kehidupan setiap bangsa
dan masyarakat, demikian pula jalan menurun, maka tak sepantasnya kita
berkeluh kesah, mengumpat nasib, apalagi putus asa. Acuan yang baik
dalam menghadapai pendakian yang berat adalah ajaran yang disampaikan
Allah kepada Rasul-Nya untuk ikhlas dan tawakkal.
Dalam
menghadapi pendakian yang berat, menurut Abd. Chair (2000:7),
keikhlasan bagaikan sumber energi yang memasok bahan bakar agar tak
berhenti di tengah jalan atau surut ke belakang. Ikhlas juga seperti air
bagi tumbuh-tumbuhan, apabila tanaman itu dirawat dan disiram dengan
air akan berubah dan mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia.
Sementara
itu, tawakkal adalah sifat yang membawa percaya diri. Sebab dengan
tawakkal para Rasul mampu menghadapi rintangan dan tantangan serta
mengatasi kesulitan.
Ayat
di atas hendak menyakinkan kepada manusia bahwa dibalik semua kesulitan
yang dihadapinya pasti ada kemudahan bah dengasn satu kesulitan Allah susulkan 2 kemudahan sesudahnya. Ada hikmah dibalik
semua pristiwa yang dialami oleh manusia, baik itu pristiwa yang
menggembirakan maupun kejadian yang menyengsarakan. Bersabarlah...
No comments:
Post a Comment