(1) Sucikanlah nama Tuhanmu yang
Maha Tingi, (2) Yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), (3) Dan
yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, (4) Dan yang
menumbuhkan rumput-rumputan, (5) Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering
kehitam-hitaman. (6) Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka
kamu tidak akan lupa, (7) Kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya dia
mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. (8) Dan kami akan memberi kamu
taufik ke jalan yang mudah. (9) Oleh sebab itu berikanlah peringatan Karena
peringatan itu bermanfaat, (10) Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat
pelajaran, (11) Dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya, (12)
(yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). (13) Kemudian dia
tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (14) Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), (15) Dan dia ingat
nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (16) Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. (17) Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal. (18) Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang
dahulu, (19) (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS Al-A’la: 1-19)
Surat ini terdiri atas 19 ayat,
termasuk golongan surat-surat Makkiyah (yang diturunkan di Mekkah) dan
diturunkan sesudah surat At-Takwiir. Nama Al-A’laa diambil dari kata “al-A’laa”
yang terdapat pada ayat pertama, yang artinya “Maha Tinggi”. Dalam
riwayat-riwayat hadis, surat ini juga disebut sebagai surat “Sabbih/sabbaha”
(Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah).
Fadhilah Surat Ini
Menurut Imam Muslim dalam kitab Al
Jumu’ah, dan diriwiyatkan juga oleh Ashhaabul Sunan, surat ini biasa dibaca
oleh Rasulullah saw. pada shalat dua hari raya (Fitri dan Adha) dan hari
Jum’at.
“Dari Nu’man Ibnu Basyir bahwa
Rasulullah saw pada shalat dua hari raya dan shalat Jum’at membaca surat Al
A’laa pada rakaat pertama dan surat Al Ghaasyiyah pada rakaat kedua.”
Imam Ahmad dalam kitab Musnad juga
meriwayatkan hadits dari Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha beliau berkata
“Adalah Rasulullah saw membaca sabbihismarabbikal a’laa pada rakaat pertama
shalal witir, kemudian pada rakaat kedua dan ketiga beliau membaca Al-Kafirun
dan Al-Ikhlas.
Kandungan Surat Ini
Surat Al-A’laa berisi keterangan
asal-usul dan tujuan penciptaan manusia, adanya surga dan neraka, dan perintah
untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Menurut Sayyid Sabiq, surat ini
biasa dibacakan oleh Rasulullah pada pagi hari, dimana pada waktu itu manusia
masih dalam kondisi yang sempurna, telah beristirahat dan pikiran masih jernih
– belum tercemari hal-hal duniawi, sehingga ayat-ayat didalam surat ini mudah
dicerna dan dihayati.
Surat ini diawali dengan perintah
untuk bertasbih, menyucikan dan meninggikan nama Allah. Kata “sabbih” atau
“sucikanlah” adalah kata perintah, yaitu perintah untuk menyebut nama Allah
(bertasbih) sebagai satu-satunya Dzat yang harus ditinggikan dan diagungkan
diatas nama-nama atau hal-hal yang lain.
Kemudian Rasulullah saw
memerintahkan kepada sahabatnya untuk menjadikannya sebagai bacaan sujud,
seperti sabda beliau: “Jadikanlah ia sebagai bacaan pada sujud kalian” (HR.Abu
Daud dan Ibnu Majah). Lalu Rasulullah saw mencontohkan bacaan sujud tersebut,
yaitu: “Subhana Rabbiyal A’laa.”
Pada ayat ke-2, Allah menyebutkan
bahwa Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan menyempurnakan ciptaan-Nya.
Allah adalah Sang Pencipta.
Kemudian pada ayat ke-3, Allah
menyebutkan bahwa ciptaanNya itu telah ditentukan kadarnya masing-masing, dan
Allah telah memberi petunjuk. Para mufassirin mengartikan kadar itu sebagai
batas waktu atau umur ciptaan-Nya. Sementara petunjuk yang dimaksud adalah al
Qur’an.
Pada ayat ke-4 dan ke-5,Allah
menyebutkan tentang penciptaan alam yaitu siklus hidup rumput, sebagai
penjelasan tentang apa yang disebutkan diatas bahwa Allah yang telah menentukan
kadar ciptaan-Nya. Artinya Allah-lah yang mengadakan dan memusnahkan
ciptaanNya.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah
hadits dari Abdullah bin Amr bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Allah menciptakan langit dan bumi
lima puluh ribu tahun, dan Arsy-Nya diatas air”
Lalu pada ayat ke-6 dan ke-7 Allah
menyebutkan bahwa Al Qur’an itu dibacakan (oleh Jibril) kepada Nabi saw dan
Nabi saw tidak akan lupa atas bacaan tersebut, kecuali kalau Allah menghendaki
(kelupaan) itu, karena Allah yang mengetahui segala yang terang (jahar)
dan yang tersembunyi (yakhfa).
Pada satu riwayat dikemukakan bahwa
apabila Jibril datang membawa wahyu kepada Nabi saw, beliau mengulang kembali
wahyu itu sebelum Jibril selesai menyampaikannya (membacakannya) karena beliau
saw takut lupa lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai jaminan bahwa
Rasulullah saw tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan kepadanya
.(Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Didalam
sanadnya terdapat Juwaibir yang lemah daya ingatnya)
Kemudian pada ayat ke-8, Allah
menyebutkan bahwa Dia akan memberikan taufik ke jalan yang mudah. Jalan yang
mudah diartikan oleh para ahli tafsir sebagai jalan yang akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Setelah nama Allah yang Maha Tinggi
disucikan, petunjuk berupa wahyu (Al Qur`an) telah diturunkan, dan taufik telah
dianugerahkan, maka pada ayat ke-9 Allah memerintahkan manusia untuk memberikan
peringatan kepada manusia yang lainnya. Tentang isi peringatan itu Allah telah
menjelaskan pada wahyu sebelumnya yaitu Surat Thahaa (20) ayat 99 dan al
Anbiyaa’ (21) ayat 24, dimana disebutkan bahwa yang dimaksud sebagai peringatan
itu adalah al-Qur`an.
Allah swt berfirman: …dan
sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari sisi kami suatu peringatan
(al-Qur`aan).” (QS. Thahaa: 99)
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan
selain-Nya? Katakanlah: “Tunjukkanlah hujjahmu! (al Quran) ini adalah
peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang
yang sebelumku[956].” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui
yang hak, karena itu mereka berpaling.”
(QS. al-Anbiyaa’:24)
Kalimat “fadzakkir innafa’atidz
dzikraa diartikan sebagai “berilah peringatan karena peringatan itu
berguna”, bukan diartikan sebagai “berilah peringatan jika peringatan itu
berguna”. Artinya kita jangan berhenti memberi peringatan, karena peringatan
itu akan berguna, yaitu jika bukan kepada yang diperingati, pasti untuk yang
memperingati. Manfaatnya antara lain sang pemberi peringatan akan mendapatkan
ganjaran yang baik dari Allah Azza wa Jalla.
Sebagai pewaris ajaran Nabi saw kita
diperintahkan untuk mengajak umat manusia ke jalan yang mudah (lagi benar)
dengan petunjuk berupa al Qur`an. Dan para kader da’wah (penyeru) tidak boleh
berputus asa dalam memberi peringatan ini, meski hasil yang diperoleh belum
memuaskan. Intinya, jangan berhenti mengajak! Bukankah Nabi Nuh a.s. saja
berdakwah kepada kaumnya selama “seribu tahun kurang lima puluh” ? (QS.
Al-Ankabut:14). Karena itu jangan pernah putus asa dalam mengajak!
Disini kita perlu pula mempelajari
dan menggunakan yang baik dalam memberi peringatan agar tepat sasaran dan
mencapai tujuan.
Kembali pada Surat al-A’laa, pada
ayat ke 10, disebutkan bahwa “orang yang takut kepada Allah akan mendapat
pelajaran” dengan adanya peringatan tersebut.
Lalu pada ayat selanjutnya
dinyatakan bahwa “orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya” (menjauhi
peringatan/al-Qur`an tersebut—pen).
Disinilah Allah menjelaskan
perbedaan antara orang mu’min dan orang kafir, dalam menerima peringatan. Jadi,
jika ada diantara orang-orang yang kita seru kepada al-Qur`aan menjauhinya
bahkan menolak, itulah orang-orang yang kafir terhadap Allah Azza wa Jalla.
Dua ayat selanjutnya, menjelaskan
lebih jauh tentang keadaan orang yang menjauhi peringatan tersebut, yaitu “…
akan memasuki api yang besar (neraka)” dan “dia tidak akan mati di dalamnya dan
tidak (pula) hidup.”
Kemudian pada ayat selanjutnya Allah
swt membandingkannya dengan orang yang mau menerima petunjuk, yang Dia sebut
sebagai orang yang beruntung karena mau membersihkan dirinya (beriman). Yang
cirri-cirinya dijelaskan Allah swt pada ayat ke-15 yaitu “dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia sembahyang.”
Ayat ini disambungkan dengan
kalimat.”Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.”
(QS.20:16). Padahal “kehidupan akhirat (surga—pen) adalah lebih baik
dan lebih kekal.”
Kemudian surat Al-A’laa ini ditutup
dengan dua ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu.” Lalu disambungkan dengan: “(yaitu) Kitab-kitab
Ibrahim dan Musa“. Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya peringatan atau
ayat-ayat yang tercantum dalam al-Qur’an itu (khususnya dalam surat al A’laa
tersebut) telah disampaikan juga oleh Nabi Ibrahim dan Musa a.s. kepada kaumnya
dan termaktub dalam kitab-kitabnya. Hal ini dinyatakan Allah sebagai hujjah
terhadap orang kafir. Wallahu ta’ala A’lam bishawab.
Tadabbur QS Al-A’laa
Ditulis oleh admin • Jun 28th, 2010 • Kategori: Kajian Al-Qur'an
(1)
Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tingi, (2) Yang Menciptakan, dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya), (3) Dan yang menentukan kadar
(masing-masing) dan memberi petunjuk, (4) Dan yang menumbuhkan
rumput-rumputan, (5) Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering
kehitam-hitaman. (6) Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad)
Maka kamu tidak akan lupa, (7) Kecuali kalau Allah menghendaki.
Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. (8) Dan
kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah. (9) Oleh sebab itu
berikanlah peringatan Karena peringatan itu bermanfaat, (10) Orang yang
takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, (11) Dan orang-orang yang
celaka (kafir) akan menjauhinya, (12) (yaitu) orang yang akan memasuki
api yang besar (neraka). (13) Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya
dan tidak (pula) hidup. (14) Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), (15) Dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia sembahyang. (16) Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. (17) Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal. (18) Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu, (19) (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS
Al-A’la: 1-19)
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat
Makkiyah (yang diturunkan di Mekkah) dan diturunkan sesudah surat
At-Takwiir. Nama Al-A’laa diambil dari kata “al-A’laa” yang terdapat
pada ayat pertama, yang artinya “Maha Tinggi”. Dalam riwayat-riwayat
hadis, surat ini juga disebut sebagai surat “Sabbih/sabbaha” (Sayyid
Sabiq dalam Fiqih Sunnah).
Fadhilah Surat Ini
Menurut Imam Muslim dalam kitab Al Jumu’ah, dan diriwiyatkan juga
oleh Ashhaabul Sunan, surat ini biasa dibaca oleh Rasulullah saw. pada
shalat dua hari raya (Fitri dan Adha) dan hari Jum’at.
“Dari Nu’man Ibnu Basyir bahwa Rasulullah saw pada shalat dua hari
raya dan shalat Jum’at membaca surat Al A’laa pada rakaat pertama dan
surat Al Ghaasyiyah pada rakaat kedua.”
Imam Ahmad dalam kitab Musnad juga meriwayatkan hadits dari Aisyah
Ummul Mukminin radhiyallahu anha beliau berkata “Adalah Rasulullah saw
membaca sabbihismarabbikal a’laa pada rakaat pertama shalal witir,
kemudian pada rakaat kedua dan ketiga beliau membaca Al-Kafirun dan
Al-Ikhlas.
Kandungan Surat Ini
Surat Al-A’laa berisi keterangan asal-usul dan tujuan penciptaan
manusia, adanya surga dan neraka, dan perintah untuk menyampaikan
peringatan kepada manusia. Menurut Sayyid Sabiq, surat ini biasa
dibacakan oleh Rasulullah pada pagi hari, dimana pada waktu itu manusia
masih dalam kondisi yang sempurna, telah beristirahat dan pikiran masih
jernih – belum tercemari hal-hal duniawi, sehingga ayat-ayat didalam
surat ini mudah dicerna dan dihayati.
Surat ini diawali dengan perintah untuk bertasbih, menyucikan dan
meninggikan nama Allah. Kata “sabbih” atau “sucikanlah” adalah kata
perintah, yaitu perintah untuk menyebut nama Allah (bertasbih) sebagai
satu-satunya Dzat yang harus ditinggikan dan diagungkan diatas nama-nama
atau hal-hal yang lain.
Kemudian Rasulullah saw memerintahkan kepada sahabatnya untuk
menjadikannya sebagai bacaan sujud, seperti sabda beliau: “Jadikanlah ia
sebagai bacaan pada sujud kalian” (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah). Lalu
Rasulullah saw mencontohkan bacaan sujud tersebut, yaitu: “Subhana
Rabbiyal A’laa.”
Pada ayat ke-2, Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan
segala sesuatu dan menyempurnakan ciptaan-Nya. Allah adalah Sang
Pencipta.
Kemudian pada ayat ke-3, Allah menyebutkan bahwa ciptaanNya itu telah
ditentukan kadarnya masing-masing, dan Allah telah memberi petunjuk.
Para mufassirin mengartikan kadar itu sebagai batas waktu atau umur
ciptaan-Nya. Sementara petunjuk yang dimaksud adalah al Qur’an.
Pada ayat ke-4 dan ke-5,Allah menyebutkan tentang penciptaan alam
yaitu siklus hidup rumput, sebagai penjelasan tentang apa yang
disebutkan diatas bahwa Allah yang telah menentukan kadar ciptaan-Nya.
Artinya Allah-lah yang mengadakan dan memusnahkan ciptaanNya.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Amr
bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menentukan
segala sesuatu sebelum Allah menciptakan langit dan bumi lima puluh
ribu tahun, dan Arsy-Nya diatas air”
Lalu pada ayat ke-6 dan ke-7 Allah menyebutkan bahwa Al Qur’an itu
dibacakan (oleh Jibril) kepada Nabi saw dan Nabi saw tidak akan lupa
atas bacaan tersebut, kecuali kalau Allah menghendaki (kelupaan) itu,
karena Allah yang mengetahui segala yang terang (
jahar) dan yang tersembunyi (
yakhfa).
Pada satu riwayat dikemukakan bahwa apabila Jibril datang membawa
wahyu kepada Nabi saw, beliau mengulang kembali wahyu itu sebelum Jibril
selesai menyampaikannya (membacakannya) karena beliau saw takut lupa
lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai jaminan bahwa Rasulullah
saw tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan kepadanya
.(Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.
Didalam sanadnya terdapat Juwaibir yang lemah daya ingatnya)
Kemudian pada ayat ke-8, Allah menyebutkan bahwa Dia akan memberikan
taufik ke jalan yang mudah. Jalan yang mudah diartikan oleh para ahli
tafsir sebagai jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Setelah nama Allah yang Maha Tinggi disucikan, petunjuk berupa wahyu
(Al Qur`an) telah diturunkan, dan taufik telah dianugerahkan, maka pada
ayat ke-9 Allah memerintahkan manusia untuk memberikan peringatan kepada
manusia yang lainnya. Tentang isi peringatan itu Allah telah
menjelaskan pada wahyu sebelumnya yaitu Surat Thahaa (20) ayat 99 dan al
Anbiyaa’ (21) ayat 24, dimana disebutkan bahwa yang dimaksud sebagai
peringatan itu adalah al-Qur`an.
Allah swt berfirman:
…dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari sisi kami suatu peringatan (al-Qur`aan).” (QS. Thahaa: 99)
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah:
“Tunjukkanlah hujjahmu! (al Quran) ini adalah peringatan bagi
orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang
sebelumku[956].” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.” (QS. al-Anbiyaa’:24)
Kalimat “
fadzakkir innafa’atidz dzikraa diartikan sebagai
“berilah peringatan karena peringatan itu berguna”, bukan diartikan
sebagai “berilah peringatan jika peringatan itu berguna”. Artinya kita
jangan berhenti memberi peringatan, karena peringatan itu akan berguna,
yaitu jika bukan kepada yang diperingati, pasti untuk yang memperingati.
Manfaatnya antara lain sang pemberi peringatan akan mendapatkan
ganjaran yang baik dari Allah Azza wa Jalla.
Sebagai pewaris ajaran Nabi saw kita diperintahkan untuk mengajak
umat manusia ke jalan yang mudah (lagi benar) dengan petunjuk berupa al
Qur`an. Dan para kader da’wah (penyeru) tidak boleh berputus asa dalam
memberi peringatan ini, meski hasil yang diperoleh belum memuaskan.
Intinya, jangan berhenti mengajak! Bukankah Nabi Nuh a.s. saja berdakwah
kepada kaumnya selama “
seribu tahun kurang lima puluh” ? (QS. Al-Ankabut:14). Karena itu jangan pernah putus asa dalam mengajak!
Disini kita perlu pula mempelajari dan menggunakan yang baik dalam memberi peringatan agar tepat sasaran dan mencapai tujuan.
Kembali pada Surat al-A’laa, pada ayat ke 10, disebutkan bahwa “
orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran” dengan adanya peringatan tersebut.
Lalu pada ayat selanjutnya dinyatakan bahwa “
orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya” (menjauhi peringatan/al-Qur`an tersebut—pen).
Disinilah Allah menjelaskan perbedaan antara orang mu’min dan orang
kafir, dalam menerima peringatan. Jadi, jika ada diantara orang-orang
yang kita seru kepada al-Qur`aan menjauhinya bahkan menolak, itulah
orang-orang yang kafir terhadap Allah Azza wa Jalla.
Dua ayat selanjutnya, menjelaskan lebih jauh tentang keadaan orang
yang menjauhi peringatan tersebut, yaitu “… akan memasuki api yang besar
(neraka)” dan “dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.”
Kemudian pada ayat selanjutnya Allah swt membandingkannya dengan
orang yang mau menerima petunjuk, yang Dia sebut sebagai orang yang
beruntung karena mau membersihkan dirinya (beriman). Yang cirri-cirinya
dijelaskan Allah swt pada ayat ke-15 yaitu “
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.”
Ayat ini disambungkan dengan kalimat.”
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.” (QS.20:16). Padahal “
kehidupan akhirat (surga—pen)
adalah lebih baik dan lebih kekal.”
Kemudian surat Al-A’laa ini ditutup dengan dua ayat yang berbunyi: “
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu.” Lalu disambungkan dengan:
“(yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa“.
Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya peringatan atau ayat-ayat yang
tercantum dalam al-Qur’an itu (khususnya dalam surat al A’laa tersebut)
telah disampaikan juga oleh Nabi Ibrahim dan Musa a.s. kepada kaumnya
dan termaktub dalam kitab-kitabnya. Hal ini dinyatakan Allah sebagai
hujjah terhadap orang kafir. Wallahu ta’ala A’lam bishawab.
- See more at: http://ikadijatim.org/tadabbur-qs-al-alaa/#sthash.XMrsU5m2.dpuf
Tadabbur QS Al-A’laa
Ditulis oleh admin • Jun 28th, 2010 • Kategori: Kajian Al-Qur'an
(1)
Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tingi, (2) Yang Menciptakan, dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya), (3) Dan yang menentukan kadar
(masing-masing) dan memberi petunjuk, (4) Dan yang menumbuhkan
rumput-rumputan, (5) Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering
kehitam-hitaman. (6) Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad)
Maka kamu tidak akan lupa, (7) Kecuali kalau Allah menghendaki.
Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. (8) Dan
kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah. (9) Oleh sebab itu
berikanlah peringatan Karena peringatan itu bermanfaat, (10) Orang yang
takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, (11) Dan orang-orang yang
celaka (kafir) akan menjauhinya, (12) (yaitu) orang yang akan memasuki
api yang besar (neraka). (13) Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya
dan tidak (pula) hidup. (14) Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), (15) Dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia sembahyang. (16) Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. (17) Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal. (18) Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu, (19) (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS
Al-A’la: 1-19)
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat
Makkiyah (yang diturunkan di Mekkah) dan diturunkan sesudah surat
At-Takwiir. Nama Al-A’laa diambil dari kata “al-A’laa” yang terdapat
pada ayat pertama, yang artinya “Maha Tinggi”. Dalam riwayat-riwayat
hadis, surat ini juga disebut sebagai surat “Sabbih/sabbaha” (Sayyid
Sabiq dalam Fiqih Sunnah).
Fadhilah Surat Ini
Menurut Imam Muslim dalam kitab Al Jumu’ah, dan diriwiyatkan juga
oleh Ashhaabul Sunan, surat ini biasa dibaca oleh Rasulullah saw. pada
shalat dua hari raya (Fitri dan Adha) dan hari Jum’at.
“Dari Nu’man Ibnu Basyir bahwa Rasulullah saw pada shalat dua hari
raya dan shalat Jum’at membaca surat Al A’laa pada rakaat pertama dan
surat Al Ghaasyiyah pada rakaat kedua.”
Imam Ahmad dalam kitab Musnad juga meriwayatkan hadits dari Aisyah
Ummul Mukminin radhiyallahu anha beliau berkata “Adalah Rasulullah saw
membaca sabbihismarabbikal a’laa pada rakaat pertama shalal witir,
kemudian pada rakaat kedua dan ketiga beliau membaca Al-Kafirun dan
Al-Ikhlas.
Kandungan Surat Ini
Surat Al-A’laa berisi keterangan asal-usul dan tujuan penciptaan
manusia, adanya surga dan neraka, dan perintah untuk menyampaikan
peringatan kepada manusia. Menurut Sayyid Sabiq, surat ini biasa
dibacakan oleh Rasulullah pada pagi hari, dimana pada waktu itu manusia
masih dalam kondisi yang sempurna, telah beristirahat dan pikiran masih
jernih – belum tercemari hal-hal duniawi, sehingga ayat-ayat didalam
surat ini mudah dicerna dan dihayati.
Surat ini diawali dengan perintah untuk bertasbih, menyucikan dan
meninggikan nama Allah. Kata “sabbih” atau “sucikanlah” adalah kata
perintah, yaitu perintah untuk menyebut nama Allah (bertasbih) sebagai
satu-satunya Dzat yang harus ditinggikan dan diagungkan diatas nama-nama
atau hal-hal yang lain.
Kemudian Rasulullah saw memerintahkan kepada sahabatnya untuk
menjadikannya sebagai bacaan sujud, seperti sabda beliau: “Jadikanlah ia
sebagai bacaan pada sujud kalian” (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah). Lalu
Rasulullah saw mencontohkan bacaan sujud tersebut, yaitu: “Subhana
Rabbiyal A’laa.”
Pada ayat ke-2, Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan
segala sesuatu dan menyempurnakan ciptaan-Nya. Allah adalah Sang
Pencipta.
Kemudian pada ayat ke-3, Allah menyebutkan bahwa ciptaanNya itu telah
ditentukan kadarnya masing-masing, dan Allah telah memberi petunjuk.
Para mufassirin mengartikan kadar itu sebagai batas waktu atau umur
ciptaan-Nya. Sementara petunjuk yang dimaksud adalah al Qur’an.
Pada ayat ke-4 dan ke-5,Allah menyebutkan tentang penciptaan alam
yaitu siklus hidup rumput, sebagai penjelasan tentang apa yang
disebutkan diatas bahwa Allah yang telah menentukan kadar ciptaan-Nya.
Artinya Allah-lah yang mengadakan dan memusnahkan ciptaanNya.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Amr
bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menentukan
segala sesuatu sebelum Allah menciptakan langit dan bumi lima puluh
ribu tahun, dan Arsy-Nya diatas air”
Lalu pada ayat ke-6 dan ke-7 Allah menyebutkan bahwa Al Qur’an itu
dibacakan (oleh Jibril) kepada Nabi saw dan Nabi saw tidak akan lupa
atas bacaan tersebut, kecuali kalau Allah menghendaki (kelupaan) itu,
karena Allah yang mengetahui segala yang terang (
jahar) dan yang tersembunyi (
yakhfa).
Pada satu riwayat dikemukakan bahwa apabila Jibril datang membawa
wahyu kepada Nabi saw, beliau mengulang kembali wahyu itu sebelum Jibril
selesai menyampaikannya (membacakannya) karena beliau saw takut lupa
lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai jaminan bahwa Rasulullah
saw tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan kepadanya
.(Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.
Didalam sanadnya terdapat Juwaibir yang lemah daya ingatnya)
Kemudian pada ayat ke-8, Allah menyebutkan bahwa Dia akan memberikan
taufik ke jalan yang mudah. Jalan yang mudah diartikan oleh para ahli
tafsir sebagai jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Setelah nama Allah yang Maha Tinggi disucikan, petunjuk berupa wahyu
(Al Qur`an) telah diturunkan, dan taufik telah dianugerahkan, maka pada
ayat ke-9 Allah memerintahkan manusia untuk memberikan peringatan kepada
manusia yang lainnya. Tentang isi peringatan itu Allah telah
menjelaskan pada wahyu sebelumnya yaitu Surat Thahaa (20) ayat 99 dan al
Anbiyaa’ (21) ayat 24, dimana disebutkan bahwa yang dimaksud sebagai
peringatan itu adalah al-Qur`an.
Allah swt berfirman:
…dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari sisi kami suatu peringatan (al-Qur`aan).” (QS. Thahaa: 99)
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah:
“Tunjukkanlah hujjahmu! (al Quran) ini adalah peringatan bagi
orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang
sebelumku[956].” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.” (QS. al-Anbiyaa’:24)
Kalimat “
fadzakkir innafa’atidz dzikraa diartikan sebagai
“berilah peringatan karena peringatan itu berguna”, bukan diartikan
sebagai “berilah peringatan jika peringatan itu berguna”. Artinya kita
jangan berhenti memberi peringatan, karena peringatan itu akan berguna,
yaitu jika bukan kepada yang diperingati, pasti untuk yang memperingati.
Manfaatnya antara lain sang pemberi peringatan akan mendapatkan
ganjaran yang baik dari Allah Azza wa Jalla.
Sebagai pewaris ajaran Nabi saw kita diperintahkan untuk mengajak
umat manusia ke jalan yang mudah (lagi benar) dengan petunjuk berupa al
Qur`an. Dan para kader da’wah (penyeru) tidak boleh berputus asa dalam
memberi peringatan ini, meski hasil yang diperoleh belum memuaskan.
Intinya, jangan berhenti mengajak! Bukankah Nabi Nuh a.s. saja berdakwah
kepada kaumnya selama “
seribu tahun kurang lima puluh” ? (QS. Al-Ankabut:14). Karena itu jangan pernah putus asa dalam mengajak!
Disini kita perlu pula mempelajari dan menggunakan yang baik dalam memberi peringatan agar tepat sasaran dan mencapai tujuan.
Kembali pada Surat al-A’laa, pada ayat ke 10, disebutkan bahwa “
orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran” dengan adanya peringatan tersebut.
Lalu pada ayat selanjutnya dinyatakan bahwa “
orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya” (menjauhi peringatan/al-Qur`an tersebut—pen).
Disinilah Allah menjelaskan perbedaan antara orang mu’min dan orang
kafir, dalam menerima peringatan. Jadi, jika ada diantara orang-orang
yang kita seru kepada al-Qur`aan menjauhinya bahkan menolak, itulah
orang-orang yang kafir terhadap Allah Azza wa Jalla.
Dua ayat selanjutnya, menjelaskan lebih jauh tentang keadaan orang
yang menjauhi peringatan tersebut, yaitu “… akan memasuki api yang besar
(neraka)” dan “dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.”
Kemudian pada ayat selanjutnya Allah swt membandingkannya dengan
orang yang mau menerima petunjuk, yang Dia sebut sebagai orang yang
beruntung karena mau membersihkan dirinya (beriman). Yang cirri-cirinya
dijelaskan Allah swt pada ayat ke-15 yaitu “
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.”
Ayat ini disambungkan dengan kalimat.”
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.” (QS.20:16). Padahal “
kehidupan akhirat (surga—pen)
adalah lebih baik dan lebih kekal.”
Kemudian surat Al-A’laa ini ditutup dengan dua ayat yang berbunyi: “
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu.” Lalu disambungkan dengan:
“(yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa“.
Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya peringatan atau ayat-ayat yang
tercantum dalam al-Qur’an itu (khususnya dalam surat al A’laa tersebut)
telah disampaikan juga oleh Nabi Ibrahim dan Musa a.s. kepada kaumnya
dan termaktub dalam kitab-kitabnya. Hal ini dinyatakan Allah sebagai
hujjah terhadap orang kafir. Wallahu ta’ala A’lam bishawab.
- See more at: http://ikadijatim.org/tadabbur-qs-al-alaa/#sthash.XMrsU5m2.dpuf
Tadabbur QS Al-A’laa
Ditulis oleh admin • Jun 28th, 2010 • Kategori: Kajian Al-Qur'an
(1)
Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tingi, (2) Yang Menciptakan, dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya), (3) Dan yang menentukan kadar
(masing-masing) dan memberi petunjuk, (4) Dan yang menumbuhkan
rumput-rumputan, (5) Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering
kehitam-hitaman. (6) Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad)
Maka kamu tidak akan lupa, (7) Kecuali kalau Allah menghendaki.
Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. (8) Dan
kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah. (9) Oleh sebab itu
berikanlah peringatan Karena peringatan itu bermanfaat, (10) Orang yang
takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, (11) Dan orang-orang yang
celaka (kafir) akan menjauhinya, (12) (yaitu) orang yang akan memasuki
api yang besar (neraka). (13) Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya
dan tidak (pula) hidup. (14) Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), (15) Dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia sembahyang. (16) Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. (17) Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal. (18) Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu, (19) (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS
Al-A’la: 1-19)
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat
Makkiyah (yang diturunkan di Mekkah) dan diturunkan sesudah surat
At-Takwiir. Nama Al-A’laa diambil dari kata “al-A’laa” yang terdapat
pada ayat pertama, yang artinya “Maha Tinggi”. Dalam riwayat-riwayat
hadis, surat ini juga disebut sebagai surat “Sabbih/sabbaha” (Sayyid
Sabiq dalam Fiqih Sunnah).
Fadhilah Surat Ini
Menurut Imam Muslim dalam kitab Al Jumu’ah, dan diriwiyatkan juga
oleh Ashhaabul Sunan, surat ini biasa dibaca oleh Rasulullah saw. pada
shalat dua hari raya (Fitri dan Adha) dan hari Jum’at.
“Dari Nu’man Ibnu Basyir bahwa Rasulullah saw pada shalat dua hari
raya dan shalat Jum’at membaca surat Al A’laa pada rakaat pertama dan
surat Al Ghaasyiyah pada rakaat kedua.”
Imam Ahmad dalam kitab Musnad juga meriwayatkan hadits dari Aisyah
Ummul Mukminin radhiyallahu anha beliau berkata “Adalah Rasulullah saw
membaca sabbihismarabbikal a’laa pada rakaat pertama shalal witir,
kemudian pada rakaat kedua dan ketiga beliau membaca Al-Kafirun dan
Al-Ikhlas.
Kandungan Surat Ini
Surat Al-A’laa berisi keterangan asal-usul dan tujuan penciptaan
manusia, adanya surga dan neraka, dan perintah untuk menyampaikan
peringatan kepada manusia. Menurut Sayyid Sabiq, surat ini biasa
dibacakan oleh Rasulullah pada pagi hari, dimana pada waktu itu manusia
masih dalam kondisi yang sempurna, telah beristirahat dan pikiran masih
jernih – belum tercemari hal-hal duniawi, sehingga ayat-ayat didalam
surat ini mudah dicerna dan dihayati.
Surat ini diawali dengan perintah untuk bertasbih, menyucikan dan
meninggikan nama Allah. Kata “sabbih” atau “sucikanlah” adalah kata
perintah, yaitu perintah untuk menyebut nama Allah (bertasbih) sebagai
satu-satunya Dzat yang harus ditinggikan dan diagungkan diatas nama-nama
atau hal-hal yang lain.
Kemudian Rasulullah saw memerintahkan kepada sahabatnya untuk
menjadikannya sebagai bacaan sujud, seperti sabda beliau: “Jadikanlah ia
sebagai bacaan pada sujud kalian” (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah). Lalu
Rasulullah saw mencontohkan bacaan sujud tersebut, yaitu: “Subhana
Rabbiyal A’laa.”
Pada ayat ke-2, Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan
segala sesuatu dan menyempurnakan ciptaan-Nya. Allah adalah Sang
Pencipta.
Kemudian pada ayat ke-3, Allah menyebutkan bahwa ciptaanNya itu telah
ditentukan kadarnya masing-masing, dan Allah telah memberi petunjuk.
Para mufassirin mengartikan kadar itu sebagai batas waktu atau umur
ciptaan-Nya. Sementara petunjuk yang dimaksud adalah al Qur’an.
Pada ayat ke-4 dan ke-5,Allah menyebutkan tentang penciptaan alam
yaitu siklus hidup rumput, sebagai penjelasan tentang apa yang
disebutkan diatas bahwa Allah yang telah menentukan kadar ciptaan-Nya.
Artinya Allah-lah yang mengadakan dan memusnahkan ciptaanNya.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Amr
bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menentukan
segala sesuatu sebelum Allah menciptakan langit dan bumi lima puluh
ribu tahun, dan Arsy-Nya diatas air”
Lalu pada ayat ke-6 dan ke-7 Allah menyebutkan bahwa Al Qur’an itu
dibacakan (oleh Jibril) kepada Nabi saw dan Nabi saw tidak akan lupa
atas bacaan tersebut, kecuali kalau Allah menghendaki (kelupaan) itu,
karena Allah yang mengetahui segala yang terang (
jahar) dan yang tersembunyi (
yakhfa).
Pada satu riwayat dikemukakan bahwa apabila Jibril datang membawa
wahyu kepada Nabi saw, beliau mengulang kembali wahyu itu sebelum Jibril
selesai menyampaikannya (membacakannya) karena beliau saw takut lupa
lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai jaminan bahwa Rasulullah
saw tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan kepadanya
.(Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.
Didalam sanadnya terdapat Juwaibir yang lemah daya ingatnya)
Kemudian pada ayat ke-8, Allah menyebutkan bahwa Dia akan memberikan
taufik ke jalan yang mudah. Jalan yang mudah diartikan oleh para ahli
tafsir sebagai jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Setelah nama Allah yang Maha Tinggi disucikan, petunjuk berupa wahyu
(Al Qur`an) telah diturunkan, dan taufik telah dianugerahkan, maka pada
ayat ke-9 Allah memerintahkan manusia untuk memberikan peringatan kepada
manusia yang lainnya. Tentang isi peringatan itu Allah telah
menjelaskan pada wahyu sebelumnya yaitu Surat Thahaa (20) ayat 99 dan al
Anbiyaa’ (21) ayat 24, dimana disebutkan bahwa yang dimaksud sebagai
peringatan itu adalah al-Qur`an.
Allah swt berfirman:
…dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari sisi kami suatu peringatan (al-Qur`aan).” (QS. Thahaa: 99)
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah:
“Tunjukkanlah hujjahmu! (al Quran) ini adalah peringatan bagi
orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang
sebelumku[956].” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.” (QS. al-Anbiyaa’:24)
Kalimat “
fadzakkir innafa’atidz dzikraa diartikan sebagai
“berilah peringatan karena peringatan itu berguna”, bukan diartikan
sebagai “berilah peringatan jika peringatan itu berguna”. Artinya kita
jangan berhenti memberi peringatan, karena peringatan itu akan berguna,
yaitu jika bukan kepada yang diperingati, pasti untuk yang memperingati.
Manfaatnya antara lain sang pemberi peringatan akan mendapatkan
ganjaran yang baik dari Allah Azza wa Jalla.
Sebagai pewaris ajaran Nabi saw kita diperintahkan untuk mengajak
umat manusia ke jalan yang mudah (lagi benar) dengan petunjuk berupa al
Qur`an. Dan para kader da’wah (penyeru) tidak boleh berputus asa dalam
memberi peringatan ini, meski hasil yang diperoleh belum memuaskan.
Intinya, jangan berhenti mengajak! Bukankah Nabi Nuh a.s. saja berdakwah
kepada kaumnya selama “
seribu tahun kurang lima puluh” ? (QS. Al-Ankabut:14). Karena itu jangan pernah putus asa dalam mengajak!
Disini kita perlu pula mempelajari dan menggunakan yang baik dalam memberi peringatan agar tepat sasaran dan mencapai tujuan.
Kembali pada Surat al-A’laa, pada ayat ke 10, disebutkan bahwa “
orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran” dengan adanya peringatan tersebut.
Lalu pada ayat selanjutnya dinyatakan bahwa “
orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya” (menjauhi peringatan/al-Qur`an tersebut—pen).
Disinilah Allah menjelaskan perbedaan antara orang mu’min dan orang
kafir, dalam menerima peringatan. Jadi, jika ada diantara orang-orang
yang kita seru kepada al-Qur`aan menjauhinya bahkan menolak, itulah
orang-orang yang kafir terhadap Allah Azza wa Jalla.
Dua ayat selanjutnya, menjelaskan lebih jauh tentang keadaan orang
yang menjauhi peringatan tersebut, yaitu “… akan memasuki api yang besar
(neraka)” dan “dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.”
Kemudian pada ayat selanjutnya Allah swt membandingkannya dengan
orang yang mau menerima petunjuk, yang Dia sebut sebagai orang yang
beruntung karena mau membersihkan dirinya (beriman). Yang cirri-cirinya
dijelaskan Allah swt pada ayat ke-15 yaitu “
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.”
Ayat ini disambungkan dengan kalimat.”
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.” (QS.20:16). Padahal “
kehidupan akhirat (surga—pen)
adalah lebih baik dan lebih kekal.”
Kemudian surat Al-A’laa ini ditutup dengan dua ayat yang berbunyi: “
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu.” Lalu disambungkan dengan:
“(yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa“.
Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya peringatan atau ayat-ayat yang
tercantum dalam al-Qur’an itu (khususnya dalam surat al A’laa tersebut)
telah disampaikan juga oleh Nabi Ibrahim dan Musa a.s. kepada kaumnya
dan termaktub dalam kitab-kitabnya. Hal ini dinyatakan Allah sebagai
hujjah terhadap orang kafir. Wallahu ta’ala A’lam bishawab.
- See more at: http://ikadijatim.org/tadabbur-qs-al-alaa/#sthash.XMrsU5m2.dpuf