...semoga semua pihak yang terlibat dengan tulisan ini medampat pahala dari Allah, penulis maupun yg membaca Nya...Insya Allah...amin....

freej

Sunday 24 May 2015

Surat Al-Lail (QS. 92)


 Manusia Selalu Berusaha baik Siang maupun Malam
            Dengan dimulainya sumpah Allah yang menggunakan pasangan waktu siang dan malam yang kemudian diikuti dengan sumpah menggunakan penciptaan laki-laki dan perempuan, lalu menjelaskan perbedaan perbuatan dan usaha manusia, mengindikasikan seolah manusia baik laki-laki atau perempuan siang atau malam selalu berusaha dan bekerja untuk menyambung hidup di dunia dan sebagian sadar juga meneruskannya untuk persiapan hidup di akhirat.
            “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan”. (QS. 92: 1-3)
            Sumpah di atas mengisyaratkan bahwa segala sesuatu di ala mini diciptakan Allah dengan berpasangan. Keduanya menjadi unsur penting dalam kehidupan. Keduanya saling terkait dan berhubungan. Maka keduanya juga saling melengkapi.
            “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda”. (QS. 92: 4)
Ada yang konsisten menjaga amalnya agar selalu berada dalam kebaikan. Namun, sebaliknya, juga ada yang selalu berada dalam kejahatan. Di samping itu ayat di atas juga mengindikasikan bahwa manusia yang berbeda-beda juga memiliki perbuatan dan pekerjaan yang berbeda-beda. Baik pekerjaan dan amal duniawi maupun perbuatan atau amal ukhrawi juga bertingkat-tingkat. Maka sebagaimana perbedaan amal ini maka ganjaran dan balasannya kelak juga berbeda.

Perbuatan dan Konsekuensinya
            “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. (QS. 92: 5-7)
            Orang-orang yang berani menginfakkan hartanya di jalan Allah. Ia tak pernah khawatir sedikit pun akan ditimpa kebangkrutan. Lalu ia juga bertakwa dan menjaga diri dari yang diharamkan Allah. Sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas ra. Dan ia meyakini bahwa yang dilakukannya tidaklah sia-sia. Allah telah menjanjikan balasan yang sangat luar biasa. Maka ia mempercayainya dengan sepenuh hati. 

            Maka sebagai konsekuensi dari kedermawan dan ketakwaan ini membuahkan hasil yang manis berupa kemudahan. Yaitu kemudahan dalam membiasa-kan amal kebaikan serta kemudahan memperoleh kebahagiaan dan kelapangan hidup dan kelak dimudahkan jalannya menuju surga.
            Ayat ini diturunkan untuk mengabadikan akhlak mulia Abu Bakar ra yang membeli Bilal bin Rabah dari Umayah bin Khalaf serta memerdekakan Bilal tanpa syarat apapun. Zubair bin Awwam menceritakan bahwa pembelian Bilal dihina oleh banyak orang karena menurut mereka alangkah baiknya jika Abu Bakar membeli budak yang lebih baik dari Bilal. Tapi penghinaan ini tak digubris oleh Abu Bakar.
          
            “Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak kami akan siapkan baginya (jalan) yang sukar”. (QS. 92: 8-10)
            Sebaliknya orang yang bakhil dengan menimbun hartanya dan kikir dalam mendermakannya ia akan merasa berada dalam gelimangan harta. Ia mempresepsikan bahwa dengan harta ia bisa memiliki segalanya dan memnuhi semua keinginannya. Maka ia kemudian menjadi bertambah sombong. Allah pun tak lagi dianggapnya sebagai Tuhan yang memberinya karunia dan rizki yang lapang. Ia lupakan Allah. Ia dustakan ketuhanan-Nya. Ia ragukan keserbamahaannya. Maka ia pun meragukan janjinya. Bahkan ia dustakan sama sekali dan menganggap bahwa kebenaran hari akhir dan pembalasan amal hanya sebuah ilusi.
Maka orang yang memiliki karakter seperti di atas ini sangat laik bila diberikan kesulitan yang berlipat. Allah mudahkan baginya jalan kesukaran. Maka hidupnya akan dipenuhi kesulitan meski ia berlimpah harta. Hatinya tak tenang. Fisiknya digerogoti penyakit. Dan kelak saat maut menjemputnya ia baru merasakan kerugian dan petaka besar yang akan menyengsarakannya.
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa”. (QS. 92: 11)
Taradda” artinya mati dan dikuburkan. Ini merupakan kiasan dari kematian dan kebinasaan. Harta yang ditimbun dan selalu dijaganya siang malam tersebut tak bisa menghalangi datangnya kehancuran dan kematiannya. Dan tak sepeserpun dari harta yang dikumpulkan tersebut yang ia bawa ke liang lahat. Jika pun orang yang masih hidup memaksakan untuknya membawa harta tersebut, hal itu tidaklah berguna. Bahkan kalau pun hal tersebut bisa terjadi ia akan berhadapan dengan makhluk yang tidak mengenal arti dunia. Maka ia takkan pernah bisa menyuapnya dengan harta.
Dua Jalan Telah Dibentangkan
            Ada dua jalan yang sama-sama terbuka. Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan tersebut. Namun, Allah tetaplah bijak dan maha asih. Dia menurunkan dan mengirim utusan-Nya dari kalangan manusia untuk mengingatkan mereka dan membimbing agar para manusia tidak tersesat dalam memilih jalan itu. Maka, Dia pun mengobral petunjuk-Nya. Sampai demikian pun manusia tetap saja banyak yang enggan mengambilnya.
Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk” (QS. 92: 12)
Tidaklah akan mungkin terjadi kesalahan bila seseorang mau mengikuti petunjuk Allah dengan benar. Karena Allah memiliki segalanya. “Dan sesungguhnya kepunyaan kamilah akhirat dan dunia”. (QS. 92: 13). Dunia dan seisinya Allahlah pemiliknya. Demikian pula akhirat dan semuanya yang berhubungan dengannya Allah lah yang mengendalikan-nya. Bila seseorang lebih memilih dunia dan menghalanginya untuk mencintai pemiliknya maka ia benar-benar akan sengsara ketika memasuki alam akhirat, saat kehidupan dunia-nya dipertanggungjawabkan dan kemudian dibalas dengan setimpal.
Pada suasana yang demikian orang-orang yang bakhil di atas akan sangat menyesali kebodohan dirinya. Padahal Allah telah benar-benar mengirim orang terbaik di antara mereka untuk menjadi pengingat yang baik. “Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala” (QS. 92: 14)
Neraka yang menyala tersebut disediakan untuk mereka yang mendustakannya. “Tidak masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka” (QS. 92:15). Orang-orang cela-ka itu adalah orang “yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman)” (QS. 92: 16)
Dan dengan cinta-Nya pula “kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu” (QS. 92: 17). Siapakah orang-orang yang beruntung tersebut. Yaitu orang “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya”(QS. 92: 18). Ia semata mengharap mampu membersihkan jiwanya.
Dia membersihkan dirinya, juga hartanya dari sesuatu yang ia khawatirkan akan menyebabkan murka Allah juga ia bersihkan jiwanya dari sifat riya’ dan sombong yang kadang merupakan akibat bila seseorang mendapat kenikmatan berupa harta dan kedudukan di atas rata-rata sesamanya.
Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus di-balasnya” (QS. 92: 19). Dia bersedekah dan mengeluarkan hartanya dalam jalan kebaikan bukan karena sebuah balas budi yang menjadi tanggungannya atau supaya kelak jika ia dalam kesulitan akan ada balasan yang membantu mengelurkannya dari kesusahan. Atau ia berharap dengan yang lebih baik dari yang didermakannya. Kedermawanannya tersebut di-landaskan pada keikhlasan yang sangat dijiwainya. Allah menuturkannya, “Tetapi (dia mem-berikan itu semata-mata) karena mencari ridha Tuhannya Yang Maha Tinggi” (QS. 92: 20)
Dan karena ia mampu melakukan dan menunjukkan kemurnian cintanya tersebut pada pemilik dunia dan akhirat kelak ia akan puas dantakkan merasa rugi. “Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan” (QS. 92: 21) Dan kepuasan yang demikian itu bersifat kekal. Maka ia menjadi orang yang paling beruntung, sebagai balasan atas usahanya yang terus menjaga diri untuk menjadi hamba-Nya yang paling bertaqwa. Dalam surat al-Fajr Allah menggabungkan dua kepuasan dan keridhaan sekaligus, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya” (QS. 89:28). Ia rela dengan janji Allah dan ia puas dengan balasan-Nya. Allah pun mencintai dan meridhainya. Sungguh sebuah puncak kepuasan yang sebenar-benarnya.
Baik itu Abu Bakar ash-Shiddiq atau pun Abu Dahdah al-Anshary juga para pengikut jejak mereka dalam kedermawanan, kelak akan benar-benar merasakan kepuasan yang tak terputus dan abadi.

Wednesday 20 May 2015

Surat Asy-Syams (QS-91)

PARA PENYEMBELIH UNTA

Tiga pasang alat sumpah Allah

         Ada tiga pasang makhluk-Nya, yaitu matahari dan bulan, siang dan malam, serta langit dan bumi. 

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan apabila mengiringinya. Dan siang apabila menampakkannya. Dan malam apabila menutupinya. Dan langit serta pembinaannya. Dan bumi serta penghamparannya”. (QS. 91: 1-6)

Pertama, pasangan matahari dan bulan. Matahari yang sinarnya baru saja meninggi saat kita disunnahkan untuk melaksanakan shalat dhuha dijadikan sumpah oleh Allah. Demikian juga bulan yang mengiringi matahari, yang cahayanya merupakan pantulan cahaya matahari. Mengelilinginya bersama planet-planet yang Allah jadikan mengorbit pada matahari.

Kedua, pasangan siang dan malam. Siang yang nampak terang benderang sepadan dengan permulaan sumpah ini, yaitu matahari yang mulai meninggi dan mulai mengusir kabut pagi dan kegelapan malam pun pelahan hilang sama sekali. Dan saat malam datang kembali, maka keadaan yang terang tersebut sirna tertutup oleh hitam. Kegelapan malam. Pada waktu siang terlihat jelas karena diterangi matahari dan pada malam hari matahari tertutup.

Ketiga, pasangan langit dan bumi. Keluasan langit yang demikian –seolah- tiada batasnya tak ada yang tahu bagaimana Allah membuat dan menjadikannya demikian kokoh tanpa tiang penyangga. 
 “siapakah yang sanggup membuatnya demikian?” 
Dan tentu saja jawabannya adalah Allah. 

Demikian juga rahasia pemilihan bumi sebagai tempat manusia, di antara jutaan bahkan mungkin milyaran planet yang ada di alam semesta ini. Kenapa Allah memilih bumi dan bukan yang lainnya. Maka gunakanlah akal untuk mencerna dan menadabburi semesta yang sangat luas.

Tiga pasang makhluk Allah di atas seharusnya membuat manusia berpikir sejenak. Kenapa keenam hal tersebut diadakan Allah. Bahkan dalam surat ini untuk mengiringi sumpah yang ke tujuh. “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)” (QS. 91: 7)

Keagungan dan kemegahan ciptaan-Nya yang serba berpasangan tersebut seharusnya mampu membuat manusia sadar akan kebesaran Allah dan bermuara pada totalitas penghambaan kepada-Nya. Apalagi semuanya, matahari, bulan, siang, malam, langit dan bumi disediakan untuk manusia. Yang dalam sumpah ke tujuh ini disebut dengan “jiwa”. Tak seorang pun mengetahui bagaimana Allah mencipta jiwa dan di mana letaknya dalam badan manusia. Jika penciptaan manusia secara biologis saat ini telah terungkap prosesnya maka tak seorang mampu menyibak rahasia jiwa/ruh manusia.

Pembersihan Jiwa dan Konsekuensi Kebalikannya
            Nikmat Allah di atas yang enam (matahari, bulan, siang, malam, langit dan bumi) bisa dirasakan oleh manusia. Yang selaiknya membuat manusia terus bersyukur kepada-Nya. Pada ayat selanjutnya Allah lengkapkan dengan nikmat abstrak lainnya. Yaitu petunjuk dan jalan ketakwaan untuk ditempuh para pencari kebahagiaan dan jalan kefasikan untuk dijauhi agar tak terjerumus dalam jurang kenistaan dan kecelakaan yang abadi.

Maka Allah ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS. 91: 8)

Dan jiwa yang beruntung dan bahagia adalah jiwa yang mau berusaha terus me-nyucikan diri. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu” (QS. 91: 9).
Kesucian jiwa ini harus terus kita rawat, jaga dan pelihara dari kekotoran. Tentunya dengan ketakwaan.Sesuai doa yang diajarkan oleh Rasulullah saw, 
Ya Allah karuniakan kepada kami hati yang bertaqwa, bersihkan dan sucikan karena Engkau sebaik-baik Dzat yang menyuci-kannya, Engkau yang menguasainya dan menjadi tuan atasnya”.

Sebaliknya, orang-orang yang membiarkan dirinya berbuat zhalim dengan mengotorinya kejernihan jiwanya, kelak akan benar-benar merugi dan ia sangat menyesali kerugiannya itu. “Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. 91: 10)
Dalam ayat ini Allah memberikan contoh riil dan kongkrit seperti siapakah dan bagaimana contoh orang-orang yang merugi dan mengotori jiwanya. Allah kisahkan cerita kaum Tsamud, kaum Nabi Shalih as.

(kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) Karena mereka melampaui batas. Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka. Lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: (“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, Maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah)”. (QS. 91: 11-15)

Kaum Tsamud adalah bangsa besar yang pernah terkenal. Keberadaan mereka  yaitu setelah Kaum ‘Ad dihancurkan Allah. Dinamakan demikian dari nama kakek mereka. Tiga bersaudara keturunan Amir bin Iram bin Sam bin Nuh as. Mereka digolongkan bangsa Arab (al-Aribah) yang tinggal di bebatuan di kota al-Hijr yang terletak di antara negeri Hijaz dan Tabuk dan telah punah. Tiada satu pun dari mereka yang tersisa demikian juga jejak-jejak peradaban mereka, terkubur bersama kesombongan yang diadzab oleh Allah. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang mau beriman kepada risalah yang dibawa Nabi Salih as. yang diutus Allah untuk memberikan petunjuk kebenaran kepada mereka.

Lihatlah pesan Nabi Salih dalam Surat Asy-Syu’ara. “Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini (di negeri kamu ini) dengan aman. Di dalam kebun-kebun serta mata air. Dan tanam-tanaman dan pohon-pohon kurma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku” (QS. 26: 146-150)

Kenikmatan dan kemampuan serta kekuatan yang diberikan Allah telah membuat mereka lalai dan terlena sehingga tak mau beribadah kepada Allah. Misi Nabi Salih pun adalah untuk mengembalikan mereka pada fitrah. Namun, tidak semuanya mengindahkan peringatan beliau. Lihatlah pesan tegas Nabi Salih, “Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini (di negeri kamu ini) dengan aman”. Kenyamanan hunian yang asri membuat mereka lupa bahwa mereka suatu saat akan mati dan meninggalkan semua peradaban yang mereka bangun. Dan mereka sama sekali tak memikirkan hal tersebut.
Puncak kesombongan tersebut terjadi ketika mereka menyembelih unta. Dan yang mengambil inisiatif sekaligus melaksanakannya adalah Qaddar bin Salif bin Janda’ dan kemudian diikuti oleh orang-orang dari kabilah lain dan semuanya berjumlah sembilan orang. Seperti yang dikabarkan Allah dalam surat an-Naml, “Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan”. (QS. 27: 48)
Setelah perbuatan yang mendatangkan murka Allah ini karena mereka tak menunjukkan tanda-tanda penyesalan sama sekali. Bahkan mereka menantang Salih untuk meminta diturunkan adzab kepada mereka. Lebih dari itu mereka bersekongkol merencanakan konspirasi untuk membunuh Nabi Allah tersebut. Masih kelanjutan surat An-Naml, “Mereka berkata: Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sung-guh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, Kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan Sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar”(QS. 27: 49)

Mereka merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Salih di malam hari, Allah lebih dahsyat makar-Nya. Sebelum mereka melaksanakan rencana dan konspirasi keji ini, Allah dahului mereka dengan adzab yang belum pernah diturunkan kepada siapapun sebelumnya. Yaitu dengan teriakan yang sangat keras dan menghancurkan segalanya. Binasalah kaum yang diberi kelebihan Allah dengan berbagai keistimewaan namun enggan menyukurinya. 

 Allah meratakan mereka dengan tanah. Dalam ayat ini digunakan ungkapan “damdama” yang berasal dari bergoyangnya bangunan sampai keras hingga terbalik dan menimpa apa yang ada di bawahnya, kemudian rata sehingga tak terlihat bekasnya.
Dan Allah sama sekali tidak merugi dengan sikap dan kebijakan-Nya yang mengerikan tersebut.

 “Dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu” (QS. 91: 15). Allah tak khawatir telah menzhalimi mereka, karena sesungguhnya merekalah yang berbuat zhalim. Bukankah sebelumnya Allah telah kirim kepada mereka orang terbaik yang berada di tengah-tengah mereka yang sangat mereka cintai dan hormati. Namun, setelah Salih mengungkapkan misinya, mereka berbalik memusuhinya.

Penutup
            Orang yang jenius mampu mengambil pelajaran dari suatu peristiwa yang telah berlalu sehingga tak terjerumus dalam kesalahan yang sama. Semoga Allah menjadikan kita orang yang mampu terus memperbaiki diri. Sehingga umur kita bermanfaat, senada dengan ungkapan Ibnu Athaillah as-Sakandary,”Siapa yang diberkahi umurnya, maka dalam waktu singkat ia dapat meraih berbagai karunia Allah, sebuah karunia yang sulit diungkap melalui kata-kata dan tak terjangkau lewat isyarat .