...semoga semua pihak yang terlibat dengan tulisan ini medampat pahala dari Allah, penulis maupun yg membaca Nya...Insya Allah...amin....

freej

Thursday 20 September 2012

Surat Al-Munaafiqun (QS:63)

 

Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat-surat Madaniyyah, diturunkan sesudah surat Al Hajj. Surat ini dinamai Al-Munaafiquun yang artinya orang-orang munafik, karena surat ini mengungkapkan sifat-sifat orang-orang munafik.
Pokok-pokok isinya :

Keterangan tentang orang-orang munafik dan sifat-sifat mereka yang buruk diantaranya ialah pendusta, suka bersumpah palsu, sombong, kikir dan tidak menepati janji, peringatan kepada orang-orang mu'min supaya harta benda dan anak-anaknya tidak melalaikan mereka, insyaf kepada Allah, dan anjuran supaya menafkahkan sebahagian rezki yang diperoleh.

 I. Sifat-sifat orang munafik

(63:1)
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.
(63:2)
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai [1477], lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.
(63:3)
Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.
(63:4)
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?
(63:5)
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri.
(63:6)
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
(63:7)
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.
(63:8)
Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.

 II. Peringatan kepada orang-orang mu'min

(63:9)
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
(63:10)
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"
(63:11)
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.

Tuesday 18 September 2012

Al Jumu’ah (QS 62)

Surat Al Jumu’ah ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan-golongan surat-surat Madaniyyah dan diturunkan sesudah surat Ash Shaff.
Nama surat Al Jumu’ah diambil dari kata Al Jumu’ah yang terdapat pada ayat 9 surat ini yang artinya: hari Jum’at.
Pokok-pokok isinya:
Menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada umumnya, diantaranya berdusta, bersumpah palsu dan penakut; mengajak orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.
Surat Al Jumu’ah ini menerangkan tentang pengutusan Nabi Muhammad s.a.w. dan menjelaskan bahwa umatnya akan menjadi mulia karena ajarannya, disusul dengan perumpamaan orang-orang Yahudi dan kebohongan pengakuan mereka dan kemudian diakhiri dengan kewajiban shalat Jum’at.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
[62:1] Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
[62:2] Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,

وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
[62:3] dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
[62:4] Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar.

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
[62:5] Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِن زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاء لِلَّهِ مِن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
[62:6] Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar”.

وَلَا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَداً بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
[62:7] Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim.

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
[62:8] Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
[62:9] Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
[62:10] Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْواً انفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِماً قُلْ مَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
[62:11] Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik

Surah Al-Hasyr



Surah Al-Hasyr, "Pengusiran"
Surah ini tergolong surah Madaniyah
Terdiri atas 24 ayat. 
Dinamakan Al Hasyr yang berarti pengusiran diambil dari perkataan Al Hasyr yang terdapat pada ayat ke-2 surat ini. Di dalam surat ini disebutkan kisah pengusiran suatu suku Yahudi yang bernama Bani Nadhir yang berdiam di sekitar kota Madinah.

Pokok-Pokok Isi


  • Keimanan
    • Apa yang berada di langit dan di bumi bertasbih memuji Allah
    • Allah pasti mengalahkan musuh-Nya dan musuh-musuh Rasul-Nya
    • Allah mempunyai Al Asmaul Husna
    • Keagungan Al Quran dan ketinggian martabatnya.

  • Hukum-hukum
    • Cara pembagian harta
    • Perintah bertakwa dan menyiapkan diri untuk kehidupan di akhirat

  • Lain-lain
    • Beberapa sifat orang-orang munafik dan orang-orang ahli kitab yang tercela
    • Peringatan-peringatan untuk kaum muslimin.
 Tafsir ayat 18 dan 19...
 
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

19. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.



 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah…”

Seruan Allah SWT kepada orang-orang yang beriman dengan bisikan dan sebutan nama iman. Mereka diseru dengan sifat yang mengikat mereka dengan Pemilik seruan itu serta memudahkan mereka dalam menyambut dan merespons pengarahan dan pembebanan taklif-Nya. 

Allah mengarahkan seruan kepada mereka untuk mengajak mereka agar bertakwa, melihat kepada segala yang dipersiapkan oleh diri-Nya bagi mereka di akhirat, agar mereka selalu berhati-hati dan waspada dari sikap melupakan Allah sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka melupakan-Nya.  

Takwa merupakan kondisi dalam hati yang diisyaratkan oleh nuansa lafazhnya. Namun, ungkapan tidak dapat menggambarkan hakikat. Takwa merupakan kondisi hati yang menjadikan hati selalu waspada, menghadirkan dan merasakan pengawasan Allah dalam setiap keadaan. Ia takut, merasa bersalah, dan malu bila Allah mendapatinya berada dalam keadaan yang dibenci oleh-Nya. Pengawasan atas setiap hati selalu terjadi setiap waktu dan setiap saat. Jadi kapan seseorang merasa aman dari penglihatan Allah?

”... dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),...”

Ungkapan kalimat ini juga memiliki nuansa dan sentuhan yang lebuh luas daripada lafazhnya sendiri. Kalimat ini hanya dengan sekadar terlintas dalam hati saja, terbukalah di hadapan manusia lembaran amal-amalnya bahkan lembaran seluruh kehidupannya. Manusia pasti akan mengarahkan pandangannya kepada segala kata-katanya untuk merenungkan dan membayangkan hisab amalnya beserta perincian-perinciannya satu per satu, guna melihat dan mengecek apakah yang telah dia persiapkan untuk menghadapi hari esok itu.

Renungan itu pasti menyadarkannya tentang tempat-tempat kelemahannya, tempat-tempat kekurangannya, dan tempat-tempat kelengahannya, walaupun dia sudah berbuat maksimal dalam kebaikan atau telah mengeluarkan banyak tenaga dan usaha di dalamnya. Apalagi, bila perbekalannya dalam kebaikan sangat sedikit dan kebaikannya sangat kecil dan rendah! Sesungguhnya ia merupakan sentuhan yang membuat hati tidak lagi merasakan tidur nyenyak dan tidak lagi terlepas dari renungan dan pengecekan kembali atas segala perbuatan (muhasabah).

Ayat di atas tidak berhenti di situ saja dalam menyentuh setiap perasaan hingga lagi-lagi pengaruh dan sentuhan itu ditambah dengan isyarat yang tertuju kepada hati orang-orang yang beriman.

”... dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Hasyr: 18)

Maka, hati pun semakin sensitif, takut, dan malu karena Allah Maha Mengetahui atas segala yang dikerjakannya.

Sehubungan dengan seruan ayat di atas agar hati orang-orang beriman selalu waspada dan selalu ingat, Allah mengingatkan mereka pada ayat berikutnya agar mereka jangan bersikap melupakan Allah,

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri…”

Kondisi seperti ini sangat aneh dan ajaib, namun ia merupakan hakikat yang nyata. Karena, orang-orang yang melupakan Allah pasti tersesat dalam kehidupan ini tanpa ikatan apapun yang dapat menaikkannya ke tingkat yang lebih tinggi . Dan, mereka hidup tanpa arah dan tujuan yang menaikkan dan memuliakan mereka melebihi binatang ternak yang digembalakan. Dalam sikap seperti ini, manusia telah melupakan kemanusiaannya sendiri. Hakikat ini ditambahkan kepadanya atau ditumbuhkan dan dibangun darinya hakikat lainnya, yaitu hakikat melupakan diri sendiri. Sehingga, dia tidak menyiapkan bekal apa-apa bagi kehidupannya yang lama dan abadi. Dan, dia pun tidak mempersiapkan dan memandang jauh ke depan untuk bekalnya di hari esok.

... Mereka Itulah orang-orang yang fasik.(Al Hasyr: 19)

Merekalah orang-orang yang menyimpang dan keluar dari ketaatan kepada Allah.

Saturday 8 September 2012

Al-Mumtahanah (QS:61)




Bismillah...




Tentang Bersahabat dengan Non Muslim
Al-Qur’an sejak sekitar kurang lebih 1400 telah banyak memberikan gambaran-gambaran yang diajarkan tentang hidup berdampingan dengan antar umat beragama, indikasi tersebut salah satunya bisa di lihat dari Surat al-Mumtahanah 60: 8-9:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ 

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ 

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”  (QS. Al Mumtahanah : 9)


§  Asbabun Nuzul (Sebab diturunkannya Ayat)
Al-Qur’an QS al-Mumtahanah 60:8-9 tersebut turun karena adanya sebuah peristiwa sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lain dari Abdullah ibn Zubair “pada suatu hari Qutailah binti Abdil Uzza (non muslim) datang kepada anaknya Asma’ binti Abi Bakar dengan membawa beberapa hadiah. Asma’ menolak hadiah itu, bahkan melarang dia untuk masuk rumah sebelum Asma bertanya kepada Aisyah, bagaimana pendapat Rasul berkenaan dengan itu turunlah QS al-Mumtahanah 60:8-9. Nabi menyuruh Asma’ menerima hadiah dari ibunya, dan menyambutnya sebagaimana mestinya.[7]

Akan tetapi ada yang menyatakan bahwa ayat ini turun mengenai Khuza’ah Banil Harts, Kinanah, Muzainah, dan beberapa golongan arab yang telah berdamai dengan Rasulullah untuk tidak memeranginya dan tidak pula memihak kepada musuh.[8]


§  Tafsir Ulama
Ibnu Abbas menafsirkan QS al-Mumtahanah 60:8-9 dengan mengatakan bahwa “Allaah tidak melarang untuk berteman dan menolong mereka (orang-orang makkah) yang berbuat adil dan menepati janji kepada Nabi dan sahabatnya mereka yaitu Bani Khuza’ah, kaum Hilal ibn Uwaimir, khuzainah, bani madlaj. Mereka telah berbuat baik kepada Rasul sebelum adanya perjanjian Hudaibiyah yang tidak berusaha membunuhnya, tidak mengeluarkannya dari makah. Akan tetapi Allah hanya melarang untuk berteman dan menolong mereka (ahli makah) yang secara terang-terangan mengusir Nabi dari Makah.[9]

Al-Qusyairi menafsirkan QS al-Mumtahanah 60:8-9 dengan mengatakan “setelah Allah melarang untuk berteman dengan orang kafir harbi, kemudian Allah menganjurkan untuk berteman dengan kafir dzimmi yang mempunyai akhlak yang bagus, mau berteman dan bermanfaat bagi umat Islam, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berteman dalam segala hal”.[10]

Menurut Quraish[11] Perintah al-Qur’an untuk memusuhi orang kafir yang diuraikan oleh yang lalu (al-Mumtahanh 60:1) boleh jadi menimbulkan kesan bahwa semua non muslim harus dimusuhi. Ayat di atas secara tegas menyebut bahwa Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun bagi mereka dan tidak juga melarang kamu berlaku adil kepada mereka. Kalau demikian, jika dalam interaksi sosial mereka di pihak yang benar, sedang salah seorang dari kamu dipihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka.[12]

Kesimpulan Hasbi[13] dari QS al-Mumtahanah 60:8-9 bahwa “Tuhan hanya melarang kamu berkawan setia dengan orang-orang yang terang-terangan memusuhimu, yang memerangimu, yang mengusir kamu atau membantu orang-orang yang mengusirmu seperti yang dilakukan oleh musrikin Mekkah. Sebagian dari mereka berusaha mengusirmu, dan sebagian yang lain menolong orang-orang yang mengusirmu.”[14]

Aplikasi QS al-Mumtahanah 60:8-9 secara nyata oleh Nabi dapat juga dibuktikan sebagaimana yang dikatakan oleh Thohir Ibnu Asyur[15]  bahwa pada masa Nabi sekian banyak suku-suku non muslim yang justru bekerja sama dengan Nabi serta menginnginkan kemenangan beliau menghadapi suku quraisy di Mekah. Mereka itu seperti Khuza’ah, Bani al-Harits, Ibn Ka’b dan Muzainah.

Sayyid Qutb[16] berkomentar ketika menafsirkan ayat di atas bahwa Islam agama damai, serta akidah cinta. Ia suatu sistem yang bertujuan menaungi seluruh alam dengan naungannnya yang berupa kedamaian dan cinta itu dan bahwa semua manusia dihimpun di bawah panji Allah dalam kedudukan sebagai saudara-saudara yang saling kenal mengenal dan cinta mencintai.[17]

Kesemuanya ulama’ tafsir di atas semunya sepakat bahwa berteman dengan orang non muslim yang berbuat baik, menolong, berbuat adil kepada umat Islam itu diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk menjalin hubungan dengan mereka dalam tataran sosial, akan tetapi tidak membolehkan untuk berteman dengan mereka yang secara terang-terangan memusuhi, memerangi umat Islam, atau yang mengusir paksa penduduk dari suatu negeri. [C]